Part 10

9.8K 788 21
                                    

Haii, balik lagi sama sayaa wkwk Welcome to Part 10 alias part tengah-tengah di mana semua konflik ngumpul (?) Aku pengen basa-basi dulu sebelum kalian scroll ke bawah. Beberapa part terakhir aku memang updatenya pendek, aku tau, tapi ada reader (entah satu atau beberapa) yang baca cerita ini cuma buat komen 'pendek' did you guys realize what have you done to me? Aku nulis di sela-sela kesibukanku (kalau kalian ingat ini udh masuk bulain Mei di mana semua tugas mulai bermunculan) dan gak bisa setiap hari ideku jalan buat nulis panjang-panjang. Kalian boleh komen pendek lah apalah, tapi tolong disertai kritik yang lain atau basa -basi apa kek gitu.

Ini udah baca gratis, gak ngevote, komen gitu doang

Aku cuma minta tulisanku dihargai, itu aja, aku gak pernah minta kalian ngirim duit untuk baca cerita ini. Kalian mau komen 'pendek' pun aku gak akan bisa maksain buat nulis panjang-panjang karena aku sebagai penulisnya punya perhitungan sendiri, kalian mau panjang-panjang tapi kebanyakan paragraf deskriptif dan ngebosenin? Not my style banget. So, guys, gak cuma ke aku, tolong hargai penulis yang lain juga ya :) Happy reading!

-

D e v a

Aku tidak pernah mencintai seorang wanita sampai sedalam ini. Aku bukan tipe pria yang suka mengekor kemanapun wanitaku berkeliling dengan dua kaleng pepsi di tanganku and the worst is aku juga harus berulang kali menaruh kaleng-kaleng ini di kursi dan memotret wanitaku. But with her, I feel everything is different. Berputar-putar mengitari Brentford Dock di siang bolong seperti ini. Blame the visa thing, ya. Aku tidak tahu sejak kapan visaku bermasalah sampai harus mengurangi waktu liburanku dan Aira untuk beberapa jam.

"Nanti malem ke Piccadilly, kan, Dev?" tanya Aira antusias sambil menyapa anak-anak yang melintas.

"Asal kamu janji aku gak disuruh bawa minuman kaleng, tanganku keringetan nih bawa ini kemana-mana," keluhku sambil melempar kaleng pepsi-ku yang sudah kosong. Aira meraih kalengnya dan ikut melempar benda itu ke dalam tempat sampah.

"Aku gak nyuruh kamu bawain, loh. Kamu sendiri yang mau."

God, nice trick, Ra.

Destinasi selanjutnya adalah London Eye, salah satu tempat yang wajib kalian datangi kalau sedang berlibur ke Inggris. Where you can see London from heights. Aku dan Aira menaiki satu dari 32 kapsul yang ramai oleh pengunjung. Dari London Eye ini aku bisa melihat seluruh pemandangan London mulai dari Big Ben sampai St. Paul's Cathedral. Buat David Marks dan Julia Barfield thankyousomuch.

Tetapi ada satu pemandangan yang lebih menarik dari sekedar Big Ben, it's my wife. Aku tidak pernah menyesal melakukan apapun untuknya, termasuk merubah diriku sendiri. Karena aku tidak pernah mencintai wanita sebesar aku mencintai Aira.

"Sayang," aku melingkarkan tanganku padanya, mendekapnya lebih dekat untuk menghirup aroma khas dari mantelnya, "kamu suka?"

Aira hanya mengangguk dan lebih fokus pada kamera dan objek fotonya. Well, Big Ben is more interesting than me.

"Dev, crew triple seven lagi layover di sini loh, nanti makan bareng mereka, yuk!"

"Emangnya ada yang kamu kenal?"

Aira mengangguk semangat, "Ada temen satu batchku di sana, Dev," ujarnya.

"Bukannya kamu mau ke Piccadilly?"

Devair Part. 2 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang