.
.
.Aphrodite?
Gadis itu bergerak menjauh. Dengan tatapan seolah kebingungan. Manik hazel-nya seolah sedang bertanya, tentang sesuatu yang tak terucap.
Sang Pangeran menatapnya dengan ekspresi terluka. Seolah penolakan gadis itu menyentaknya. Seribu tahun sudah dia menunggi kelahiran sang Putri, ditambah menunggu selama 17 tahun untuk tidak membawanya ke istana dan menyentuhnya. Mengapa sekarang gadis itu menolaknya?
Dia sudah tak mampu menunggu lagi...
Iris onyx-nya menggelap. Tulang rahang sempurnanya mengatup rapat. Bibirnya menipis, seolah menandakan amarah yang tiba-tiba datang menyergap.
Sang Pangeran memajukan tubuh telanjangnya, tidak memperdulikan meski gadis ini terus saja membuat gerakam menghindar. Wajahnya berubah pucat karena ketakutan. Seumur hidupnya inilah pengalaman pertama kali Yuki bersama seorang pria. Di atas sebuah pembaringan.
Tatapan itu terus tertuju ke arahnya. Sementara Yuki bergerak, kemana saja agar tangan pemuda itu tak menjangkaunya.
Lalu dengan gerakan tiba-tiba, setengah memaksa, pemuda itu menarik sebelah tangan Yuki hingga gadis itu jatuh ke pelukannya.
Yuki menjerit ketika dada bidang itu bersentuhan dengan wajahnya. Gadis cantik itu dapat mencium dengan jelas aroma maskulin sekaligus menenangkan yang menguar dari tubuh pemuda tersebut.
Dibelainya rambut gadis itu perlahan. Kemudian ditegadahkannya wajah Yuki yang sebisa mungkin menghindar dengan menundukkan wajahnya. Sekali lagi, kedua bola mata mereka bertemu. Seolah membekukan waktu.
Pemuda itu tiba-tiba kembali menyorongkan wajahnya. Melumat bibir Yuki seolah tak sabar. Namun ada yang berbeda di ciuman kali ini. Seperti... sebuah permintaan maaf.
"Maaf..." alunan selembut beledu itu kembali terdengar. Begitu dekat, seolah berbicara kepada hatinya.
Pemuda itu kembali melumat bibirnya. Yuki kali ini memejamkan mata. Antara amarah, rasa takut, penasaran dan gairah yang tak pernah dia rasakan melingkupinya menjadi satu.
Lalu gadis itu kembali membuka matanya. Dan semua telah kembali normal, seperti sedia kala. Dia tengah berbaring di tempat tidurnya. Dengan piyama tidur favoritnya-bukan gaun sutra seperti yang dia kira-. Gadis itu sendirian di sana. Dengan nafas yang masih terengah seperti habis berlari dengan jauhnya.
Tapi Yuki yakin, itu bukan sekedar imajinasi liarnya saja. Sentuhan itu, ciuman itu... terasa sangat nyata. Bahkan rasa manis bibir sang pemuda itu masih tertinggal di bibirnya.
Mimpi ?
-----000000-----
.
.Karena mimpi aneh itu, pagi ini emosi Yuki menjadi tidak menentu. Pagi-pagi, saat mobil jemputan Ofar datang, Yuki langsung naik tanpa banyak bicara. Mengambil posisi duduk di depan, di sebelah Gema. Mengusir Ofar yang sang empunya mobil untuk duduk di belakang.
Melihat Yuki yang bersikap aneh, bahkan Gema pun segan mau mengajaknya bicara. Saat mereka bersiap berangkat, sebuah mobil Porsche mengikuti mobil Ofar dari belakang. Yuki langsung mengenali mobil itu sebagai mobil kepunyaan si pemuda aneh itu.
Yuki tak ingin bertemu dengannya. Rasanya tak sanggup jika sampai mereka bertemu mata. Entah apa yang akan dia pikirkan karena mimpi itu masih membayang dan mengganggunya.
Sentuhan pemuda itu dalam mimpinya, ciumannya yang memabukkan, tangannya yang dengan berani melakukan penjelajahan liar di tubuhnya, rasanya semua itu terlalu nyata untuk sebuah mimpi. Karena ini mimpi erotis pertamanya, selama 17 tahun hidup di dunia, gadis itu tak pernah merasakan mimpi yang lebih nyata dari ini
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Dalam Ramalan
FanfictionYang Mulia Pangeran Alexander Kohlér sudah menunggu sangat lama. Begitu lama hingga rasanya menunggu seumur hidupnya. Hanya satu hal yang membuatnya bertahan sejauh ini. Hanya satu kalimat. "Sang Putri akan terlahir kembali, dalam wujud manusia. Dan...