11.

50 6 2
                                    

Minggu pagi.

Hari ini aku harus pergi ke gereja di pagi hari, tidak seperti biasanya jika aku hanya ikut dibagian ibadah pemuda. Alasan kali ini aku harus bergereja di pagi hari dan bergabung dengan para orangtua adalah supaya rapat koordinasi pergi ke Bandung berjalan lebih lama mengingat minggu depan acaranya, yang artinya juga aku harus berada dalam satu ruangan lebih lama dengan Chris.

Itulah hidup. Merasa lebih baik jadi anggota pasif daripada dipaksa aktif seperti ini.

Aku sudah duduk didalam gereja, tepat disamping mama dan disebelah mama ada papa. Sementara bang Sean berada di bagian belakang sana bersama panitia yang lain. Alasan mereka agar ketika acara gereja selesai, panitia dapat berkumpul lebih mudah.

Tapi tetap saja, aku tidak akan dengan mereka karena pasti akan aneh rasanya tidak banyak berbicara walau aku sangat ingin menjadi diriku sendiri yang banyak bicara.

Colekan di bahuku dari belakang mengganggu fokus pikiranku.

"Mi disuruh kebelakang sama ka Petra. Lo tau sendirikan dia gimana jadi ketua"

Aku hanya mengangguk mendengar alasan Leo mencolekku tadi. Dan memang sepertinya Tuhan ingin aku berdamai dengan seseorang. Buktinya saat aku mengikuti langkah Leo dan sampai dibangku belakang hanya ada satu kursi yang tersisa yaitu di sebelah Chris.

Bimbang rasanya harus duduk disitu atau meminta bertukar tempat dengan bang Sean yang ada di ujung sana. Tapi konsekuensinya adalah aku kena omel bang Sean jika mengganggunya sesaat sebentar lagi ibadah dimulai.

Mau tidak mau aku duduk disebelahnya. Dia yang sedari tadi menatap layar handphone langsung menoleh kearah bangku disebelahnya yang kududuki.

Tak berkata sedikit pun. Dia hanya mempertahankan tatapannya ke arahku. Semoga ia tak berbicara hingga aku juga tak menjawab.

"Kenapa pindah?"

Tuh kan. Aku bilang juga apa. Aku berharap dengan "semoga" yang disisi lain juga bisa terjadi bukan seperti yang aku harapkan.

Aku hanya diam. Dia pikir semudah itu berinteraksi sewajarnya kembali dengannya. Jangan karena hari jumat kemarin keadaan menjadi lebih baik, dia jadi sepercaya diri itu. Ingat, jantung ini masih berdetak lebih cepat didekatnya. Seperti sekarang ini.

Dia mendekatkan kepalanya ke arahku, ingin mencari tahu lebih lagi alasan aku pindah duduk menjadi disampingnya.

Aku yang takut terkena serangan jantung langsung saja menjawab cepat, "Tuntutan"

Sedetik kemudian ia mengangkat kedua alisnya tanda kaget dengan ucapanku kemudian tubuhnya kembali ke posisi semula. Dan aku langsung menghela napas pelan karena terbebas berdekatan dengannya seperti tadi.

Selama ibadah gereja berlangsung tak ada satu kata pun dari mulutku berbicara dengan Chris. Sedekat ini. Kali ini dia tidaklah dibelakangku seperti rapat waktu itu, melainkan disebelahku tapi kami tak berbicara? Itulah.

Setelah selesai aku langsung beranjak berdiri tak ingin lebih lama lagi disebelahnya. Tapi pergerakan ku tertahan oleh tangannya yang menggenggam pergelangan tangan kiriku.

"Mau kemana?"

'Mampus gue. Dipegang lagi haduh gimana mau kabur' pikiranku bersuara.

Perlahan dia lepas genggamannya di tanganku. Mungkin dia sadar akan aksinya yang mendadak itu. Dengan kesempatan seperti itu aku langsung keluar ruangan, entah berjalan kemana asalkan tidak disitu.

Tanpa ku perkirakan ia ikut berdiri dan mengejarku.

"Mi. Omi"

Panggilannya dibelakangku tak kuhiraukan.
Aku terus berjalan cepat tanpa menoleh kebelakang. Tidak kusadari aku memilih toilet untuk tempat menghindar.

Menutup pintu dari dalam, aku langsung bersandar pada belakang pintu sambil memegang dadaku dimana jantungku berdetak.

