"Kamu pikirin baik-baik keputusanmu dit. Sudah cukup dua tahun kamu nungguin dia dit. Bunda cuma gak mau waktumu terbuang sia-sia untuk menunggu Puri sadar. Hidupmu harus terus berlanjut nak." Kata Bunda Radit
"Bunda... Radit yakin Puri akan bangun. Radit yakin itu. Jadi tolong ijinin Radit untuk tetap menunggu Puri Bun. Restui Radit untuk menikahinya Bun." Kata Radit mantap menatap kedua orang taunya.
"Radit! Ibu gak akan pernah rela anak ibu menikah dengan orang yang sudah mati."
"Bunda. Puri masih hidup. Dia cuma sedang tertidur bunda."
"Pergilah Dit. Tunjukkan pada bundamu kalau Purimu itu memang benar masih hidup. Ayah merestuimu"
"Terimakasih ayah. Assalamualaikum."
Setahun ini Radit memang telah memantapkan hatinya, memilih pergi atau tetap disisi Puri. Dan hatinya semakin yakin bahwa dia harus menunggu terlebih saat beberapa hari ini, Puri hadir disetiap mimpinya. Inilah keputusannya. Menikahi gadis koma itu.
"Kamu yakin dengan keputusanmu? Bagaimana kalau Puri tidak akan bangun setelah ini? Bagaimana kalau puri tidak menerimamu setelah dia sadar nanti Dit?" Kata Pak Rudi saat Radit mengutarakan niatnya.
"Insyaallah keputusan saya sudah bulat pak. Mungkin saya egois menikahi orang yang tidak sadarkan diri. Tapi percayalah pak saya melakukan ini hanya untuk menjaga saya dan juga Puri dari fitnah dunia dan akhirat. Kalaupun nantinya Puri tidak akan menerima pernikahan ini saya rela untuk melepasnya." Kata Radit meyakinkan.
"Baiklah Dit. Bapak merestui pernikahan ini. Bu gimana?" Tanya pak Rudi pada istrinya
"Ibu ikut bapak saja." Kata Ibu Dewi.
"Baiklah bapak akan mengurus ini semua." Kata pak Rudi bangkit dari duduknya.
"Jujur Dit, ibu gak tau harus senang atau sedih dengan usulan kamu ini. Tapi terimakasih untuk cintamu kepada putri ibu. Dia sangat beruntung dicintai lelaki sepertimu."
"Ibu berlebihan. Radit cuma berdoa semoga setelah ini Puri mau bangun bu."
"Ayah bundamu bagaimana?"
"Insyaallah mereka juga merestui bu. Nanti Radit akan mengabari mereka." Kata Radit sambil menyembunyikan satu kebohongan.
"Terus gimana usahamu disana Dit?" Tanya Dewi. Radit memang membuka warung makan herbal yang sangat diminati pengunjung. Bahkan warung itu kini telah membuka cabang dibeberapa wilayah termasuk Blitar
"Alhamdulillah berkat doa restu ibu juga semuanya lancar. Pembukaan cabang di Blitarpun lancar kemarin bu. Sayangnya ibu dan bapak tidak bisa menghadirinya."
"Maaf ya Dit. Ibu harus keluar kota kemarin. Dan terpaksa bapak yang harus menunggui Puri."
"Iya bu tidak apa-apa. Kahfi sudah mewakili kok. Oh iya bu Kahfi rencananya mau lanjut kuliah dimana bu?" Kahfi adalah adik laki-laki Puri yang saat ini tengah duduk di bangku SMA kelas 12.
"Masih bingung dianya Dit. Ibu sama bapak sih terserah anaknya aja. Toh dia juga sudah besar."
"Kamu berapa bersaudara Dit?"
"Saya tunggal bu."
"Ini pada ngobrolin apa? Seru banget kayaknya. Oh iya Dit ini penghulu sama saksi-saksinya." Kata Pak Rudi dengan 3 orang dibelakangnya.
"Hmm iya pak."
"Baik kita bisa mulai sekarang pak." Kata Pak Rudi sambil mempersilahkan masuk penghulu dan saksi.
Radit duduk didepan Pak Rudi dan penghulu sedangkan kedua saksi berada disisi kanan kiri. Bu Dewi melihat dari tempat duduk didekat Puri. Tangan Pak Rudi menjabat tangan Radit
"Saudara Radit Alfiansyah Habibi bin Imran Habibi saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan anak saya Puri Rahmatika Zahara binti Rudi Setiawan dengan maskawin seperangkat alat sholat dibayar tunai." Ijab pak Rudi
"Saya terima nikah dan kawinnya Puri Rahmatika Zahara binti Rudi Setiawan dengan maskawin tersebut tunai." Qabul Radit lantang.
