Day 14

1K 200 26
                                    

Seminggu sudah berlalu, sejak aku pergi meninggalkan Rose sendirian di taman, dan sampai hari ini pun aku belum bertemu dengannya. Menurut cerita dari Niall, setiap pulang sekolah ia selalu pergi bersama Harry, entah itu hanya sekedar ke toko buku atau ke kedai ice cream kesukaannya. Bahkan aku pernah tak sengaja melihat mereka di toko buku saat aku ingin membeli peralatan lukis yang baru dan juga sketch book baru, karena dengan bodohnya aku meninggalkan buku itu di taman minggu lalu.

Dan benar saja yang Rose katakan, Harry selalu membuatnya tertawa. Lelaki keriting itu romantis, tapi aku jauh lebih romantis darinya. Si keriting itu baik, tapi aku jauh lebih baik darinya. Dan yang terpenting, si keriting tak tau diri itu memang tampan, tapi aku jauh beribu kali lebih tampan darinya. Kalian setuju denganku bukan?

Selain aku lebih darinya dalam segala hal, aku juga menemukan sebuah fakta menarik yang mungkin jika Rose tau itu, ia akan menampar si keriting itu berjuta-juta kali atau mungkin langsung menendangnya ke Mars.

Aku melihat si keriting, sedang berciuman dengan seorang gadis berambut blonde lainnya di sebuah kedai pizza 3 hari yang lalu. Dan begitu aku melihatnya dari dekat, gadis itu memanglah bukan Rose.

Jadi kesimpulannya? Ia selingkuh. Dasar keriting jelek tak tau diuntung! Apa sih kurangnya Rose sampai ia harus selingkuh?! Lebih baik Rose bersamaku, daripada ia terus mengharapkan that stupid curly guy.

Siang tadi sebelum pergi meninggalkan sekolah musik, aku meminta tolong pada Niall untuk membawa Rose ke taman. Aku merindukan gadis itu. Dan aku merasa kecewa karena seminggu ini ia tak pernah datang kesana. Ada perasaan bersalah dalam diriku setiap kali aku mengingat kejadian minggu lalu, ketika aku meninggalkannya di taman.

Keesokan harinya setelah kejadian itu, aku sempat berpikir kalau ia marah padaku karena aku meninggalkannya dan tak mau mendengarkan ceritanya. Tapi begitu Niall bercerita kalau Rose selalu uring-uringan karena tingkahku kemarin, pada hari selasa lalu, aku pun jadi semakin merasa bersalah. Dan sejak hari itu, aku membawa setangkai mawar, sesuai dengan namanya, sebagai bukti permintaan maafku dan berharap ia datang lalu mengambilnya. Namun sayang, sampai hari ini pun aku masih melihat 5 tangkai mawar yang sudah mulai melayu masih tergeletak manis di atas lantai rumah pohon ini.

Aku tersenyum miris. Kenapa aku terlalu berharap lebih kepadanya? Kenapa aku melakukan semua ini dan selalu kesal setiap kali aku ingat alasannya tak pernah datang ke taman karena ia pergi dengan Harry?

"Aku akan mencarinya disini, Niall!!!"

Suara teriakan dari seseorang yang sangatku kenali membuatku terlonjak. Buru-buru aku bersembunyi di balik semak belukar yang berada di belakang pohon. Rose tengah berlari menuju rumah pohon. Senyuman diwajahnya masih sama. Dan hatiku berubah menjadi lebih hangat karena pada akhirnya aku kembali melihatnyaa tersenyum hari ini.

Aku terus memperhatikan setiap gerak-geriknya hingga ia naik ke atas rumah pohon, dan aku tak dapat melihatnya dengan jelas wajahnya. Aku hanya bisa mendengarnya suaranya yang tiba-tiba kaget. Mungkin karena ia melihat mawar-mawar yang ku letakkan itu atau ia tak sengaja menginjak mawar yang paling dekat dengan undakan.

Waktu terus berlalu. Aku masih bersembunyi dibalik semak belukar ini sambil menahan rasa gatal karena nyamuk-nyamuk sialan tak berhenti mengigit kakiku. Aku sempat mendengar suara isakan diatas sana. Dan aku yakin kalau Rose tengah menangis sekarang karena suara isakan itu semakin jelas terdengar.

Hey, kenapa ia menangis? Bahkan aku hanya menuliskan satu kata di setiap kertas yang ku tulis. Maksudku, hanya satu kata yang tertulis jelas dengan pulpen, dan kata-kata lainnya, sengaja ku samarkan hingga tak kasat mata dan sulit untuk dibaca.

Kertas-kertas itu berisi semua pertanyaan yang ingin ku tanyakan sejak ia menceritakan tentang Harry padaku. Selain itu..... entahlah, mungkin secara tidak langsung aku mengungkapkan perasaanku padanya. Perasaan yang baru ku sadari sejak aku tak bertemu dengannya selama seminggu ini. Dan aku juga memberi taunya tentang kepergianku nanti. Tapi sayangnya, aku tak berani untuk menuliskan semua itu dengan jelas. Aku terlalu takut untuk kehilangannya.

