"Kalian dari mana saja?" Suara Pattie mengagetkanku dan Justin. Kami sampai ke apartemen jam 6 pagi. Itupun kami harus melewati rintangan karena sudah ada beberapa penggemar Justin yang menangkap basah kami sedang berada dijalanan.
"Kami habis berjalan pagi. Mencari udara segar sebelum beraktifitas," kata Justin salah tingkah. Tingkah nya mengundang mata Pattie dan beberapa kru. Dengan cepat aku langsung berjalan menuju kamarku dan meninggalkan Justin.
Aku melemparkan tubuhku ke kasur. Ah ini gila! Justin menciumku? Kita berciuman? Ya Tuhan! Ini ciuman pertamaku dengan seorang lelaki. Bagaimana kalau ayah dan ibu tahu? Bisa gawat ini. Semoga saja tidak ada yang mengetahui hal ini.
Tok tok tok ...
"Can i come in?" Suara Pattie membuyarkan lamunanku. Aku langsung bangun dan membukakan pintu untukknya. Pattie masuk dengan membawa handphone dan duduk di ujung kasurku. Aku menelan ludahku. Sepertinya ini bukan hal yang baik.
"Please sit with me, Anna." Pattie menyuruhku duduk disamping nya dan aku mengiyakan. Lalu dia memelukku erat. Apa maksudnya? Aku tidak mengerti.
"I just read the news this morning. About what you did with Justin on a street." Aku membelalakan mataku saat mendengarnya. Beritanya sudah tersebar? Berarti? Pattie sudah tau apa yang kami lalukan tadi subuh? Matilah aku.
"Aku tidak akan marah. Aku turut bahagia. Anakku memiliki seorang kekasih." Pattie mengelus pipiku lembut. "Tapi ingat, sayangku, dunia yang sekarang Justin injak ini sangat liar. Aku tidak mau kau dan Justin menjadi sasaran empuk para media. Apalagi penggemar Justin yang terbilang sangat fanatik. Bisa-bisa nanti kau diancam atau dimaki oleh mereka. Kau dan Justin harus lebih berhati-hati. Oke?"
Dengan secepat kilat aku mengangguk dan sedikit tersenyum. Aku jadi merasa tidak enak dengan Pattie. "I'm sorry, Pattie." Aku berkata pelan.
Pattie lalu berjalan ke pintu. "Kau tidak perlu meminta maaf. Tolong beri semangat untuknya dan selalu dukung dia." Lalu dia keluar dari kamarku. Fiuh. Nyaris saja.
Aku menggigit ujung bibirku.
"I just kissed Justin Bieber." Aku bergumam sendiri.
-
"Hi ...," sapa Justin saat aku sedang bersiap untuk pulang kerumah orang tuaku. Hanya sehari saja. Besok aku akan pulang lagi. Aku hanya membalasnya dengan senyuman.
"This is really awkward ... you know ... we're here ... and ... you know what i mean." Justin terlihat salah tingkah dan aku hanya tertawa. Aku tidak terlalu memperhatikannya karena aku sibuk mencari snapback pemberian Justin. Aku mulai mengintip kolong kasurku.
"You looking for this?" Aku langsung menoleh Justin yang sedang memegang barang yang sedang aku cari. Aneh.
Aku menghampirinya lalu Justin memakaikan snapbacknya ke kepalaku. Aku langsung memeluknya erat. Sangat erat. Apakah ini nyata? Dengan mudahnya aku bisa memeluknya sesuka hati. Ini sungguh gila!
Karena aku malu, sangat malu, aku langsung melepaskan pelukan ini dan bersiap-siap lagi. Aku tidak berani menatap wajahnya. Sumpah, momen ini sangat canggung.
"Maafkan aku, aku sangat malu untuk menatap wajahmu," kataku sambil menatap pemandangan diluar jendela.
"It's okay Anna ..." suara Justin sudah berada tepat disebelah telingaku. Ya Tuhan! Dia disebelahku? Aku gugup sekali.
Aku menghadap wajahnya dan menyeringai. Malu sekali rasanya. Tapi karena dia adalah pacarku, aku tidak boleh canggung.
"Cepat pulang, pacarku." Justin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Apa dia akan menciumku lagi?
------
Wait for part 6

KAMU SEDANG MEMBACA
Hurt 2
FanfictionAbout Anna Harper The Sequel of Hurt (A Justin Bieber Love Story) This story is all about the things that Anna been through with Justin.