Prolog

170 21 4
                                    

Jujur, sebelumnya aku ingin berterima kasih dengan kalian yang sudah sempat membaca cerita ku ini. Tapi tolong, jangan hanya membaca. Hargailah karya orang, jangan jadi orang yang sombong nggak like cerita ku ini karena sudah membacanya, so pikir-pikir dulu deh, kalau mau baca cerita ini. JANGAN JADI PEMBACA YANG GELAP

Waktu itu Farel sudah kelas 5 Sd sedangkan Luna baru kelas 4. Mereka satu sekolah, makanya berangkat- pulang selalu bareng. Farel itu bandelnya minta ampun. Kerjaanya disetrap di depan kelas. Entah gara-gara ngak buat Pr lah, berisik karena apalah, atau mentok- mentoknya berantem. Dia paling malas disuruh ngafalin lagu wajib. Saking bandelnya sampai-sampai ayahnya sering dipanggil kepala sekolah.

Potongan rambut Farel lucu banget. Dari kecil, gara-gara salon jauh, ayahnya sering menaruh mangkuk diatas kepalanya dan motongin rambutnya mengikuti garis mangukuk itu. Hihihi

Kalau malam tiba Luna dan Farel paling suka duduk duduk diayunan di taman belakang sambil menatap bintang. Di daerah ini bintang kelihatan jelas banget. Wajarlah, soalnya polusi disini ngak separah dikota besar. Seperti halnya malam ini.

"Hari ini bintangnya banyak banget ya"Luna kegirangan melihat keindahan langit malam itu. "Bintang yang itu terang banget ya Rel"Luna menunjuk sebuah bintang.

"Hmm, mungking itu Dhurva"

"Dhurva?"

"Iya, kata kakekku, di India ada bintang yang tidak pernah pindah tempat. Namanya Dhurva. Katanya, bintang itu lambang keinginan yang kuat..." Farel kelihatan sangat cerdas saat bercerita.

"Ayo, kamu sebutin keinginan lo" gadis kecil itu menerawang. Pikirannya dipenuhi segala macam macam impian- impian konyol anak kecil.

"Hmm, aku pengen jadi putri, dansa sama pangeran ditaman penuh bunga"

"Yee, kamu jangan sebutin keinginan ngak masuk akal kayak gitu!"

"Itu masuk akal tau"Luna kelihatan marah. Ia berkacak pinggang. "Atau.."

"Atau apa?"

"Aku pengen ke bintang" ucap Luna sambil mengadah ke langit.

Sepi. Malam ini sangat tenang. Langit menawarkan pemandangan menakjubkan dengan hamparan bima sakti yang amat jelas. Bintang- bintang seakan mendengar semua percakapan kedua sahabat itu.

"Mmm, hihihi...hahaha"

"Kamu kok ketawa sih Farel!" Luna melotot melihat sahabatnya itu tertawa terpingkal-pingkal.

"Habisan keinginan kamu konyol semua...Huahua"

"Huarggh awas kamu ya, Farel"

Farel masih terpingkal-pingkal namun sesaat kemudian ia terdiam, mengadah kel langit memerhatikan dhurva. Ia menghela nafas panjang.

"Luna, besok aku harus ikut ayah dan ibu pergi. Ayah pindah tugas ke Belanda"

"Ke Belanda? Belanda itu dimana Farel"

"Belanda itu jauh sekali, lebih jauh dari pada bintang" Farel berkata sambil merentangkan tangannya.

Beberapa saat kedua sahabat itu terdiam. Suasana hening. Hanya terdengar suara binatang malam yang entah dimana keberadaannya.

"Farel ngak boleh pergi..." tiba tiba Luna berucap lirih penuh harap. Matanya yang bulat dan jernih mulai berkaca-kaca.

Farel menatap sahabatnya dengan cemas. Ia menggigit ujung bibir bawahnya. Kemudian kepalanya ia miringkan hingga ia menatap wajah sahabatnya.

"Hmm, kamu jangan nangis...aku janji kalau aku pulang nanti, kita bakalan berkeliling perkebunan sampai jauh sekali.." Farel berusaha menghibur. Tapi kayaknya usahanya kurang berhasil, soalnya Luna masih tetap menangis.