"Tuh orang gak peka ya. Udah tau gue salting kalo deket dia, tetep aja kayak gitu. Harus gue kasih tau langsung apa kalo gue suka sama dia biar gak kayak gitu lagi?"

Berjalan mondar-mandir di kamar mandi untuk mengulur waktu. Beberapa ibu-ibu dan pemudi terlihat heran dengan sikapku. Tapi aku tidak mempedulikannya.

Setelah keberanianku terkumpul, barulah aku keluar dari kamar mandi untuk rapat di ruang gereja.

Dan disana lagi-lagi hanya ada satu kursi yang kosong disebelahnya. Kenapa tidak ada yang mau duduk disebelahnya? Martha pun juga tidak.

                       ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Author POV

Semua mata tertuju pada Naomi saat ia membuka pintu ruang rapat gereja. Matanya masih menatap kursi disebelah Chris.

"Mi, cepat duduk, malah bengong nih anak" bisik Leo tak sabar melihat Naomi malah melamun.

Naomi seketika tersadar dan langsung duduk disebelah Chris. Martha ada didepannya.

Sesekali ia melirik ke arah Chris yang sibuk mencatat tugas bagian kepanitiannya di ponsel.

Menghela napas panjang dengan penyesalannya, 'Udah kembali ke keadaan semula. Bodoh lo Mi. Gak bisa manfaatin keadaan'

Martha menoleh kebelakang dengan tersenyum, "Vin, lo ke Bandung bawa motor atau mobil?"

Chris langsung melihat kearah Martha yang ada diserong depannya sambil mengangkat alis, "Gue naik bis bareng yang lain"

"Yaah gue kira naik motor. Kan mau nebeng"

Naomi hanya bisa menahan napas melihat kedekatan keduanya. Dulu ia yang dekat seperti itu dengan Chris.

Naomi merasa Chris melirik ke arahnya sekilas setelah Martha kembali menghadap depan, juga terdengar Chris menghela napas, mungkin(?) Kemudian fokus lagi dengan catatannya.

'Kenapa dia? Kayak orang nahan sabar aja. Kan disini gue yang nahan sabar dari tadi' protes hati Naomi.

Semua sudah selesai dijelaskan tugas masing-masing. Diakhiri dengan doa dan bersalaman. Kali ini terlihat jelas bahwa Chris sedang menghindari Naomi. Sementara Naomi hanya bisa maklum karena sudah sering seperti ini. Hampir tiga tahun seperti ini.

Sean menghampiri Naomi, "Mi, kamu gak bareng abang ya, abang soalnya mau ngurus sound system yang mau dibawa ke Bandung"

"Yah terus Omi sama siapa pulangnya? Mama papa kan udah duluan bang"

"Sama Kevin gimana?"

"Menurut ngana?! Dikira kita udah baikan apa bang"

"Emang selama ini berantem?"

"Ya-ya enggak sih, cuma kan you know that" diakhiri dengan tatapan malas kearah Sean.

"Minta jemput Nuel aja"

"Sembarangan. Dikira Nuel pacar Omi apa bang. Nuel juga punya urusan kali, gak selamanya ngurusin Omi mulu, walapun sahabatnya"

"Yaudah jadiin pacar aja"

Kejadian berikutnya adalah perut Sean yang menjadi sasaran empuk Naomi.

"Pulang bareng gue aja Mi" sangat langka Leo menawarkan Naomi pulang bersama.

"Lo lagi gak sakit kan Le?" Naomi dan Sean bersamaan melihat kearah Leo dengan tatapan menyelidik.

"Kan lo gitu sih. Gue mau berbuat baik nih di hari minggu, malah dikira sakit"

Mendengar kata-kata Leo yang seperti itu membuat Naomi tersenyum penuh rasa berterimakasih atas tawaran Leo.

"Boleh deh, yuk pulang. Omi duluan ya bang", kemudian ia lebih dekat dengan Sean untuk berbisik, "bilangin juga ke yang lain, Omi males bilangnya" sebenarnya karena ia merasa tidak enak jika harus pamit juga dengan Chris.

Tanpa disangka Leo berteriak, "WEY GUE SAMA OMI DULUAN YA SEMUANYA"

Sean yang melihat kelakuan Leo langsung tersenyum miring dan menghedikan dagunya, "Tuh udah di wakilkan sama ojekmu"

Naomi langsung meringsut malu karena Leo.

'Dasar Leo idiot'

Ngebosenin ya? Maaf :(

Masih tetap berharap vomment. Thanks😘

AUDACITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang