Puri hanya memandang pekarangan depan rumahnya. Pikiran menerawang jauh apa yang baru saja ia dengar. Percakapan kedua orang tuanya dan Radit, seseorang yang hampir satu tahun ini menjadi suaminya.
Bagaimana lelaki sebaik, sesempurna Radit mau terjebak dengannya yang kini hanya mampu duduk dalam kursi roda. Dokter telah memvonis Puri akan lumpuh seumur hidupnya. Saraf pada kakinya tidak dapat berfungsi kembali. Hal itu sudah sangat membuat wanita itu terpuruk. Dia pun masih harus menerima kenyataan bahwa dia tidak akan pernah memiliki anak. Dia menjadi wanita yang mandul sekarang. Setidaknya itulah yang dia dengar dari percakapan kedua orang tuanya dan Radit.
Flash back on
"Nak... Kenapa kamu tak pernah mengatakan hal ini pada kami? Kenapa kamu menyembunyikan keadaan anak kami?" tanya Ibu pada Radit. Radit memang baru menceritakan keadaan istrinya kepada kedua mertuanya, saat usia pernikahan mereka tengah memasuki satu tahun.
"Maaf pak bu.... Sebenarnya Radit juga ingin mengatakan hal ini dulu. Tapi melihat kebahagian kalian karena putri kalian telah kembali. Aku gak mau merusaknya. Apalagi saat itu kata Hasbi semuanya masih bisa diusahakan. Maaf. Radit cuma gak mau menyakiti kalian terutama Puri."
"Sudahlah bu... Yang penting sekarang kita tau bagaimana keadaan anak kita. Lalu sekarang bagaimana perkembangannya dit?" tanya ayah
"Radit gak tau pak bu. Hasbi bilang kemungkinan Puri sembuh sangat kecil. Hanya keajaiban yang bisa menyembuhkan Puri." kata Radit pahit
"itu artinya selamanya Puri akan lumpuh?" tanya ibu sedih
"iya bu... Tapi..."
"Tapi apa dit?" tanya ibu lagi
"Puri mandul bu. Ada kekacauan hormon didalam tubuh Puri."
"Astagfirullah... Cobaan apa lagi ini?" ratap ibu dalam pelukan bapak.
"kedua orangtuamu sudah tau hal ini dit?" tanya bapak
"belum pak. Tapi Radit janji setelah ini Radit akan kasih tau mereka."
"Apa kamu akan meninggalkan putri ibu dit?" tanya ibu berat hati. Ada luka disana.
"Bu... Sekalipun gak pernah terbesit dalam fikiran Radit untuk pergi. Puri itu hidup Radit. Apapun yang terjadi, bagaimanapun keadaan Puri. Radit juga bukan manusia sempurna bu."
"Tapi bagaimana dengan orangtuamu Dit? Apa mereka mau menerima keadaan Puri?"
"Pak... Bu... Percaya sama saya. Semuanya akan baik-baik saja."
"Bapak percaya padamu Dit."
Flash back off
"Kamu kenapa? Kok nangis? Ada yang sakit? Kita ke dokter ya?" kata Radit panik melihat istrinya menangis. Puri hanya menggeleng.
"Aku gakpapa kok dit." kata Puri mencoba untuk tersenyum.
"kamu jangan bohong sayang. Aku sudah sangat mengenal kamu. Kamu kenapa? Ada yang lagi ganggu fikiran kamu?" tanya Radit menggenggam tangan istrinya.
"Kamu kenapa masih disini Dit? Padahal kamu tau keadaanku dari dulu? Kenapa kamu gak pergi aja Dit? Kenapa?" tanya Puri histeris.
"Karena aku cinta sama kamu Puri." kata Radit sambil memeluk istrinya.
"Cinta? Kamu cinta sama wanita lumpuh dan mandul ini? Kamu bohong dit. Kamu hanya kasihan sama aku. Iya kan dit?"
"Enggak. Kamu salah kalau aku cuma kasian sama kamu Sayang. Dengerin aku, aku gak peduli kamu lumpuh ataupun mandul. Aku cuma mau kamu Puri. Kamu hidup aku."
"Tapi aku cacat Dit. Aku ini wanita cacat. Aku malu dit."