Farel melepas ketapel yang ia kalungkan dilehernya dan memberikan pada Luna" ini buat kamu, tanda persahabatan kita"

Luna menghapus air matanya. Ia menatap Farel sejenak sebelum akhrinya menerima ketapel itu. Agak lama ia menatap benda kesayangan Farel itu.

Farel tersenyum kecil, seperti merelakan benda kesayangannya untuk sahabatnya itu.

Mendadak Luna teringat sesuatu. Dengan cepat gadis itu lari masuk kerumah. Sesaat kemudian ia kembali sambil membawa benda bulat dari kaca yang berisi air dan rumah mungik dengan bintang-bintang kecil yang menghujani rumah itu jika dikocok.

"Ini benda kesayanganku" ucap Luna sambil menunjukka benda itu pada Farel" buat kamu"

Farel terlihat ragu. Tapi akhirnya ia menerimanya tanpa berfikir macam-macam." Kalau begitu, meskipun aku jauh, selama ada ini, kita akan selalu bersahabat kan?"

Luna menganggukkan kepalanya dengan cepat sambil menggelap air matanya dengan telapak tangan.

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Suara pantulan bola terdengar keras dari kamar Farel. Anak laki-laki itu terlihat sedang menendang-nendang bola ke tembok kamar. Di meja telah siap koper dan kardus-kardus berisi barang barang miliknya.

Pagi ini Farel harus meninggalkan sahabatnya dan semua kenangan mereka. Farel memang masih kecil,tapi dia tahu betapa berat rasanya meninggalkan seseorang yang disayanginya.

Bola terpantul keras ditembok dan....Prangg! Pajangan kaca pemberian Luna pecah terkena bola. Bintang-bintang didalamnya berserakan di lantai. Farel panik. Ia berusaha mengumpulkan kembali isi pajangan tersebut. Tetapi orangtuanya memanggilnya untuk bersiap-siap berangkat ke bandara.

Saat terbangun dari tidur, Luna mendapati rumah Farel telah kosong. Jendela kamar Farel terbuka hingga gordennya berkinar tertiup angin. Sahabatnya benar-benar telah pergi. Kenapa Farel tidak pamit? Apa Farel lupa?

"Tadi Farel pamitan sama kakek. Dia ngak mau membangunkan kamu" kakek berusaha memberi penjelasan.

Gadis kecil itu menangis karena tak tau apa yang ia harus lakukan. Apalagi ketika dia melihat pajangan kaca pemberiannya pecah. Dengan membawa ketapel pemberian Farel, Luna berlari menyusuri perkebunan teh menuju bukit kecil. Tanpa ragu ia melempar ketapel itu. Dibuangnya jauh-jauh benda itu dari hadapannya, agar semua tentang Farel menghilang juga. Tubuhnya terasa lemas,napasnya naik turun. Ia bingung dengan apa yang ia rasakan. Makanya dia cuma bisa menangis sekencang-kencangnya.

Malamnya ia duduk ditaman, sambil melihat Dhurva

"Dhurva, Farel pergi....aku ditinggalin" ucap Luna terbata. Matanya yang bulat kini berair." Kata kakek, yang namanya sahabat tidak pernah ninggalin kita begiu aja. Tapi kenapa Farel ninggalin aku? Apa Farel bukan sahabat gue" air matanya menetes hingga menembus pipinya.

"Dhurva...kenapa Farel mecahin benda kesayangan aku? Aku benci Farel! Aku ngak percaya lagi sama sahabat. Aku ngak mau punya sahabat lagi. Aku bisa kok punya banyak teman tanpa perlu punya satu  sahabat" lanjutnya penuh kekecewaan. Napas gadis itu terasa berat." Aku ngak mau ketemu Farel lagi...lebih baik Farel ngak usah balik kesini" Luna tertunduk tangisannya terdengar pelan. Ia menghela nafas panjang....

"Fiuh...lebih baik begitu"

☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆☆

Malas mau apain, mendingan buat cerita ini....

Bagaimana guys, ceritanya?

Jangan lupa comment and likes yaa

By: Risti Ilmi Andasari

29 April 2016

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang