*Flashback
Seminggu yang lalu, aku dan kak Athar ketemuan di sebuah kafe di dekat sekolah. Disana kami ingin membicarakan bagaimana kelanjutan hubungan kami kedepan nya. Setelah sampai di kafe tersebut, kami memesan 2 gelas kopi dingin. Setelah itu tidak ada percakapan diantara kami,tenggelam dalam pikiran kami masing-masing. Pada akhirnya aku memutuskan untuk memulai bicara.
"Kak, jadi kuliah di Oxford?" Ucapku, menarik dalam-dalam nafasku dan dengan susah payah ku lontarkan kata-kata itu.
"Iyah jadi dek, insya allah berangkat hari minggu ini." Ucapnya, yang berhasil membuat bibirku kelu mendengarnya, hatiku perih, seperti ada batu besar menghantam tubuhku, menyempitkan pembuluh darahku, seperti seluruh sel yang bekerja di dalam tubuhku berhenti bekerja, aku benar-benar mati rasa. Ini tandanya aku dan dia akan berpisah, dan entah sementara atau selamanya.
Aku tau pernyataan itu pasti akan keluar dari bibirnya, tapi hatiku saat ini masih belum siap menerimanya.
Ia menatapku sesaat setelah itu berkata kepadaku.
"Jangan sedih, kita bakal terus komunikasi kok! Kakak bakal selalu kasih kabar ke kamu, kita kan bisa video call. Jaman udah canggih, jadi jangan sedih ya, kakak tau ini semua berat buat kamu, bukan buat kamu aja tapi berat juga buat kakak." Ucapnya yang seakan memahami perasaanku.
Ucapannya bukan malah menghiburku, malah semakin menambah sesak dadaku, setetes air mata jatuh perlahan dari pelupuk mataku, ku usap air mata itu dengan kasar, agar aku tidak terlihat lemah di depannya, aku berusaha kuat didepannya, meski hati ini jauh dari kata kuat, aku tak tau apakah aku bakal kuat tanpanya, menghabiskan waktu ku tanpa dia yang memenuhi relung hatiku selama ini. 3 tahun bukanlah perjalanan yang sebentar, aku berat untuk berpisah dengannya,dalam jarak dan untuk waktu yang cukup lama. Aku tersenyum kepadanya dan menganggukan kepalaku tanda mengerti.
"Kapan kakak bakal pulang?"
Pertanyaanku sendiri malah membuat dadaku semakin nyeri, ribuan air mata jatuh perlahan membasahi baju. Ku gigit bibir bawahku agar tangisku tidak semakin menjadi jadi, namun apa yang terjadi? tangisku semakin deras, setiap kali ku kuatkan diriku, tangisku semakin kencang, hingga aku tak mampu lagi menggingit bibir bawahku.
"Hati tolong tegar, mata tolong kuat!" Ucapku menghibur diriku, yang seakan tidak mau di hibur.
Air mata ini kian deras mengalir tatkala kak Athar menepuk pelan bahuku mencoba menenangkanku,dan memeluk tubuh mungilku dengan erat, tuk memberi kehangatan dan kenyamanan yang selama ini selalu ia beri untuk ku.
"Kakak aku gak bisa hidup tanpa ada kakak di samping aku." Ucapku lirih. Hancur sudah hatiku. Bagai ada batu besar mengahantam tubuhku, tidak memberiku kesempatan walau sedikitpun.
"Jangan nangis sayang, kita masih bisa tetep komunikasi kok! Kita bisa chat, video call di Line, BBM." Ucapnya. Aku hanya terdiam mendengarnya. Bibirku bungkam seribu bahasa. Untuk berapa lama aku hanya akan menantap wajahnya hanya lewat sosmed, Setahun? Dua tahun? Atau bahkan lebih? Aku tak tau!.
"Kak...." Ucapku menatap kedalam mata hitam nya.
"Hm?"
"Kakak kayaknya....hubungan kita.....udah gak bisa diteruskan lagi." Ucapku lirih dalam ketidak berdayaanku.
"Loh emang nya kenapa?" Ucapnya terkejut, ia melepaskan pelukan nya, alisnya terangkat sebelah.
"Aku gak siap LDR-an kak!" Ucapku menutup mataku, mencoba menguatkan diriku yang sudah rapuh, dan hancur. Ia terdiam sejenak, berusaha mencerna omonganku kata demi kata.
