2. #FLASHBACK

271 78 26
                                    

Hujan mulai mereda setelah 3 jam yang lalu turun dengan derasnya. Bersamaan dengan itu, bunda Dennis kembali ke rumahnya setelah ia terjebak hujan di rumah sahabatnya, Merisa. Sahabat yang sudah dia anggap adik sekaligus tetangganya persis. Wajahnya sumringah dan seperti tidak sabar hendak memberitahukan kabar gembira.

"Ayah...! Dennis...!" bunda Dennis berteriak ketika sampai di ruang tengah. Membuat Dennis dan ayahnya terlonjak kaget dan meninggal kan pekerjaan mereka masing-masing menuju sumber suara.

"Ada apa sih, bunda?" tanya Dennis penasaran.

"Dennis bakalan punya adik. Perempuan," ucap bunda Dennis dengan entengnya. Sedangkan yang mendengarnya seperti baru tersambar petir. Terutama Dennis. Dialah orang pertama yang tidak setuju bahwa dia akan punya adik.

"Maksud bunda, bunda hamil?" tanya ayah Dennis kebingunggan dan dijawab bunda dengan gelengan.

"Lalu?"

"Merisa..."

"Merisa... hamil?" tanya ayah Dennis kembali. Wajahnya refleks memandang rumah yang ada di samping kiri rumahnya.

"Bukan juga," sergah bunda Dennis sebelum mereka salah paham.

"Jadi?"

Bunda menjelaskannya sembari duduk di sofa ruang tengah.

"Ayah tau kan, kalau kembaran Merisa dan suaminya meninggal seminggu yang lalu karena kecelakaan pesawat?"
Ayah Dennis mengangguk-anggukkan kepalanya lalu kembali mendengarkan cerita bunda.

"Nah, mereka kan punya 1 anak, dan berhubung Merisa belum dikaruniai keturunan, jadi, anak kecil itu akan tinggal di rumah merissa.." Bunda Dennis mengakhiri ceritanya dengan wajah cerianya.

***

Dennis acuh tak acuh saat bunda menyuruhnya untuk menyambut tetangga barunya itu. Ia lebih suka menyebutnya sebagai 'tetangga baru' daripada 'adik baru'.

'Huh.. Adik baru? Mimpi.'

Dia lebih memilih bermain sepak bola di taman belakang yang masih becek setelah diguyur hujan kemarin sore. Kebiasaan anak laki-laki saat kecil memang begitu bukan? Pulang ke rumah tak kotor maka belum bisa dikatakan bermain.

Tapi itu dulu. Untuk anak zaman sekarang, berbeda. Tak perlu baju mereka kotor atau tubuh mereka terluka akibat jatuh setelah berlari-lari. Mereka cukup membawa gadget mereka dan duduk berkumpul lalu mereka sibuk dengan permainan masing-masing.

"Dennis..." bunda berteriak memanggilnya dari dalam rumah. Dari nada bicaranya, seperti sedang marah. Segera, Dennis berlari ke arah bundanya. Bundanya sedikit terkejut melihat sekujur tubuh Dennis dipenuhi lumpur.

"Kenapa baru datang sekarang? Sudah bunda panggil dari tadi juga.." Dennis diam. "Ya sudah, kamu ke taman depan. Temui anak kecil yang ada di ayunan. Ingat! Senyum." ucap bundanya tetap optimis walaupun saat Dennis senyum, tak akan terlihat karena lumpur di wajahnya.

***

Ayunan itu bergerak maju-mundur dengan cepatnya membuat Acha tertawa. Hal yang paling dia sukai dari ayunan adalah ketika ayunan itu melaju ke atas depan, rasanya mimpi-mimpi setinggi langit itu mampu dia gapai dengan mudahnya. Kemudian ayunan bergerak mundur dengan cepatnya. Saat itulah, rasanya jantung berdebar-debar, membuat seseorang yang menaiki itu merasa bebannya hilang.

Tiba-tiba seorang anak laki-laki datang menghampirinya dengan memegang bola di tangan kirinya. Usianya tak jauh berbeda darinya. Mungkin saja 8 tahun. Lebih tua darinya 3 tahun. Bajunya kotor berlumpur, tak luput juga wajahnya.

Sejak datang, dia selalu tersenyum memperlihatkan deretan rapi gigi putihnya yang kontras dengan lumpur yang ada di wajahnya. Kemudian, dengan tetap tersenyum, dia mengulurkan tangannya yang penuh dengan lumpur untuk berkenalan.

"Hai..." dia menyapa

"Dennis, Dennis Gilang Mahendra," kali ini dia menaik-turunkan alisnya.

Acha dibuatnya bingung. Bingung apakah harus menerima uluran tangan dari seorang yang tidak dikenalnya. Ia selalu ingat pesan mendiang ayahnya bahwa ia tidak boleh percaya dengan sembarang orang. Lagi pula, tangannya kotor. Pastilah penuh dengan kuman-kuman. Ia tak pernah bermain-main hingga tubuhnya kotor penuh dengan lumpur seperti itu.

"Halooo... Kau dengar aku tidak?" ucap Dennis mengibas-ibaskan tangannya dihadapan muka Acha.

Acha hanya menatapnya. Tidak mau berbicara dengan orang yang belum dikenalnya. Acha akhirnya berlari menjauh dari anak laki-laki itu. Pergi menuju rumah barunha. Rumah dimana impian besarnya akan dimulai.

Setelah kepergian Acha, Dennis mengatakan sesuatu.

"Dasar, sombong!"

Sampai saat itu, Dennis tidak mengetahui nama Acha.

My Past Is Your PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang