Part 12

9.1K 630 43
                                    

Jangan lupa vote & commentnya! :) Oh iya, skrng aku udah ada ask.fm (kudet) kalian boleh tanya apa aja : ikaccahyani jangan lupa difollow (?)

Full pict credit tu Oom Nelson ganteng

-

D e v a

My job is going nowhere. Touchdown Jakarta besoknya harus stand by, it ruined my week schedule. Pak Bagus is waiting at the arrival gate, jongkok di pinggir-pinggir dinding menunggu aku yang daritadi sibuk mengantre untuk mengambil koperku.

Semoga Pak Bagus tidak bertanya kenapa aku pulang sendiri.

It's just.. the question is such a burden. Aku sedang tidak ingin menjelaskan betapa kecewanya aku melihat Aira tertidur lelap, just an hour after our fight, beberapa jam setelah emosi yang selama ini kutahan meluap begitu saja. And Dirga comes up, entah kenapa saat aku melihat mata istriku, I didn't see 'aku cinta pekerjaanku' thing, dan aku merasakan ada alasan lain yang membuat Aira takes the big desicion in her life itu. Begini, ya, aku jelaskan—karena aku berpengalaman untuk paying penalty of that damn kontrak kerja—di maskapai in (mungkin semua) pramugari kerjanya pake kontrak, seperti karyawan pada umumnya. Untuk panjangnya, tergantung kebijakan, tapi kalau punya Aira setahuku 3-4 tahun which is jika Aira melanjutkan kontrak, itu berarti kami harus menunda memiliki anak sampai kurun waktu tersebut. Mau sampai kapan, Ra? Until I reach 30? Atau sampai aku gak bisa gendong anak kita karena encok?

Aku menyerah untuk berharap kepada Pak Bagus. Malam itu, saat kami memutuskan mampir untuk makan nasi goreng pinggir jalan, aku akhirnya menjawab pertanyaannya dan mengatakan kalau aku dan Aira sedang bertengkar, aku sudah memberitahu Pak Bagus untuk act like usual, like nothing happened between me and Aira, dan blame me God untuk menyuruh Pak Bagus berbohong dan pura-pura tidak tahu apa-apa.

Stand by schedule, thanks again. Gak cukup ya ngebiarin pilotmu ini istirahat aja di waiting room sambil berdoa supaya gak ada pilot yang mangkir? Baru dua jam stand by, duduk manis di sofa, udah ada yang nyuruh terbang, ke Korea lagi.

Oke, tiga hari aja, gak lama. Touchdown lagi di Jakarta setelah looong flight dari Seoul. Capt. Firdaus duduk di sebelah kiriku, sok anteng kalau lagi kerja, kalau udah di hotel sih diajak karaoke tengah malam juga ngikut.

"Siang, Kepten. Ada masalah?"

Saat si Kepten ini sibuk menjelaskan, aku mengemasi barang-barangku, masih duduk di kursi kemudi (how to call this thing for you ya, guys?) dan melepas kacamata yang secara tidak sadar menemani long flight-ku dari Jakarta ke Seoul dan sebaliknya. With this eyeglasses, I'd like to say, I miss her.

London Eye satu-satunya saksi scene bahagiaku dengan Aira, namun lebih banyak saksi untuk kenangan buruk kami, all of our fight and shouts, tears, and despair. Dengan kacamata pemberiannya ini aku bisa membawa satu-satunya kisah bahagiaku dengan Aira kemanapun, bahkan saat aku tidak menghubunginya (untuk kalimat kasarnya mengabaikan). Aku tidak pernah seperti ini, saat aku benar-benar marah pun hatiku akan tetap cair seperti sedia kala, namun untuk kali ini saja, biarkan aku berpikir.

Bagaimana berperang dengan kontrak kerja itu dan Aira.

Kita selalu menyelesaikan apapun berdua, dengan kepala dingin, sekarang setelah tiga tahun menikah, aku sadar kalau tidak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara seperti itu. Pertengkaran ini tidak seperti our fight when Aira buys mesin cuci padahal mesin cuci di rumah masih bagus, atau memutuskan mau dinner di mana untuk merayakan anniversary kita. Just for this case, aku ingin menjauh untuk sementara dari Aira, I need to make my heart even colder to face the reality that she gave to me in London. When she said 'aku mencintai pekerjaan ini' for the reason memanjangkan kontrak kerja, untuk bekerja lagi, dan bertemu Dirga lagi. Ahh, why should I think of him ketika aku dan Aira sudah berbaikan dan dia berjanji tidak akan menggubris apapun yang dilakukan Dirga.

Devair Part. 2 (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang