Gemericik air hujan mulai membasahi dedaunan hijau diluar saat lagu Utopia itu melantun dengan nyaring disebuah kamar. Seorang gadis cantik memandang tetesan air hujan dari dalam kamarnya tanpa kata.
"Puri... puri...Masih aja loe...." Kata Seorang gadis lagi masuk kedalam kamar
"Eh loe Hil udah pulang?." Kata gadis yang bernama Puri itu sambil mematikan music yang didengarnya.
"Loe kenapa? Inget pangeran hujan loe itu? Mau sampek kapan sich loe terus nginget-nginget cowok yang belum tentu inget sama loe." Kata Hilma sambil melepas jaketnya
"Iya refleks aja Hil... lagian juga gue udah gag ngarepin bakal ketemu dia lagi kog. Kan katanya kalau jodoh gag kemana."
"Iya sama aja Puri... pada intinya kan loe masih mengharapkan dia."
"Udah dech gag usah dibahas lagi. Inget itu bukan berarti berharap hilma... bagaimanapun kenangan indah itu bagian dari masalaluku dan gag akan mungkin terlupakan. Ngerti loe."
"Iya dech iya... oh iya tadi loe ditanyain sama Radit."
"Radit? Anak Gizi?"
"Iyalah... siapa lagi."
"Emang tanya soal apa?"
"Kog loe gag ikut kumpul tadi?"
"terus loe jawab apa?"
"Iya gue jawab aja loe lagi kumpul BEM tadi. Kayaknya Radit ada apa-apanya dech sama loe."
"Ada apa-apanya gimana?"
"iya dia suka sama loe."
"udah deh.. mulai ngaco loe itu. Udah mending sekarang loe cepetan mandi... kamar mandi banyak yang kosong tuh."
"Iya-iya bentar... ngomong-ngomong Fika sama Intan mana?"
"Lagi ngerjain tugas di kos sebelah."
"Ohhh... yaudah gue mandi dulu." Kata Hilma sambil berjalan keluar kamar meninggalkan Puri yang masih berdiri disamping jendela kaca
Ingatan Puri kembali ke kenangan indah sekaligus menyakitkan satu tahun silam. Dimana puri masih duduk ditingkat satu di jurusan kebidanan. Aturan yang mewajibkannya untuk tinggal diasrama kebidanan selama satu tahun bersama dengan 159 mahasiswi lainnya. Situasi yang membuat Puri harus rela berbagi dan menjalani system antri disemua kegiatan pokoknya di asrama seperti mandi, menyetrika, mencharge hp dan laptopnya serta tak tertinggal makannya.
Asrama kebidanan telah menjadi penjara indah bagi gadis yang berasal dari kota kelahiran presiden kita yang pertama. Tak banyak kegiatan yang dilakukan oleh Puri selain hanya kuliah dan menetap diasrama. Penjara indah itu seakan mempunyai kunci yang sangat kuat membuatnya enggan untuk pergi sekedar melepas kepenatannya. Baginya keluar dari asrama selain karena tuntutan kuliah atau untuk pulang hanya akan membuang-buang waktu serta uangnya. Maklumlah, puri hanya gadis desa yang mencoba merubah nasibnya dengan berharap akan mendapatkan beasiswa yang sedikit akan mengurangi beban biayanya.
Namun hari itu Puri mempunyai pandangan lain, dia memerlukan sebuah kebebasan yang tidak akan pernah ia dapatkan di rumah maupun diasrama. Penjara emas itu tak bisa membuat pikirannya menjadi cerah setelah beribu-ribu teori kesehatan memaksa masuk kedalam memorinya. Bersama dengan ketiga sahabatnya, Puri keluar dari penjara emasnya yang telah mengurungnya selama satu semester ini.
"Nah gitu dong Pur... sekali-kali keluar. Jangan ngurung diri dikamar aja... sekali keluar cuma nyari makan." Cerocos Hilma saat mereka telah sampai ditempat tujuan mereka di Museum Angkut di Batu.
"Iya iya... gue kan punya alasan kenapa gag pernah keluar."
"yayaya... pemborosan kan? Iya gag segitunya kali Puri... percaya dech sama gue loe gag bakalan bangkrut hanya karena keluar buat refreshing doang."
"Betul itu kata Hilma. Lagian gue rasa bukan hanya itu alasan loe gag pernah keluar. Iyakan?"
"emang apa lagi?"
"Gag ada yang ngajakin loe keluar makanya loe gag pernah mau keluar. Iya gag?" Tanya Intan.
"Mungkin.... Terus sekarang kita ngapain disini?" Tanya Puri
"Tidur pur... ya ngapain gitu... foto-foto atau apa kan bisa."
"Yaudah tunggu apa lagi? Ayo kita narsis."
Keempat gadis cantik itupun mencari tempat yang tepat untuk mereka berfoto ria. Mereka bergaya sesuka hati secara bergantian. Tak jarang mereka meminta bantuan orang lain untuk membantu mereka mengabadikan moment hari ini. Hingga mereka tak menyadari langit telah berubah menjadi mendung. Tak berselang berapa lama hujan deras pun mengguyur tempat itu. Keempat gadis itupun secara refleks berlari untuk berteduh. Bahkan mereka sama sekali tak menyadari bahwa salah satu dari teman mereka terpisah dari rombongan.
"Loch... puri kemana?" Tanya Hilma
"Loh iya... kemana tu anak? Coba loe telpon dech."
"Yaudah bentar...." Kata Hilma mencoba menghubungi Puri. Mereka bercakapan singkat karena memang suasana sedang tak mendukung
"gimana?"
"Dia ada diseberang tuch."
"Yaudah kalau gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
SpiritualHujan membawamu padaku, mengenalkan tentang cinta. Namun karena hujan aku merindumu dan karena hujan aku harus melupakanmu, meletakkanmu sebagai masalalu