Sudah beberapa hari ini Puri melakukan terapi untuk mencoba mengaktifkan syaraf-syaraf, bersama dokter Hasbi dan tentunya ada Radit yang selalu menemaninya. Tapi hari ini Radit harus kembali ke Surabaya untuk mengecek usaha warung herbalnya.
Puri POV
Seperti hari-hari biasanya aku memang tengah melakukan terapi untuk mengaktifkan kembali syaraf-syarafku yang telah lama istirahat akibat koma yang terlalu lama. Hari ini aku belajar untuk berjalan setelah kemarin aku telah berlatih untuk menggerakkan tanganku lalu berlatih untuk duduk.
Dokter Hasbilah yang membantuku melaksanakan terapi ini. Dia dokter yang sangat baik, tampan dan humble. Bahkan Radit sering cemburu melihat kedekatanku dan dokter Hasbi yah meskipun dia tak mengakuinya.
"Puri sudah siap untuk terapi hari ini?" Tanya dokter hasbi padaku pagi ini.
"Sudah dok."
"Radit kemana? Tumben dia gak nongol hari ini?"
"Hmm Radit lagi ke Surabaya dok. Kemarin dia berangkatnya."
"Oh... aku rasa kamu sedang merindukannya Pur?" Kata Dokter Hasbi membuatku terkejut.
"Rindu?? Sama Radit? Dokter jangan ngaco deh. Ayo kita mulai saja terapinya."
"Ah ok baiklah. Ayo." Kata dokter Hasbi sembari membantuku berdiri.
"Apa benar aku merindukannya?" Batin Puri
Radit POV
Hari ini terasa sangat lama berlalu. pikiranku benar-benar tertinggal di blitar. Bagaimana tidak dari kemarin mulai dari perjalanan menuju rumah sampai sekarang meeting dengan managerku, apa yang dia sampaikan takku tangkap sedikitpun. Huh jadi seperti inikah berpisah dengan istri?
"Dit." Dia ayahku, semenjak aku lebih sering menghabiskan waktuku di blitar, ayahlah yang merelakan sedikit waktunya untuk sekedar mengecek warung herbalku disini.
"Iya yah? Ada apa?"
"kapan kamu balik ke blitar?"
"Entahlah yah. Pokok selesai semua urusan Radit, Radit bakal balik ke blitar lagi."
"Kapan kamu bawa mantu bunda kesini dit?" Tanya bundaku. Aku terkejut. Tentu saja, ingatanku masih sangat kuat saat bunda mengatakan penolakannya tempo hari.
"Dia masih harus menjalani terapi bun. Bunda doakan saja dia cepet pulih. Jadi dia akan segera kesini."
"Maafin bunda ya dit. Sebenarnya bunda sangat menyayangi Puri tapi waktu itu bunda cuma gak mau melihat kamu kehilangan."
"Iya bunda. Radit ngerti kok. Oh iya bunda kesini sama ayah ada keperluan apa? Kan tumben tuh ayah kerja bawa-bawa istri."
"Nih bundamu ngrengek pengen kesini. Kan selama kamu di blitar bundamu gak pernah kesini lagi. Kangen kamu yang lagi kerja katanya."
"Masyaallah bunda, kan tadi pagi juga udah ketemu sama Radit."
"Hmm dit... bunda sama ayah mau ngangkat anak boleh gak?" Tanya bunda membuatku sedikit terkejut. Aku cuma tersenyum memberi kesempatan bundaku mengutarakan alasannya
"Kamu kan anak bunda satu-satunya udah nikah. Pasti waktu buat bunda bakal makin sedikit. Bunda kesepian kalau ditinggal ayah kerja. Boleh ya???"
"Iya bolehlah bun. Kan dari dulu Radit udah ngusulin itu ke bunda sama ayah."
"Serius dit?"
"Iyalah bun. Kan kalau bunda ngangkat anak, Radit gak jadi anak tunggal lagi."
"Ah ayo makan siang. Sudah waktunya makan siang nih." Kata ayahku. Tentu aku hanya bisa mengangguk dan membiarkan ibu memesan makanan ke warungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
SpiritualHujan membawamu padaku, mengenalkan tentang cinta. Namun karena hujan aku merindumu dan karena hujan aku harus melupakanmu, meletakkanmu sebagai masalalu