Bagian VIII : Rencana Hardes

1.3K 196 25
                                    

.
.
.

Neraka adalah tempat yang sangat menakutkan bagi semua mahluk, tapi tidak demikian dengan sang Pangeran. Panasnya api neraka, kejamnya penyiksaan di sana, bahkan belati harb pun tak akan bisa membunuhnya. Sang Pangeran tidak dapat dilukai, karena itu meski sang Pangeran melanggar aturan paling berat sekali pun, Pangeran Alexander Kohlér tidak akan kehilangan keabadiannya.

Keabadian itu adalah anugerah sekaligus kutukan...

Setiap dewa pada dasarnya memiliki keabadian. Hanya saja mereka dapat memilih untuk mempertahankannya atau justru melepaskannya. Jika memilih melepaskan keabadian dewa, sebagaimana manusia biasa, mereka akan memiliki batas waktu untuk tetap hidup dan menjalankan tugasnya.

Tapi jika memilih keabadian, belati harb lah satu-satunya yang dapat membinasakan mereka. Tikaman belati tersebut tidak hanya mencabut keabadian mereka, tetapi juga menghancurkan raga mereka menjadi serpihan debu.

Seperti yang menimpa Dewa Besar Zeus. Zeus Yang Agung, yang saat itu bahkan sudah melepaskan keabadiannya sebagai bentuk penyesalan karena sudah membunuh dewi Aphrodite, pasangan sejati dari Pangeran Al, putra kesayangan mereka, harus rela meregang nyawa saat putra kebanggannya sendiri yang menghabisi hidupnya.

Sang Pangeran yang murka saat mengetahui pembunuhan Aphrodite merupakan rencana besar Dewa Besar Zeus, Ayah kandungnya segera memerintahkan penangkapan besar-besaran pada sang Ayah. Dewa Besar Zeus bahkan sama sekali tidak memberikan perlawanan saat digiring memasuki ruang penyiksaan.

Melalui mata putranya, Dewa Besar Zeus hanya bisa melihat dendam. Dan tak ada yang lainnya.

Meski sang Dewa Agung melakukan itu karena memikirkan masa depan sang Pangeran yang dikutuk akan dibunuh oleh pujaan hatinya, tetapi mengingat perbuatannya pada Aphrodite, yang bahkan tak tahu apa-apa, membuatnya merasa bersalah. Karena itu dia sudah siap jika harus mati di tangan putranya sendiri.

Melalui iris onyx sehitam malamnya, sang Pangeran menatap sang Ayah tanpa belas kasihan. Di matanya hanya ada kesumat dendam karena sang Ayah telah merampas satu-satunya sumber kebahagiannya. Sepasang onyx hitam pekat itu berubah keemasan, hal yang hanya terjadi jika sang Pangeran marah besar.

Di tangannya sudah siap sebuah belati yang akan segera melenyapkan Ayah kandungnya.

Tak ada kata yang terucap dari bibir-nya saat sang Ayah menatapnya sendu juga berulang kali memohon maaf. Bukan karena ingin mendapat pengampunan, tetapi karena di dasar hatinya yang paling dalam, sang Dewa Besar Zeus pun merasakan rasa bersalah yang teramat sangat.

Membunuh merupakan perbuatan melanggar hukum yang paling berat. Dan demi sang putra, Dewa Besar Zeus rela melanggarnya. Kini sang Pangeran berada tepat di depannya, dengan satu niat yaitu membalaskan dendam.

Belati harb tepat menusuk ke arah Dewa Besar Zeus melalui sebuah gerakan cepat. Menembus dada dan jantungnya. Bahkan sebelum Dewa Agung itu sempat mengucap kata-kata terakhirnya, tubuhnya sudah lenyap, hancur dalam bentuk serpihan debu.

Sang Pangeran memandang tubuh sang Ayah yang telah tiada bahkan tanpa ekspresi apapun tergambar di wajah tampannya. Tak ada raut penyesalan, tak ada rasa bersalah, bahkan tak ada ekspresi kehilangan. Saat kesumat dendam sudah dibalas, yang ada hanya kelegaan yang sarat.

Dan seseorang mengamati apa yang sang Pangeran perbuat kepada Ayah kandungnya dengan sebuah senyum kemenangan...

-----000000-----

.
.
.

Tempat ini merupakan wujud nyata dari segala mimpi buruk. Bahkan apa yang ada dalam bayang imaji manusia tak akan sanggup menggambarkan kengerian di tempat mengerikan ini.

Anak Dalam RamalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang