10. Perpustakaan rame?

107 29 14
                                    


Bel tanda istirahat pun berbunyi. Memberikan waktu jeda pada otak agar beristirahat dan membiarkan mulut dan lambung yang bekerja. Tetapi, seorang Acha sama sekali tidak tertarik untuk berdesak-desakan demi mengisi perutnya. Dia lebih memilih berdiam di kelas bersama segelintir orang yang berfikiran sama sepertinya.

Sementara di tempat lain, Dennis memperlihatkan ekspresi kekagetanya kepada Zian.

"Apa?! Lo ngajak gue ke perpustakaan? Lo masih waras? Nggak kesambet kan? Tumben banget ke perpustakaan?" cerocos Dennis saat Zian mengajaknya ke perpustakaan tiba-tiba.

"Eh, gue masih waras. Udah ah, cus."

Perpustakaan itu, berada di lantai dua. Lantai dimana kelas Acha berada. Saat di depan ruang perpustakaan, zian tiba-tiba menceletuk.

"Nggak jadi, ah. Rame."

"Rame pala lo pitak. Rame apanya? Orang palingan cuma lima belas orang doang, lo pikir perpus kita kecil, apa? Kecuali kalo lo bawa pasukan perang romawi, itu nggak cukup,"

"Hhh, lo kan tau gue kalo belajar kudu tenang. Udah ah, balik aja,"

'Ck, ni anak maunya apa, sih?' gumam Dennis kesal.


Saat sedang berjalan pulang, Zian tiba-tiba menjatuhkan sekaligus menggelindingkan bolpoinnya di depan kelas Acha. Sengaja.

"E-eh jatoh," Zian mengambil bolpoin itu sembari celingak-celinguk seperti sedang mencari seseorang. Tiba-tiba ada yang menginjak tangannya.

"Aaakkk...," pekikan Zian membahana di seluruh lantai dua gedung itu. Bagaimana tidak?

"Oh, maaf kak, maaf. Nggak sengaja," ucap Luna sangat menyesal. "Sakit, ya?" Luna meniup tangan Zian berharap itu bisa meredakan sakit setelah jari tangan Zian diinjaknya.

"Ada apa, Lun?" tanya Acha yang keluar dari kelas. Zian segera bangkit dan menyapa Acha.

"Eh, Acha. Apa kabar cha?" tanyanya sembari mengibas-ibaskan jarinya yang masih nyeri.

"Baik kak."

Saat itu, Acha tak sengaja bertemu pandang dengan Dennis. Sebisa mungkin Acha memasang wajah sebal padanya. Lalu segera dialihkan pandangannya ke arah Zian dan tersenyum padanya.

"Udah lah, balik," ucap Dennis malas.

"Bentaran napa, sih?" Zian menatap Dennis kesal. Lalu, beralih ke Acha dengan tersenyum dia bertanya, "Nanti, pulang sekolah, mau pulang bareng nggak?" awalnya Acha ingin mengatakan dia hendak pulang dengan Dennis. Tetapi mengingat kejadian tadi pagi, Acha merasa kesal pada Dennis. Jadi, boleh saja kan, jika mbonceng Zian.

"Umm, boleh,"

"Sip, nanti kutunggu ya, di parkiran," ucap Zian senang yang langsung dijawab Acha dengan mengacungkan jempolnya.

Dennis yang melihat itu, tak mau kalah.

"Eee... Luna. Nanti pulang mau aku anterin nggak?"

"Emm.. Maaf kak Dee, aku nggak bisa. Nanti siang aku dijemput mamah."

Acha dan Zian tidak dapat menahan tawanya mendengar jawaban luna.

"Ooo..." hanya itu jawaban Dennis. Dua orang di depannya masih saja tekikik.

"Yaudah, kak. Aku mau pergi dulu," kali ini Acha bicara pada Zian.

"Loh, emangnya mau kemana?" tanya Zian penasaran. Sepertinya dia enggan menyudahi percakapan mereka yang sedang asik.

"Ke perpustakaan," jawab Acha. Luna sedari tadi hanya diam menunduk ia takut kak Zian marah karena ia tadi menginjaknya. Dan juga, dia takut, kak Dennis kesal terhadapnya karena menolak ajakannya.

"Ooo.. Perpustakaan ya. Kebetulan, kakak juga mau kesana."

"Kesana pala lu botak, tadi lo yang minta kesana trus minta langsung balik, sekarang minta balik kesana lagi? Mau lo apaan sih botak?" Dennis mulai geram dengan sifat teman dekat yang sudah dikenalnya dua tahun ini.

"Loh, tadi pitak sekarang kok botak?"

"Kalo pitaknya banyak, ya jadinya botak. Udah ah, balik ke kelas," itu bukan ajakan, melainkan perintah. Karena setelah itu, Dennis telah menyeret Zian.

"Jangan lupa, Cha, parkiraaan," teriak Zian sebelum akhirnya hilang dibalik belokan menuju tangga.

~~~~~~~~~~~~~~

Hai readers. Makasih ya yang udah baca, yang udah vote, yang mau komentar.
Maaf kalo ada typo dan kalimatnya nggak efektif. Amatiran soalnya.
Itu, yang kata-kata kasar jangan ditiru yaaa...

Kamis, 2 Juni 2016

My Past Is Your PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang