.
.
.Gadis cantik itu memasuki kelasnya dengan tergesa. Raut wajahnya terlihat tegang. Beberapa kali gadis itu menengok ke arah belakang, seolah memastikan pemuda itu tidak mengejarnya.
Meski mereka pasti akan bertemu di dalam kelas.
Yuki langsung memilih tempat duduk yang letaknya berjauhan dengan tempat duduknya yang semula. Tekadnya sudah bulat, dia tidak ingin berdekatan atau terlibat apapun lagi dengan anak baru itu.
Tatapan ganjil pemuda itu saat memandangnya membuat tubuh sedikit gemetar.
"Allysa, tukeran duduk ya, gue duduk di tempat lo." Pinta Yuki pada gadis cantik bermata saphire indah yang berprofesi sebagai model itu.
"Why?" Tanya gadis blasteran itu sambil mengangkat bahu.
"Gue bosen di sebelah sana. Pengen deket jendela." Jawab Yuki asal.
"Okay. No problem." Gadis cantik itu segera pindah duduk membawa serta tas sekolahnya. Memandang gadis itu berjalan membuat Yuki yang notabene juga seorang wanita tak sanggup menahan decak kagumnya. Cantik banget!
Rasanya, bila dibandingkan dengan dirinya, Allysa lebih mendekati sosok cantik dewi Aphrodite.
'Ah elah... mikirin apa sih gue? Bodo amat dah sama Aphrodite.' Gadis itu langsung meralat pikirannya sendiri.
Saat Yuki sibuk dengan pikirannya, pemuda itu masuk ke dalam kelas. Langkahnya teratur dan tenang. Dan semua perhatian murid kelas tertuju pada sosoknya.
Ada rasa aneh yang langsung menyergap dirinya. Yuki merasa pemuda itu tetap memandang lekat kepadanya meski jarak mereka terpaut cukup jauh.
Untuk menghilangkan perasaan itu, Yuki mulai menundukkan pandangan, membuka sebuah buku dan berusaha menekuri isinya. Meskipun semua huruf yang dia baca terlewat begitu saja.
Entah kapan pemuda itu melangkah, tapi Yuki tahu dari bayangan yang melingkupinya, pemuda itu kini ada di depannya.
"Kenapa di sini?" Suara bariton dalam itu lagi. Yuki menahan nafas, menahan rasa kesal karena terus menerus diganggu dan juga rasa tak nyaman karena pemuda itu selalu bersikap aneh padanya.
"Emang kenapa? Terserah gue mau duduk di mana juga." Balas Yuki akhirnya, berusaha meredam suaranya agar tidak menjadi bahan perhatian teman-teman sekelasnya. Meskipun itu mustahil, karena seluruh pasang mata kini memandang ke arah mereka.
"Kembalilah bersamaku.." suara bariton itu melembut dengan nada seolah membujuk.
"Gue duduk di sini !" Yuki menekankan kalimatnya, seolah memperlihatkan tekadnya.
"Kenapa kau menghindariku?" Suara itu terdengar seperti tuntutan, daripada pertanyaan.
"Nggak. Gue bilang kan gue cuma mau ganti suasana." Jawab Yuki, mulai kehilangan kesabarannya. Kenapa pemuda ini begitu peduli padanya?
"Aku tidak bisa membiarkanmu di sini. Kembalilah..." nadanya mulai terdengar tajam, seolah memerintah. Yuki tidak suka mendengarnya.
"Emang lo siapa sih? Ngatur-ngatur ." Ujar gadis itu sengit.
Pemuda itu terdiam. Tapi dari sepasang onyx-nya yang menggelap, rahangnya yang mengeras, bibir tipisnya yang mengatup rapat, Yuki tahu pemuda ini marah kepadanya.
Yuki sangka dengan pemuda itu marah kepadanya dia akan bebas dari sepasang onyx yang selalu menatap ke arahnya tersebut. Namun pemuda itu tetap diam. Menatap ke arahnya meski Yuki sama sekali tidak membalas tatapan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Dalam Ramalan
FanfictionYang Mulia Pangeran Alexander Kohlér sudah menunggu sangat lama. Begitu lama hingga rasanya menunggu seumur hidupnya. Hanya satu hal yang membuatnya bertahan sejauh ini. Hanya satu kalimat. "Sang Putri akan terlahir kembali, dalam wujud manusia. Dan...