Penghulu memimpin doa untuk pernikahan ini. Dan menyelipkan doa agar mempelai wanita segera terbangun dari tidur panjangnya. Setelah penghulu dan dua saksi undur diri, Radit menghampiri Puri yang telah sah menjadi istrinya dimata agama.
"Kamu tau, aku berharap kamu memang putri tidur yang akan terbangun saat cinta sejatimu datang dan menciummu. Dan aku sangat berharap akulah pangeran itu." Kata Radit lalu mencium kening Puri.
"Aku mencintaimu istriku." Kata Radit sebelum ia mencium bibir Puri, hanya mengecupnya lama.
Ibu Dewi menangis terharu melihat Radit menyapa istrinya. Berharap putrinya akan bangun setelah ini.
Dan harapan itu benar terkabulkan. Perlahan mata Puri terbuka. Kedua orangtuanya terpaku melihat keajaiban itu. Radit jauh lebih tidak percaya apa yang baru ia lihat. Dewi datang menghampiri putrinya.
"Ibu haus." Kata Puri. Radit langsung memberikan segelas air minum pada Dewi
"Radit panggilkan dokter dulu Pak." Kata Radit mulai menetralkan detak jantungnya.
Tak beberapa lama dokter datang dengan diikuti Radit dibelakangnya. Dokter memeriksa semua keadaan Puri. Beberapa syaraf pada kaki puri mengalami kelumpuhan sementara. Namun dokter menyarankab puri untuk ikut terapi agar syarafnya dapat berfungsi kembali
"Kenapa gak loe lakuin dari dulu aja dit kalau tau obatnya cuma loe nikahin." Kata dokter itu berbisik. Dokter Hasbi dan Radit memang akrab. Radit banyak menghabiskan waktunya untuk berdiskusi dengan dokter muda itu ketika mengunjungi Puri. Radit hanya tersenyum mendengar penuturan Dokter Hasbi.
"Ibu berapa lama Puri koma?" Tanya Puri pada ibu dan bapaknya.
"Dua tahun sayang."
"Dua tahun bu???"
"Ya dua tahun kamu tidur nak. Ibu sama bunda awalnya sudah ingin menyerah tapi Radit meyakinkan kami bahwa kamu pasti akan bangun suatu saat nanti. Kamu seperti putri tidur nak."
"Dit... makasih ya."
"Gak perlu terimakasih. Aku ngelakuin apa yang menurutku benar aja kok." Kata Radit tersenyum tulus.
"Ibu sama bapak keluar dulu. Mau cari makan." Kata pak Rudi sambil menarik tangan istrinya
"Well apa kabarmu dit? Sibuk apa kamu sekarang?"
"Ya alhamdulillah lebih baik saat aku liat kamu bangun. Hmm kalau kamu tanya aku sedang sibuk apa, aku sedang sibuk nungguin putri tidur yang gak mau bangun-bangun."
"Maaf." Kata Puri tertunduk sedih
"Aku cuma bercanda Puri. Aku lagi sibuk ngurus pembukaan cabang warung makanku di malang sama kediri sekarang."
"Wow... jadi kamu habis lulus buka warung Dit?"
"Alhamdulillah Pur. Nanti kalau kamu udah sembuh aku bakal ngajak kamu kewarungku di blitar."
"Masyaallah... aku senang mendengarnya. Udah nikah?"
"Kenapa kamu nanyain udah nikah belum? Mau ngajakin aku nikah Pur?" Goda Radit pada istrinya. Pipi Puri merona.
"Ya cuma tanya aja dit. Masak pengusaha sukses kayak kamu belum nikah."
"Kan aku nungguin kamu Pur." Goda Radit lagi
"Radit berhenti menggodaku." Kata Puri geram. Radit tertawa melihat respon Puri
"Apa kabar Hilda, Fika dan Lisa?"
"Mereka baik kok. Mereka sering menanyakan keadaan kamu. Hubungin mereka gih. Mereka pasti senang." Kata Radit sembari memberikan hpnya pada Puri. Puri menerimanya dengan senang hati dan mulai mencari satu persatu kontak sahabatnya. Radit duduk dengan senyumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
SpiritualHujan membawamu padaku, mengenalkan tentang cinta. Namun karena hujan aku merindumu dan karena hujan aku harus melupakanmu, meletakkanmu sebagai masalalu