Aku mendengar suara langkah kaki seseorang yang mendekat. Niall kini tengah mendekati rumah pohon. Aku sempat menaikkan sedikit tubuhku, dan memberinya tanda untuk mendekat kearahku. Untungnya Niall menyadari itu. Ia melirik sebentar ke arah rumah pohon. Dan sepertinya Rose belum menyadari kedatangannya.

"Letakkan buket ini, dibawah undakan itu," kataku sambil memberikan sebuket mawar merah pada Niall. Tanpa mengeluarkan suara apapun, ia hanya mengangguk dan menuruti permintaanku. Setelah itu, ia berlaga seperti baru saja datang dan tengah mencari Rose.

"Rose? Kau dimana?" teriaknya seperti tak tau apa-apa. Ku rasa ia cocok menjadi actor.

"Aku diatas Ni," jawab Rose masih dengan suara isakan.

Niall mendongakkan kepalanya lalu tersenyum. Namun itu tak bertahan lama, ia kini terlihat panik begitu melihat Rose menangis.

"Kau kenapa? Apa yang Hood lakukan sampai kau menangis? Dimana dia sekarang?"

Bodoh. Kau baru saja bertemu denganku, pirang! Ingin rasanya aku tertawa melihat acting yang sedang Niall lakukan.

"Ia tak ada disini sejak aku sampai. Mungkin ia tak datang hari ini."

Haaah, andai kau tau kalau justru aku selalu menunggu ke datanganmu disini, Rose.

"Kalau begitu cepatlah turun," perintah Niall. "Mum tadi menelphone ku dan menyuruh kita pulang. Lihat, matahari sudah mulai tenggelam."

Aku mendengar suara derap langkah dari atas sana. Perlahan aku bisa melihat Rose dengan wajah lembab nya. Ia sungguh-sungguh menangis. Dan itu karena aku. Bagaimana bisa? Apa ia bisa membaca surat-surat itu?

"Waw, dapat darimana mawar-mawar itu?" tanya Niall ketika Rose sudah benar-benar turun.

"Dari atas sana," jawab Rose sambil menggedigkan kepalanya ke arah rumah pohon. "Pada amplopnya tertulis untukku. Kalau dilihat dari tulisannya, ini tulisan Hood."

Eh? Ia hafal dengan tulisanku?

Niall menatap Rose dengan tatapan yang sungguh sangat menggelikan. Ingin rasanya ku timpuk dirinya dengan batu saat ini.

"Dia mencintaimu, Rose."

Sialan! Bisa-bisanya ia membokar itu!!!!

"Kau bercanda. Kami baru kenal seminggu. Mana mungkin itu terjadi."

Baguslah. Untung Rose polos, tak seperti kakak nya yang tengik itu.

"Bagaimana kalau kondisinya begini," sahut Niall. "Ia sudah sering melihatmu yang selalu datang ke taman ini pada sore hari. Ia tertarik padamu dan kemudian ia selalu memperhatikanmu dari jauh karena ia terlalu malu untuk mendekatimu. Tapi ternyata takdir berkata lain, hari itu kau melihatnya dan kemudian kau mencoba untuk dekat dengannya, dan beginilah yang terjadi."

Baiklah Horan, kau berhutang banyak padaku besok karena sudah mengarang cerita sesukamu. Lihatlah sekarang apa yang terjadi, Rose menjadi diam karena penjelasan Niall yang tak beguna dan hiperbola itu.

"Sudahlah, kita bicarakan lagi di rumah. Ayo."

Niall menarik tangan Rose seakan mengarahkan adiknya ini ke arah buket mawar yang tadi di letakkannya tak jauh dari posisi Rose saat ini. Dan benar saja, Rose tak sengaja menginjaknya lalu berhenti untuk mengambilnya.

Ia memutar kepalanya beberapa kali, seperti sedang mencari sesuatu. Mungkin ia mencari keberadaanku karena bunga itu tak ada ketika ia naik tadi. Setelah itu, ia mengambil amplop pada buket bunga tersebut.

"Apa isinya?" tanya Niall dengan begitu antusias. Bisakah seseorang membuat si pirang ini diam? Ia sungguh sangat merusak suasana.

Rose perlahan membuka amplop tersebut, dan kembali menangis begitu membaca tulisannya.

Tulisan yang berasal dari lubuk hatiku yang terdalam dan sudah ku pendam selama satu minggu ini, yaitu....

I miss you

***

Yang baca sepi nih:((( gue ngerasa gagal bikin ff ini jadinya...

Thanks for the last vomments guys, makasih banget buat yang setia buat baca terus kasih vote apalagi gak pernah absen buat kasih comment. Sayang kalian semuaaa!!!❤

Lots of Love

putripopoh

Unspoken Words // c.h [AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang