Namun, melihat gadis yang ia cintai menangis seperti ini membuatnya turut merasakan perih. Ada rasa menyesal dalam diri Radit.
"Maafin gue. Kalau aja dari dulu kamar David gue bersihin pasti kejadiannya tak seperti ini. Loe gak terlalu lama menunggu dalam ketidakpastian. Maafin gue Pur."
Puri hanya menatap mata Radit tajam. Gadis itu seakan menemukan sosok David didalam diri Radit. Puri tak mampu mengutarakan maksud hatinya.
Puri hanya menggeleng menanggapi permintaan maaf Radit. Puri semakin menenggelamkan kepalanya pada Radit. Menangis dalam diamnya. Mencari ketenangan disana.
"Sedalam itukah cintamu pada David? Bahkan aku sampai cemburu padanya yang kinipun tak bisa mendekapmu. Berhentilah menangis. Itu sangat menyakitkan untukku." Batin Radit dengan mata mulai berkaca-kaca.
"Kita pulang ya?" Kata Radit sambil menghapus airmata Puri.
Puri kembali menggeleng sambil menangis.
"Sebentar lagi hujan Ri. Kita harus pulang." Kata Radit menarik Puri untuk bangkit. Namun Puri kembali menggeleng tak mau.
"Mau sampek kapan loe meratap?? Sampek airmata loe habis? Sampek David menghapus airmatamu? David udah mati Puri. David udah mati setahun yang lalu. Dia gak akan pernah kembali lagi buat menghapus airmata loe ini. Dia udah ma..."
"PLAKKK!!!!" Tamparan keras menghentikan ucapan Radit. Puri menampar Radit sambil menangis keras.
Radit mengusap wajahnya yang lusuh. Tak taukah gadis ini bahwa dia juga tersakiti disini.
"Kalau loe mau pulang. Pulang aja sendiri. Gue bisa pulang sendiri nanti."
"Ok gue minta maaf tadi gue kasar sama loe. Tapi kita harus pulang Ri. Sebentar lagi hujan. Gue gak mau loe sakit setelah ini. Inget sebentar lagi kita UAS. loe mesti jaga kesehatan loe. Gue janji sehabis UAS gue bakal anter loe kesini lagi. Sesering apapun loe minta gue anterin kesini gue siap. Tapi sekarang kita pulang ya?"
"Janji?" Tanya Puri meyakinkan.
"Iya gue janji. Sekarang kita pulang ya?" Kata Radit sambil kembali menghapus airmata Puri.
Puri hanya mengangguk.
Belum sempat mereka pergi meninggalkan makam David hujan telah membasahi mereka. Radit menarik tangan Puri untuk berteduh namun Puri menolak. Puri menikmati tetes demi tetes air hujan yang menerpa wajahnya. Radit hanya memandang Puri tanpa beranjak sedikitpun dari tempatnya berpijak.
"Jika kamu memang beneran hadir disini, tolong tunjukkan senyuman yang kamu janjikan itu David. Aku juga mencintaimu pangeran hujan." Batin Puri sambil memejamkan matanya.
Air mata Puri kembali menetes hilang diterpa tetesan air hujan. Puing-puing kenangannya bersama David kembali berputar-putar dimatanya. Hujan ini membuat Puri merasakan kehadiran David disisinya. Menggenggam tangannya, menghapus airmatanya dan tersenyum padanya. Namun hujan inipun menyadarkan Puri David telah tiada, semakin ia mengingat David semakin sakit hatinya. Seberapapun besar cintanya pada David itu sudah tak ada gunanya lagi. Ia hanya mampu menyimpannya sendiri. Tatapan Puri beralih pada Radit yang berdiri didepannya. Radit hanya tersenyum dan menarik tangan Puri untuk pergi dari makam David ditengah derasnya air hujan.
"Mungkin saat ini hanya menggenggam tanganmu yang aku mampu, namun nanti entah kapan, akupun akan menggenggam hatimu, takkan ku biarkan kamu menangis lagi." Batin Radit sambil menggenggam tangan Puri. Pergi meninggalkan makam David yang mulai basah diguyur hujan.
"Aku tak tau harus senang atau sedih setelah ini Vid. Satu tahun aku menunggumu, dan ternyata penantianku berakhir seperti ini. Tapi setidaknya aku lega aku telah menemukan titik terang dari penantianku. Meskipun bukan berakhir bahagia seperti keinginanku. Semoga kamu tenang di alam sana. Dan semoga aku bisa melalui hidupku meski tanpa kamu." Batin Puri.
Merekapun pulang tanpa kata. Radit sibuk dengan perang hatinya, begitupun dengan Puri. Hanya deraian hujanlah yang menghiasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
SpiritualHujan membawamu padaku, mengenalkan tentang cinta. Namun karena hujan aku merindumu dan karena hujan aku harus melupakanmu, meletakkanmu sebagai masalalu