Chapter II - My Normal Life

291 7 0
                                    

Beetween US Chapter 2 – My Normal LIfe

Victoria POV

Aku mengerang, tanganku bergerak untuk menutupi kedua telingaku dari deringan alarm yang sengaja ku set semalam. Aku jadi menyesal kenapa memasangnya.

Aku mendesah frustasi, lalu membuka mata dan mendapati jagoanku sudah berdiri dengan baju sekolahnya yang agak berantakkan. Aku mengulurkan tangan ke sisi tempat tidur dan mematikan alarm pagiku.

"Selamat pagi, sayang," sapaku kepada Revan.

"Selamat pagi juga, Mom," balasnya.

"Kenapa kamu tidak tunggu Mama pakaikan baju?" tanyaku sambil mengulurkan tangan untuk membenarkan dasi sekolahnya yang mencong. Aku mengecup pipinya sekilas, dan beranjak untuk ke kamar mandi.

"Mama malam ini pulang jam berapa?" Revan bertanya saat aku hendak mengambil pakaian.

"Mungkin jam 7 malam, Mama ada rapat hari ini, sayang," jawabku. Revan menghembuskan nafasnya dan pergi meninggalkan kamarku tanpa mengucapkan apa-apa.

"Revan?" panggilku, tapi hanya punggung mungilnya yang semakin menjauh yang kudapat. Ia pasti marah lagi, karena aku tidak bisa menemaninya nonton film kartun kesukaannya setiap pukul 5 sore.

Aku menutup pintu lemari dan menahan rasa sakit di hatiku, untuk yang kesekian kalinya aku mengecewakan Revan, walaupun apa yang aku lakukan juga untuk memenuhi kebutuhan hidup kami. Memang, dia tak pernah protes atau marah-marah secara langsung padaku, tapi aku tau dari matanya bahwa dia kesal dan kecewa atas ketidak hadiranku di rumah.

***

Sepanjang sarapan, Revan sudah kembali menjadi seperti Revan yang biasanya, padahal aku tahu dia hanya menutupinya agar aku tidak sedih dan terus memikirkannya selama bekerja. Walaupun umurnya masih kecil, ia sudah mengerti situasi disekelilingnya dengan baik, termasuk mengerti kondisiku.

"Revan mau bawa bekal roti cokelat atau stroberi?" tanyaku sambil mempersiapkan kotak bekal batmannya.

"Yang cokelat aja, Mom," jawabnya.

Aku memasukkan dua potong roti cokelat ke dalam kotak bekalnya dan menaruh susu vanilla di samping tasnya. Karena dia masih dalam masa pertumbuhan, dia memang sangat membutuhkan minuman yang bergizi dan sehat juga makanan yang buatan rumah, aku takut kalau tidak diberi bekal, ia malah jajan diluar.

"Udah semuanya, sayang. Ayo kita berangkat," kataku. Revan mengangguk lalu pergi berlari keluar menuju parkiran mobil. Aku mengambil tas kerjaku dan mematikan lampu-lampu rumah dan tak lupa menguci pintu sebelum keluar menuju parkiran mobil.

Kunci mobil terbuka, Revan menyerbu masuk ke kursi penumpang. Aku membuka pagar halaman, kemudian baru masuk ke kursi kemudi.

Aku keluar dari halaman rumah dan pergi menuju sekolah Revan.

***

"Pintar-pintar belajarnya ya, Nak." Aku mengecup kedua pipinya dan ia juga balas mengecup kedua pipiku.

"Mama juga kerjanya baik-baik," katanya. Aku mengangguk dan iapun keluar dari mobil dan berlari menuju pintu sekolahnya. Aku mau berteriak untuk memberitahunya untuk tidak berlari, karena halaman sekolahnya dipenuhi kerikil hias, takutnya ia jatuh dan luka- aku tak sanggup membayangkannya.

Tapi, belum sempak aku berteriak, aku terpikir bahwa Revan sudah semakin besar sekarang, dia sudah masuk kelas 2 SD dan mungkin aku harus berhenti khawatir terlalu berlebihan.

Aku melajukan mobil keluar dari halaman sekolah Revan menuju kantor tempatku bekerja beberapa tahun belakangan ini.

Aku bekerja di kantor arsitek, awalnya jabatanku hanyalan karyawan biasa dengan gajih pas-pasan, namun semakin lama aku bekerja di sana dan dengan kemampuanku yang bagus di bidang arsitektur, kini aku sudah menjabat pekerjaan yang lebih tinggi di perusahaan tempatku bekerja. Gajihku juga cukup besar, bisa membantuku menyicil rumah yang baru 2 tahun ini aku beli dengan segala jerih payahku, juga mobil keluaran lama yang kubeli bekas.

Between USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang