Penantian Puri memang telah berakhir namun hidup Puri harus terus berjalan. Setelah kepulangannya dari makam David, Puri menjadi individu yang lebih diam lagi. Lebih banyak melamun dan menyendiri. Intan teman sekamar Puripun dibuat bingung dengan perubahan itu.
"Ri loe kenapa sih? Akhir-akhir ini gue perhatiin loe sering banget melamun, diem terus. Ini gara-gara Radit ya?" Tanya Intan saat Puri sedang melamun
"Gue gak papa kok Tan. Seriusan."
"Ri gue kenal loe udah lama lho. Udah 4 semester lho aku sekamar sama kamu. Aku ngerti banget kamu gak sediem ini dulu. Cerita dong sama aku, jangan diem kayak gini aja. Aku jadi serba salah nih." Tanya Intan serius.
"David."
"David? Nama itu lagi yang bikin loe kayak gin..."
"Dia udah meninggal." Kata Puri menangis. Intan kaget mendengar penuturan sahabatnya.
"Innalillahiwainnailaihoji'un. Darimana loe..."
"Kemarin Radit ngajak aku kesana Tan. Ke makamnya David. Dia meninggal dihari dia mau mengajakku keluar dulu. Aku salah Tan... aku sudah berfikir yang enggak-enggak tentang dia." Kata Puri menangis dalam pelukan Intan.
Intan hanya dapat memeluk sahabatnya ini tanpa mampu berkata apapun. Intan seakan belum bisa percaya bahwa selama ini Puri menunggu seseorang yang memang tak akan pernah bisa kembali lagi.
"Ri... jujur gue gak ngerti harus ngomong apa sekarang. Loe yang sabar ya. David udah tenang disana."
Setiap harinya Puri hanya melamun dan menyendiri. Intan tak mampu berbuat hal lain selain melihat sahabatnya dalam kesendiriannya. Setiap ditanya, Puri selalu menjawab tidak apa apa dengan senyum palsunya. Pada saat kuliahpun Puri tak dapat berkonsentrasi. Pikirannya melayang jauh entah kemana.
"Ri... ada Radit. Kamu mau ketemu sama dia gak?" Tanya Intan saat mereka ada dikamar kos
Puri hanya mengangguk. Mengambil kerudung dan keluar kamar menemui Radit. Puri tersenyum hambar saat menemui Radit. Radit membalas senyuman itu dengan tulus.
"Hai Pur. Gue ganggu loe gak?" Tanya Radit saat puri duduk tak jauh dari tempatnya duduk.
Puri hanya menggeleng. Radit menghela nafasnya pelan. Sebenarnya Radit kesini atas permintaan Intan yang tak tau harus bagaimana lagi untuk membujuk Puri kembali ceria.
"Mau jalan sama gue?" Tanya Radit membuat Puri menatapnya penuh tanda tanya.
"Anterin gue kemakamnya David." Kata Puri mengagetkan Radit. Apa yang ada dalam fikiran gadisnya ini. Bagaimana bisa ia memintanya mengantarkan ke makam David yang ada di Trenggalek sedangkan saat ini hari sudah sore.
"Ke makamnya David? Sore-sore gini? Nyampek sana tengah malem Pur yang ada."
"Tapi loe dah janji dit." Puri menatap Radit tajam
"Iya gue inget janji gue itu. Tapi gak sekarang. Rasional dikit Pur. Janji deh besok hari sabtu atau minggu gue anter loe kesana. Sekarang loe ikut gue nyari makan. Laper nih. Ya?"
"Loe janjikan?"
"Iya Puri. Gue janji."
"Yaudah gue ganti baju dulu." Kata Puri sambil beranjak meinggalkan Radit.
"Sedalam itukah cintamu Pur??? Bagaimana aku mampu menghapus nama itu dari hatimu jika untuk menyelami cintamupun aku seakan tak mampu." Batin Radit
Tak berselang beberapa lama Puri muncul. Tanpa kata mereka pergi menuju tempat yang telah Radit rencanakan. Radit membawa Puri ke paralayang batu. Didalam perjalanan Puri dan Radit tak ada yang bersuara. Bahkan Radit sangat yakin gadis dibelakangnya ini tak menyadari keberadaan mereka saat ini. Dia hanyut dalam pikirannya sendiri.
"Pur udah nyampek nih." Kata Radit saat mereka telah sampai di parkiran paralayang
"Paralayang? Loe bilang tadi mau nyari makan?"
"Nyari makannya nanti habis dari sini. Gue pengen liat bintang disini malem ini."
Puri hanya mampu menghela nafas beratnya. Percuma membantah Radit. Dia punya seribu alasan yang tak mudah untuk dipatahkan oleh Puri. Radit menarik tangan Puri menuju puncak.
"Loe kenapa bawa aku kesini Dit?"
"Kan gue udah bilang pengen liat bintang disini. Bareng loe. Bosen gue liat mendung terus diwajah loe."
Puri hanya membalas perkataan Radit dengan helaan nafas berat
"Loe liat deh, bintang-bintang diatas." Kata Radit sambil menunjuk keatas. Puri mengikuti arah tangan Radit
"Bintang-bintang itu terlihat dekat meskipun jarak mereka teramat jauh."
"Anak SD juga tau itu dit."
"Duh filosofinya yang mau gue bilang ke loe dodol. Jangan dicela dulu lah." Kata Radit geram
"Ok ok lanjutin."
"Bintang itu sama kayak loe sama David sekarang." Kata Radit sambil memandang langit. Puri mengangkat satu alisnya
"Ri... David sekarang emang jauh. Bahkan sangat jauh tak terjangkau. Tapi percayalah, dia selalu ada didekat kamu, ada dihatimu. Udah dong murungnya. Gak capek itu wajah ditekuk mulu. Gak kasian temen-temenmu sumpek liat wajah kusutmu itu. Gak kasian sama orangtuamu nguliahin kamu sampek semester 4 gini anaknya malah sibuk patah hati. Udah dong sedihnya Ri. Jangan siksa tubuhmu buat mikirin David. Dia udah tenang disana. Hidupmu masih harus terus berlanjut." Kata Radit menatap kedepan. Puri terdiam. Airmatanya mengalir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
SpiritualHujan membawamu padaku, mengenalkan tentang cinta. Namun karena hujan aku merindumu dan karena hujan aku harus melupakanmu, meletakkanmu sebagai masalalu