"Dengerin aku Puri. Kamu gak cacat. Kamu sempurna. Kamu memiliki hati yang sangat sempurna. Yang belum tentu orang lain punya. Aku bisa jadi kaki buat kamu."
"Tapi kamu gak akan pernah punya anak Dit. Aku ini mandul."
"kata siapa?Apa Allah pernah kasih tau kamu? Sayang. Dengerin aku, maut, jodoh, rezeki semua udah di atur sama Allah. Diluar sana banyak yang lebih gak beruntung dari kita."
"Tapi ayah bunda bagaimana Dit? Mereka gak mungkin gak peduli dengan hal ini dit."
"Iya aku tau. Kita hadapi sama-sama ya. Insyaallah semua akan baik-baik aja. Yah?" tanya Radit meyakinkan. Puri hanya dapat mengangguk ragu.
"Kita lewati ujian ini bersama ya. Allah tidak menguji hamba-Nya, kalau hamba-Nya tak mampu melewatinya. Sekarang dihapus dong airmatanya. Kamu tuh kalau nangis gak cantik." kata Radit lagi sembari menghapus air mata istrinya.
"Dit... Memangnya kamu gak malu punya istri kayak aku? Aku yang kemana-mana harus pakek kursi roda ini?" tanya Puri ragu.
"Malu? Untuk apa? Istriku menutup auratnya dengan sempurna, insyaallah ibadahnya juga rajin, sayang dan berbakti sama suami dan orangtua. Lalu apa yang bikin aku malu Puri?"
"Aku malu Dit. Bahkan sampai saat ini aku masih belum sepenuhnya mencintai kamu."
"Kamu mau memberi aku satu ruang kecil dalam hatimu saja sudah sangat cukup buat aku Puri. Udah jangan mikir aneh-aneh deh kamu."
"Tapi Dit..."
"Tapi apa lagi sih istriku tersayang? Lama-lama aku cium kamu. Mau aku cium disini?" tanya Radit geram.
"No! Sampek kamu berani nyium aku disini, gak aku bolehin kamu tidur dikamar." Ancam Puri.
"Tapi aku pengen..." kata Radit semakin mendekat kearah Puri.
"Radit. Nanti kalau bapak, ibuk atau Kahfi gimana?"
"Mereka pasti maklum sayang."
"Radit berhenti gak?" teriak Puri geram.
Cup. Radit berhasil mencium pipi istrinya.
"Radit!"
"Hehe habisnya kamu kalau marah gitu bikin orang gemes sayang."
"Tau ah. Aku ngambek sama kamu. Kamu ngeselin."
"Tapi ngangenin kan?"
"Udah ah aku mau masuk. Minggir kamu." kata Puri hendak pergi dengan kursi rodanya.
"Disini dulu lah. Aku masih mau ngabisin waktu sama kamu."
"Manja."
"kan aku manjanya cuma sama kamu yang."
"Makasih Dit."
"Buat apa lagi sayang? Hari ini aku belum ngasih kamu hadiah kan?"
"Terima kasih karena kaku udah mencintai aku. Bahkan sangat-sangat mencintaiku. Aku merasa menjadi wanita yang sangat beruntung Dit."
"Sama-sama sayang."
"Dit aku laper. Tadi siang kan kita belum makan. Hehe."
"Astagfirullah. Aku lupa. Yaudah sekarang kita makan. Semoga tadi Kahfi gak menghabiskan semua makanannya." kata Radit sembari mendorong kursi roda Puri.
"Ya Allah... Jika memang aku hidup karena keajaiban dari-Mu. Bolehkah aku meminta lagi? Beri kami keturunan yang sholih-sholihah." Batin Puri
"Ya Allah, aku tau Engkau tak mungkin memberi ujian pada hamba bila hamba tak sanggup memenghadapinya. Tapi bolehkah aku meminta, hapus segala kesedihan istriku. Dia sudah terlalu banyak menderita selama ini. Berikan kamu keturunan yang mampu menghapus kesedihannya." batin Radit berusaha menghapus airmatanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
SpiritualHujan membawamu padaku, mengenalkan tentang cinta. Namun karena hujan aku merindumu dan karena hujan aku harus melupakanmu, meletakkanmu sebagai masalalu