17

30 9 0
                                    

Malam semakin larut. Luna masih belum bisa tidur. Ia duduk di sudut jendela menatap bintang di langit. Dengan langit bertabur ribuan bintang, mata Luna hampir tak pernah lepas menatap langit dan berdecak kagum. Pemandangan yang jarang sekali terjadi. Hati Luna sangat bahagia malam ini. Makanya dari tadi dia senyam-senyum sendiri kayak orang gila. Mengingat kejadian sore tadi, Luna nggak bisa berbuat apa-apa.

"Kriiing!" Dering telepon membuyarkan lamunan Luna. Siapa ya, nelepon malam-malam begini? Secepat kilat ia mengambil HP-nya yang tergeletak di meja belajarnya. Layar HP-nya menunjukkan nomor yang tak diketahui.

"Halo....," sapanya sambil berjalan menuju ke jendala lagi....

"Ngapain, Luna? Dari tadi diperhatiin bengong aja. Ntar kerasukan lho...," ucap si penelpon.

Luna mengerutkan keningnya sejenak, sebelum ia akhirnya menyadari arti ucapan si penelpon.

"Lo, tau dari mana nomor, gue?" tanyanya sambil menatap ke jendela rumah Toby.

"Tau dong, aku minta dari Toby."

"Ohh... kamu sendir ngapain? Ngintip, ya? Ntar bintitan lho." Luna balik bertanya pada Fariz yang ternyata sedang duduk bersandar di pinggir jendela kamar Toby sambil memegang telepon.

Fariz tersenyum kecil. "Nggak, gue lagi ngeliat bintang" jawab Fariz acuh tak acuh. "Elo?"

Luna tersenyum. "Sama."

Hening beberapa saat. Luna menatap langit malam penuh dengan kekaguman. Dia nggak sadar sejak tadi Fariz terus menatap dirinya.

"Fariz, gimana sih caranya tau kita sayang sama seseorang?"

Fariz tidak mengatakan apa-apa. Sepertinya ia menunggu Luna melanjutkan kalimatnya.

"Aku rasa.... aku baru ngerasin yang namanya cinta."

Fariz masih terdiam, nggak berkomentar sama sekali. Bahkan sampai diamnya, sampai-sampai Luna mengira Fariz telah menutup telefonnya.

"Halo, Fariz...?

"Terus.." Fariz memberikan tanda ia masih mendengarkan cerita Luna.

"Gue tau banyak orang yang suka sama dia. Gue tau banyak orang yang kagum sama dia. Bahkan awalnya gue  juga mengira kalau dia itu senang disuka, dikagum sama orang, nyatanya tidak."lanjut Luna. Ia menghela napas panjang, kemudian berkata pelan," Tapi gue tau sebenarnya dia itu sedang kesepian... dia hanya bisa tersenyum di depan fans-fans nya, tapi dibelakang dia sangat sedih."

Fariz tetap terdiam, namun napasnya terdengar berat.

"Fariz, apa ini yang namanya cinta? Elo pernah ngerasain kayak aku nggak?"

Pertanyaan Luna membuat Fariz bingung harus menjawab apa. Ia menghembuskan napas.

"Setau gue, yang namanya cinta itu....cuma bisa dilihat lewat hati. Elo nggak akan sadar saat dia ada di depan lo. Tapi elo akan sadar saat dia nggak ada di sisi lo. Elo akan setia menunggunya meskipun dia nggak memedulikan elo. Dan...di saat elo tahu dia mencintai orang lain, elo akan melepaskannya supaya dia bahagia...."

"Apa menurut elo, gue jatuh cinta sama Arirham?" potong Luna.

Agak lama Fariz terdiam. Wajahnya menatap Luna dari kejauhan sebelum akhirnya berkata pelan," Hmmm....mungkin iya."

Luna tersenyum. Hatinya seperti berbunga-bunga.

"Kalau begitu, gue tutup dulu, ya.... Fariz. Ini sudah larut malam. Makasih, ya" ucap Luna dari kejauhan lalu menutup saluran teleponnya kemudian beranjak menutup jendela dan horden lalu pergi tidur.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang