5. Dia OSIS?

198 59 17
                                    

Mata Acha menerawang melihat bangunan berbentuk balok itu dengan cermat. Ia sama sekali tidak pernah membayangkan bisa bersekolah di sekolah swasta yang begitu menakjubkan ini. Pantas saja 2 tahun yang lalu, Dennis memaksa ayahnya agar ia di daftarkan di sini. Padahal masih banyak SMA lain yang jauh lebih dekat dari rumahnya.

Acha sendiri tidak tahu bahwa sekolah yang Dennis masukki bisa sehebat ini. Karena pada dasarnya, Acha hanya mengikuti Dennis saja.

Acha melangkah masuk ke dalam kelas. Belum banyak anak yang sudah ada di dalam kelas, tetapi dari kesemuanya tidak ada yang duduk di barisan depan.

'Selalu saja begitu, dari dulu.'

Memang bukan suatu hal aneh jika para murid memilih untuk tidak duduk di barisan paling depan. Tujuan utamanya adalah agar tidak terkena pengawasan guru dan ceramahnya apabila terjadi suatu hal. Padahal, untuk beberapa guru, terkadang perhatian mereka justru pada area belakang-pojok kelas.

Dia menyantelkan tasnya pada pinggiran meja yang sudah disediakan. Bahkan meja dan kursinya jauh berbeda saat di SMP nya dulu. Jika di sekolah-sekolah biasa, tas mereka pasti akan berada di senderan kursi. Namun disini tidak demikian.

Jika Acha tidak salah terka, kursi yang ada di ruangan ini tidak lebih dari 25 anak. Elit, bukan? Dalam satu kelas hanya ada sedikit anak, maka proses belajarnya akan lebih mudah dicerna.

Acha mendudukan pantatnya pada kursi yang bagus itu. Tak lama, seorang perempuan berambut panjang yang nan lurus masuk ke kelas dan berjalan ke arahnya.

"Boleh, aku duduk di sebelahmu?" tanya gadis manis itu.

Acha melihat sekilas name tag siswa itu. Tertera nama Lunata Adrindia di bagian depan-atas.

"Hai... Kenalin namaku Tiffany Acha Dinata dari SMP Pertiwi." tangannya menjulur kepada seseorang bernama Lunata tersebut.

"Salam kenal ya, Tiffany... Namaku Lunata Adrindia, panggil saja aku Luna, aku dari SMP Dharma Bakti.

"No no, no Tiffany. Call me Acha," ucap Acha meralat.

Mereka berbincang layaknya teman yang sudah saling mengenal lama. Acha merasa mereka berdua memiliki banyak kesamaan. Dari mulai hal yang disukai hingga mereka benci.

Mungkin, perbedaan yang mencolok dari mereka adalah gaya berpenampilan mereka. Dapat dilihat dengan jelas bahwa Luna berpenampilan lebih rapi dan teratur. Sedang kan Acha, ia berpenampilan apa adanya. Bahkan, ia tidak pernah memikirkan besok hendak mengenakan apa. Dia mengenakan apa yang ada saja.

Tiba-tiba speaker kelas berbunyi memerintah seluruh anak kelas 10 menuju lapangan utama guna mengikuti upacara pembukaan MOS. Semua yang ada di dalam kelas berhamburan menuju lapangan utama. Acha berdiri hendak menuju ke luar pintu. Namun tiba-tiba sebuah suara dari arah belakang menghentikan langkahnya.

"Kurang duit, mba?" tannya laki-laki itu dan sontak membuat semua yang masih ada di dalam kelas menertawakan dirinya. Menjadi objek dan bahan tertawaan bukanlah sesuatu yang menyenangkan.

Acha berusaha sebisa mungkin menahan amarahnya, karena ia tak mau ada keributan di hari pertama. Semua gara-gara Dennis menuliskan pribahasa tidak bermutu itu.

'Dennis...! Akan kubunuh kau nanti!'

Acha berjalan setengah berlari menuju lapangan utama bersama Luna. Menahan amarah dan malu sekaligus.

Mungkin bisa dibilang SMA ini lebih besar 3 kali lipat dari SMP nya dulu. Berjalan menuju lapangan utama saja rasanya tak sampai-sampai. Karena sedari tadi dia berjalan selalu saja pandangan tertuju padannya. Tepatnya pada tulisan itu.

Setelah semua berkumpul, upacarapun berlangsung dengan sangat membosankan. Pidato kepala yayasan pun banyak tak dihiraukan murid-murid karena teriknya matahari pagi itu.

Yang Acha dengar hanya beberapa bait saja.

"...Saya mengecam atas beberapa perilaku yang menyeleweng 'peloncoan' oleh kakak kelas kepada adik kelasnya yang menimbulkan kerugian di berbagai pihak. Saya tidak mau hal itu terjadi di sekolah saya. Maka dari itu, di sekolahan ini tidak mengadakan acara-acara yang akan merujuk pada hal tersebut..."

"...Dan kami selaku guru-guru juga meminta maaf dikarenakan kami tidak bisa membimbing kalian 3 hari ke depan. Jadi, kami serahkan semua kegiatan pada anggota OSIS dan ketua ekstrakulikuler..."

Setelah mengatakan pidato yang panjang dikali lebar sama dengan luas, semua guru beserta TU meninggalkan lapangan utama dan digantikan oleh wakil ketua OSIS. Acha menundukkan pandangannya ke arah sepatu, lelah.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu"

Acha yang sedang tidak fokus seketika kaget mendengar suara itu. Kepalanya terangkat, matanya menyipit sekejap memastikan apa yang dia dengar tidak salah, setelah itu matanya membulat lebar.

"Dennis??"

~~~~~~~~~~~~~

Yee... Selesai juga.
Trimakasih untuk yang sudah menyempatkan waktunya untuk membaca cerita gaje ini.
Maaf jika ada yang kurang berkenan.

My Past Is Your PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang