Julio melangkahkan kakinya dengan serampangan, ia ingin segera masuk kedalam kelas di mana Rafa dan Helina berada di dalamnya, namun ada tangan yang menahan bahunya, otomatis langkah kakinya terhenti. Ia menoleh dan mendapati Imam.
"Apaan sih lo?" Julio berusaha melepaskan tangan Imam di bahunya.
"Lo yang apaan, mau ngapain? Nggak usah ikut campur." Imam membalik Julio hingga mereka berhadapan. "Liat gue Jul, kita cuma sohibnya, cuma bisa ngingetin dia."
"Ngingetin apanya, hah! Dia itu udah punya cewek Mam. Gue udah berkali-kali ngingetin dia dan ini hasilnya." Menggebu-gebu, suara Julio. "Lo yang ngeliat kenapa diam aja? Kenapa nggak masuk terus berhentiin itu kegiatan mereka? Lo udah liat dari tadi kan?"
"Gue juga liatnya barengan lo, please." Imam memutar bola matanya, "pas lo tiba-tiba lari dari tangga, gue ada di lorong depan kelas 2 ips. Gue ikutin lo ke sini dan yah ... syok juga, biarinlah. Udah yuk balik." Imam meraih bahu Julio untuk ia ajak kembali ke lapangan tapi Julio justru melangkah mundur dan langsung berjalan cepat menuju kelas di mana Rafa dan Helina ada di sana.
"Jul! Julio! Shit!" Imam memanggil nama Julio namun yang punya nama tak menggubris panggilan itu, ia bahkan mengumpat karena meliat ekspresia Julio yang ... mengerikan.
Pintu kelas di depannya sedikit terbuka, Julio menendang pintu itu agar terbuka lebih lebar.
Brak!
Suara pintu yang di tendang membuat kegiatan yang tengah dilakukan oleh Rafa dan Helina terhenti, keduanya menoleh ke asal suara dan betapa kagetnya Rafa mendapati wajah Julio sudah merah padam, mata Rafa membelalak kaget mendapati sahabatnya berdiri di depan pintu yang baru saja di tendang. Sementara Helina, gadis itu hanya menampilkan ekspresi kaget sementara, selebihnya senyum mengejek ia tampilkan pada Julio.
***
Setelah melihat betapa berlebihannya ekspresi Raya, Rafa segera pamit pulang. Sebenarnya ia tak pulang, ia berlari menuji kelas smp karena saat keluar kelas tadi matanya tak menangkap sosol Helina ada di sana.
Secepat kilat Rafa berlari, entah apa yang ada dalam otaknya yang jelas, ia harus menemui mantan pacarnya itu. Ia menuju kelas smp yang terletak di paling belakanh dekat kantin, ia masih ingat dulu saat mereka masih berpacaran Helina seringkali menunggunya di sana. Maka pasti siang ini pun Helina juga tengah berada di sana.
Saat sampai di depan kelas, Rafa membuka pintu itu dan segera menutupnya. Benar saja, Helina berada di sana dengan headset yang terpasang di telinga. Rafa melangkahkan kakinya dan berdiri di depan kelas, memandangi Helina sambil mengatut napasnya yang terengah akibat berlari barusan.
"Fa, eh kamu kok ...." Helina yang menyadari seperti ada orang yang tengah memperhatikannya segera berdiri, ia melepas headset-nya dan mendekati Rafa dengan senyum senang.
Saat dirinya sudah berdiri tepat di hadapan Rafa, tanpa di duga, Rafa segera mencium bibir Helina dengan rakus dan terburu. Seperti marah.
"Wow ... stop, stop." Memegang kepala Rafa untuk menghentikan ciuman itu, Helina tersenyum. "Bukan begitu caranya, pelan-pelan aja. Kayak gini."
Helina menempelkan bibirnya pada bibir Rafa yang sedikit terbuka, ia menghisap bibir bagian bawah milik Rafa perlahan hinggu Rafa mulai mengikuti ritmenya. Teratur dan pasti, hingga lama kelamaan ritme ciuman itu lebih cepat dan dalam, Rafa bahkan membawa tubuh Helina merapat pada papan tulis di belakangnya, ciuman Rafa berisi amarah. Itulah yang Helina rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong Bulan Untuk Berdua
Teen FictionSoraya Putri Aku yang selalu beranggapan, bahwa aku dapat melakukan segala hal sendiri ternyata masih membutuhkan orang lain untuk menunjukan apa yang belum pernah ku lihat, sentuh dan ku temui. Note: judul cerita ini dari kumpulan cerpen tere liye...