Chapter III : Pertemuan

1.5K 271 18
                                    

.
.
.

Lagi-lagi ke tempat peramal itu.

Yuki sudah bisa menduganya, seperti biasa, sekali dalam seminggu sang Ibu akan membawanya ke tempat ini. Dan mengabaikan setiap penolakan yang dia lakukan.

Yuki tidak suka berkunjung ke tempat ini. Sebuah rumah sederhana dengan suasana muram di pinggiran kota. Rumahnya pun terlihat tidak terawat dan jauh dari tetangga sekitar. Ada kebun yang diisi berbagai pepohonan yang seolah menjadi pemisah rumah peramal itu dengan dunia luar.

Sang Mama selalu membawanya kemari, setiap minggu, tanpa pernah pernah terlewat, sejak dia berusia 12 tahun.

Kata sang Mama, saat itu Yuki sakit parah secara mendadak. Tubuhnya dipenuhi bercak ungu kehitaman di beberapa bagian. Tubuhnya panas dan gadis itu selalu mengigau tentang sesuatu yang sang Mama tidak pahami. Padahal sore hari sebelum tidur, keadaan putrinya itu baik-baik saja.

Keadaan terus berlanjut hingga 1 minggu lebih. Gadis itu tidak bisa melakukan apapun kecuali bergumam tidak jelas. Dia berkata melihat sesosok mahluk yang mengerikan. Begitu mengerikan hingga Yuki tak sanggup menggambarkannya.

Saat itulah sang Mama sadar ada sesuatu yang tidak beres dengan putri semata wayangnya. Atas saran seorang teman, sang Mama membawa Yuki pada peramal itu. Kata orang, peramal itu bisa melihat apa yang seharusnya tidak terlihat. Meskipun faktanya, melihat mahluk biasa pun dia tidak bisa akibat kebutaan permanen di kedua bola matanya.

Pertama kali datang ke sana, sang Mama sempat diliputi keraguan. Namun, saat melihat peramal itu seolah semua keraguannya sirna. Peramal itu tersenyum ke arahnya, seolah menyambut kedatangan 2 tamunya meskipun kedua matanya tidak bisa melihat.

Bahkan sebelum sang Mama bicara, peramal wanita berpunggung bungkuk, persis seperti gambaran nenek sihir dalam dongeng-dongeng klasik itu sudah mempersilahkan mereka duduk di hadapannya. Kemudian tanpa meminta ijin pada sang empunya, peramal itu meraih tangan mungil Yuki dalam genggaman.

Entah apa yang berkelebat dibayangannya. Namun bola matanya terlihat tak tenang, seolah melihat kilasan demi kilasan yang ada. Mulutnya tak berhenti menggumamkan kalimat demi kalimat. Namun hanya 1 kalimat yang sama yang selalu berulang.

Anak dalam ramalan. Takdirmu akan datang.

Bahkan sudah 5 tahun berlalu sejak kejadian itu, tak pernah sekalipun kalimat itu terlupa saat mereka berkunjung ke sana. Setiap kali sang Mama bertanya apa maksudnya, sang peramal akan menjawab belum waktunya.

Nanti, di ulang tahun putrimu yang ke 17. Bawalah dia kemari.

Dan seperti biasa, sang Mama yang begitu antusias dengan semua ramalannya tentu saja membawa Yuki kesana. Dan di ruangan inilah Yuki kembali duduk, dengan 1 tangan digenggaman sang peramal.

Waktumu sudah tiba.

Yuki dan sang Mama berpandangan, tak mengerti artinya. Meski kalimat itu nyaris hanya berupa bisikan, tapi baik Yuki dan sang Mama bisa mendengarnya. Apa maksudnya dia akan mati?

Kau akan segera bertemu dengannya.

Dengannya? Dia siapa?

Kemudian matanya terpejam begitu lama. Sangat lama...

Pergilah.

Tanpa aba-aba, Yuki langsung menarik tangannya. Ketakutan dengan pupil mata yang diselubungi warna perak itu tiba-tiba menatapnya, benar-benar menatapnya, seolah sedang melihatnya.

Yuki menarik tangan sang Mama dan segera pergi dari rumah itu.

-----00000----

Blue Valley,
Istana Golden East, kediaman sang Pangeran.
.
.
.

Anak Dalam RamalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang