Selamat menjalankan ibadah puasa ya buat kaliannnn <3 Aku bakal jarang update setelah ini soalnya masih ulangan habis itu langsung holideee (?) Masih gak tau bawa laptop atau engga jd aku gak bisa mastiin. Happy reading!
-
Author's ViewAira memasang wajah bingung. Segelas teh hangat di depannya lama kelamaan dingin dihembus oleh angin yang bertiup dari pendingin ruangan di samping kirinya. Sudah terlalu terlambat untuk sarapan, tetapi tamu hotel masih menumpuk di restoran untuk sekedar bercengkrama atau mengambil makanan sesuka hati seperti yang Deva lakukan sekarang.
"Lama, ya? Tadi roti tawarnya habis, jadi aku tungguin Mbaknya ngambil di belakang," kata Deva. Aira disuguhi sebuah roti panggang berisi selai kacang dan nanas berdampingan, "kamu masih lemes?"
Satu gigitan, dan Aira rasa jawaban dari pertanyaan Deva adalah 'iya' karena ia tak makan apapun tadi malam setelah tubuhnya roboh dan harus tinggal di dalam kamar menunggu resepsi selesai. Arsaka dan Kei datang menengok keadaannya bersama seorang pria berprofesi dokter, teman Arsaka, Aira bahkan tak memiliki cukup tenaga untuk mengingat namanya. Tapi, saat Aira mencegah pria itu untuk pergi, Aira tahu kalau dia seharusnya tidak bertanya 'aku hamil?' karena jawabannya adalah 'tidak'.
"Kamu gak makan?" tanya Aira melihat Deva hanya diam memperhatikannya makan.
"Mau makan di pesawat aja, aku udah pesen tiga makanan buat kita tapi kayaknya kamu lagi gak srek gini kalau makan makanan pesawat."
Aira menghela nafasnya dan mendorong piring di hadapannya, "Buat kamu aja. Nanti kamu gak kuat ngangkat koper kita," ujarnya yang dibalas dengan tatapan tajam dari Deva, "kenapa?"
"Kamu kalau capek, bilang ke aku. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa, Ra," Deva memasang wajah frustasi menghadapi kepolosan Aira, "sekarang kamu makan, kita check out sebentar lagi," suruhnya sambil mendorong kembali piring itu kepada Aira.
Wanita itu menyerah dan menahan rasa mualnya untuk menghabiskan sarapannya.
£
"Mbak, mau window seat," pinta Aira kepada petugas check in counter. Deva yang berdiri di samping Aira mengangkat koper untuk diberikan kepada petugas bagasi mengernyitkan dahi, bingung dengan mood Aira yang berubah drastis hari ini.
"Tumben mau window seat, biasanya gak mau," kata Deva saat melihat boarding pass. Ia sedikit kesal akibat Aira meminta untuk duduk di dekat jendela, mereka mendapat kursi paling belakang.
Aira mengangkat kedua bahunya kemudian duduk di salah satu kursi yang ada di ruang tunggu, tatapannya mengarah ke anak-anak kecil yang berlarian lalu salah satu dari mereka terjatuh, "Ssh, aduh..." seru Aira refleks melihat anak itu menangis kesakitan saat digendong orang tuanya. Deva yang daritadi memperhatikan tingkah laku istrinya itu kini mengerti. Walaupun begitu, ia tak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa duduk di samping Aira, berpikir dengan cara apa lagi dia harus bertahan dengan situasi ini.
"Dev."
"Ya?"
Deva terkesiap begitu melihat kelopak mata Aira dipenuhi bulir-bulir air mata yang tertahan, "Kenapa kamu nangis?" tanyanya khawatir, ia langsung menarik Aira mendekat dan menutupi wajah Aira yang kini terisak agar tak terlihat oleh orang lain.
"I didn't tell you because I think I was pregnant. I've been waiting for this, but all I could do is disappoint you. I'm sorry..."
"No, you don't," Deva mengelus pundak Aira, "ini bukan salah kamu. Kamu juga tidak pernah mengecewakan aku, Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Devair Part. 2 (Completed)
RomanceKehidupan pernikahan memang tak selalu mudah. Itulah yang dialami Deva & Aira di kehidupan pernikahan mereka setelah berjuang dengan kisah yang rumit. Masa lalu dari Deva dan juga Aira bermunculan dan sedikit mengubah keadaan rumah tangga mereka yan...