"Kakak ngerti rasanya gimana, tapi kakak juga berat mutusin kamu, yang sangat berarti dalam hidup kakak, tapi kalau itu mau kamu yaudah, kakak gak bisa ngelarang keputusan kamu, semoga kamu bisa dapet laki-laki yang lebih baik lagi dari kakak." Ucapanya semakin membuat hatiku sakit, perih, tidak bisa kulikiskan lagi bagaimana sakit dan hancurnya hatiku, tangisku semakin menjadi-jadi. Ribuan sesak memenuhi hatiku sekaligus pikiranku.
Ada rasa ketidakrelaan di benakku ketika kak Athar mengatakan itu, aku juga bahkan tak tau apakah aku harus sedih atau senang kak Athar mengatakan itu.
"Kak..." Ucapku lirih, ku peluk erat tubuh kekarnya, aroma tubuhnya yang mampu menenangkan bagi siapa saja yang menghirupnya. Ku tenggelamkan kepalaku ke dada bidangnya. Ku tumpahkan semua air mataku, hingga membuat bajunya basah dengan air mata.
"Peluklah seerat mungkin, jika itu bisa membuat kamu tenang, selamanya kakak bakal cinta dan sayang sama kamu." Ucapnya. Pelukan nya, dekapan nya, berhasil membuat hatiku tenang, jauh lebih baik dari sebelumnya.
"Kakak bajunya jadi basah, maaf ya." Ucapku melepaskan pelukan.
"Gak apa-apa." Ucapnya mencoba mengerti.
"Kamu mau gak dek nganter kakak minggu sore ke bandara?"Ku anggukan kepalaku tanda setuju.
"Kakak meskipun kita udah putus tetep jalin komunikasi yah." Ucapku mencoba tersenyum dibalik ringkih nya hatiku.
"Iyah, kakak bakal terus ngasih kabar ke kamu." Ucapnya tersenyum ke arahku. Setetes air mata lolos dan membasahi pipi putih nan dinginnya. Baru kali ini aku melihat seorang ATHAR ATHAYA YUDISTHIRA menangis. Seperti bukan kak Athar yang ku kenal, kerapuhan hatinya, yang selama ini ia selalu sembunyikan dariku dibalik tawa dan senyumnya.
"Kakak jangan nangis, aku coba kuat buat kakak, jadi kakak tersenyum demi aku juga ya."
Ucapku mengelap air matanya lewat sudut jemari tanganku. Tanpa membalas perkataanku berusan, ia memeluk tubuhku dengan erat, mungkin ia sama rapuhnya denganku. Dan kini kami sama-sama menangis menyesapi setiap detik demi detik kebersamaan kami kali ini. Kebersamaan yang tidak akan pernah terulang lagi sepanjang sejarah.
"Tuhan tolong hentikan waktu untuk sementara, tolong jangan biarkan kejadian ini berlalu dengan cepat" Batinku penuh harap.
"Kak pulang yuk sudah larut malam." Ucapku melirik jam tanganku, yang menunjukan pukul 7 malam.
"Yaudah, yuk kita pulang." Ucapnya. kemudian beranjak pergi untuk membayar minuman tadi ke kasir.
Di sepanjang perjalanan kami hanya diam.Tenggelam dalam pikiran kami masing-masing. Aku sibuk melihat pemandangan jalan ibu kota yang padat, sedang kak Athar tengah sibuk menyetir. Suasana di dalam mobil terasa canggung.Tidak seperti biasanya, mobil di penuhi oleh gelak tawa kami berdua, biasanya ada saja hal-hal yang kami bicarakan. Mulai dari hal yang kecil sampe hal yang terbesar. Namun kini mobil ini terasa begitu senyap, hanya deru suara mobil dan rintikan hujan yang meramaikan mobil ini.
"Makasih kak, hati-hati di jalan, selamat malam." Ucapku setiba di rumah. Tiba-tiba dia memeluk tubuhku, dan mengecup pucuk kepalaku.
"Iyah, selamat malam sayang, mimpi yang indah ya." Ucapnya tersenyum penuh arti. Yang sukses membuat pipiku memerah karena malu. Ku langkahkan kakiku masuk kedalam rumahku.
To be continue
KAMU SEDANG MEMBACA
ATFAALFE
Fiksi RemajaAllifa Naufalyn Zahra Wijaya Gadis cantik dan ceria berusia 17 tahun, harus mengalami berbagai kisah pahit dalam hidupnya, teror demi teror ia dapatkan dari seseorang dimasa lalu akibat perbuatan yang tidak pernah di lakukannya. Kepribadian ganda...