WARNING : PENDEK (Kind of Teaser)
BACA NOTE DI BAWAH
-
One year passed and we're still trying. Everything is alright, both me and Deva. Once, we suggest to do IVF but the doctor said, no. We could try more. Just wait, he said. But we've been waiting such for a long time and the baby still won't come.
Terkadang aku berandai-andai, bagaimana kalau semua manusia bisa melihat masa depan? Akankan dunia ini akan lebih baik karena manusia tahu apa yang akan terjadi dan berusaha untuk mencegahnya sebelum hal itu terjadi?
Tetapi setelah aku menunggu untuk sesuatu sampai gila seperti ini, aku tidak berharap samasekali manusia bisa melihat masa depan. Jerman tidak akan memulai Perang Eropa jika mereka tahu kalau sekuat apapun mereka menyerang pasti akan kalah juga di akhir Perang Dunia II, begitupula dengan Jepang. Begitupula dengan sejarah lain yang mungkin akan hancur jika manusia bisa melihat ke masa depan.
Dengan mengetahui masa depan, manusia tidak akan berusaha. Seperti aku, kalau saja aku tahu aku tidak akan memiliki anak, pasti aku tidak akan berusaha sekuat ini. Setiap akhir pekan selalu mengunjungi dokter dan menanyakan apa yang terjadi dengan kami sehingga kami tidak dikaruniai seorang anak juga sampai sekarang.
Tapi sayangnya, aku tidak bisa melihat masa depan.
Aku hanya bisa menutup diriku dengan selimut tebal dan terisak saat mendengar lantunan do'a yang diucapkan Deva—masih ingat dengan rangkaian do'a yang dia dapat saat kami terbang ke Jeddah?—ketika shalat malam. Sebelum ini, Deva tidak pernah sekalipun bangun untuk melakukan ibadah ini. Once man wants something, he would try everything, and that is Deva.
Pagi harinya, tepat pukul enam pagi, bukan bau masakan Bu Mir yang kuhirup, namun suaranya yang melengking sekaligus suara pintu kamarku yang digedor-gedor oleh Bu Mir, "Mbak! Mbak!"
Dengan mata setengah terbuka, aku membuka pintu dan melihat Vera sedang duduk di ruang tamu sambil menggendong Laty yang terlelap, "Mbak, ada Mbak Vera, tuh..." Bu Mir menunjuk ruang tamu.
"Ngapain lo pagi-pagi ke sini?" tanyaku sadis, masih mengantuk berat.
"Buset! Seksi amat sih, Tante! Pake baju yang bener dulu kenapa? Mata anak gue di-zholimi sama elo pagi-pagi."
"Gue baru bangun tidur, Ndoro," aku mengabaikan penampilanku yang hanya memakai gaun tidur tipis dan duduk di samping Vera, mengelus Laty yang tumbuh gemuk, "ada apa elo ke sini?"
"Mama gue operasi mendadak sore ini, Ra, gue harus ke Surabaya. Jadi, maksud gue ke sini mau nitip anak gue buat dua hari. Lusa udah gue ambil, kok! Bisa, 'kan, Ra? Gue gak tahu harus minta tolong sama siapa. Gak mungkin juga gue bawa dia ke sana sendirian, mau ditaruh dimana?"
Aku tertegun. Melihat wajah tenang Laty, aku yakin aku bisa menjaganya hanya untuk dua hari. Tapi, apakah aku benar-benar bisa?
"Ada apa sih ribut pagi-pagi?" Deva tiba-tiba muncul dengan hanya memakai celana pendek dan bertelanjang dada.
"Woi!" teriak Vera, "gak malu apa elo pake celana doang di depan gue?"
"Kayak gak pernah liat cowok telanjang aja lo," Deva duduk di sampingku sambil mengelus kepala Laty yang sekarang sudah berpindah ke tanganku, "Si Haris bikin anak pake gamis?"
"Ya, enggak lah!"
"Makanya," Deva mengangkat bahu.
Laty terbangun, dia agak kaget saat yang pertamakali dilihatnya bukan sosok Vera, melainkan wajah kusut Deva. Untung saja dia tidak menangis.
"Vera nitip Laty buat dua hari di sini, gak apa-apa, 'kan?" aku bertanya kepada Deva. Dia hanya mengangguk dan bermain dengan tangan mungil Laty. Aku anggap itu jawaban 'iya'.
"Sip, thanks ya! Gue harus ke bandara sekarang. Jangan nakal sama Tante sama Om ya, Sayang," Vera mencium pipi anaknya dan menaruh sebuah tas bergambar beruang di dekat sofa, "semua yang elo butuhin buat momong anak gue ada di sini, kalau ada apa-apa telpon gue aja."
Aku menatap taksi yang ditumpangi Vera menjauh dari halaman. Dua hari ke depan akan lebih berat dari hari biasanya.
-
Yaaa.. bisa ditebak 'kan part selanjutnya kaya gimana?
Aku mau ngasih tau juga nih kalau mulai minggu depan aku udah holide alias libur alias poelang kampoeng. Jadi, masih gak tahu bisa update atau enggak (fyi, holidenya 3 minggu).
Aku bakal tiga kali naik pesawat dan kebetulan aku naik 3 jenis pesawat yang berbeda. Rencananya, aku mau buat flight review dan aku masukin di Devair Pt. 2 ini. Here is my flight list :
Xpress Air XT**** (gak tau kalau yang ini) PNK-JOG
(approx : Boeing 737-500)
Batik Air ID6363 JOG-CGK
(approx : Boeing 737-900ER)
Garuda Indonesia GA510 CGK-PNK
(approx : 737-800NG)
Kalau kalian mau, tinggal komen aja. Insyallah bakal aku upload foto-foto mugari/mugaranya dan pendapat aku tentang flight yang bersangkutan (mungkin ada yang belum pernah nyobain salah satu maskapai di atas). Jadiii tunggu update selanjutnya, ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Devair Part. 2 (Completed)
RomanceKehidupan pernikahan memang tak selalu mudah. Itulah yang dialami Deva & Aira di kehidupan pernikahan mereka setelah berjuang dengan kisah yang rumit. Masa lalu dari Deva dan juga Aira bermunculan dan sedikit mengubah keadaan rumah tangga mereka yan...