Kepalaku begitu sakit dan ku mencium aroma obat-obatan, saat ku membuka mata kuperhatikan sekelilingku semua bernuansa putih, ini bukanlah kamarku.
"Bunda..". Ucapku serak
"Alya.. Syukurlah lu udah siuman Al". Ucap Dara dengan wajah kawatirnya.
"Kenapa gue? Ko gue bisa disini?". Tanyaku
"Lu pingsan Al, karena lu gak siuman langsung dibawa kerumah sakit dah". Ucap Dara
Aku baru ingat saat aku sampai rumah aku melihat bendera kuning dan tubuh ayah yang sudh tidak bernyawa.
"Ayah.....". Ucapku dan kembali menangis.
"Sudah Al, ikhlaskan biar Ayah lu tenang". Ucap Dara sembari memelukku.
"Sekarang gue yatim Dar, gue yatim.. ". Tangisku dan kudengar Darapun ikut menangis.
"Lu harus kuat Al biar Bunda juga tetap kuat". Ucap Dara
"Dimana Bunda Dar?". Tanyaku
"Bunda sedang ke makam Ayah lu, hari ini Ayah lu di makam kan". Ucap Dara.
"Gue mau ke sono Al, gue mau liat Ayah untuk yang terakhir kalinya Dar". Ucapku
"Tapi kondisi lu Al". Ucap Dara
"Masa bodo dengan kondisi gue, gue mau melihat Ayah". Ucapku dan hendak berdiri, tapi tiba-tiba saja tubuhku tidak seimbang kalau saja Remon tidak menangkapku mungkin aku akan terjatuh.
"Liat kan lu masih belum sehat Al". Ucap Alya
"Please Dara, gue mau lihat Ayah please, gue mohon". Ucapku memohon. Kulihat Dara dan Remon saling memandang seperti meminta persetujuan dan Remon mengangguk kan kepalanya.
"Baiklah, ayo sini gue papah". Ucap Dara sembar memapahku bersama Remon menuju mobil.
____________
Kami bertiga tiba di pemakaman Ayah, tapi aku sudah telat karena Ayah sudah selesai di kebumikan.
"Ayahhh....". Teriakku dan menangis di kuburan Ayah yang masih basah.
"Sayang kamu harus kuat sayang, kita pasti bisa ngelewati". Ucap Bunda sembari memegang bahu ku
"Bundaa.." Tangisku kembali pecah saat memeluk Bunda
_______
Sudah tujuh hari sejak meninggalnya Ayah, Dan sudah tujuh hari juga aku tidak kuliah, selain aku masih bersedih aku juga malas bila harus bertemu dengan Grace dan Rafael, Dara sering main ke rumah ku dan membujukku untuk kuliah tapi aku selalu menolaknya, aku tau dengan sikap ku yang seperti ini akan membuat Bunda tambah sedih tapi aku juga tidak ingin merasakan sakit saat di kampus.
"Bun... Bun... Bundaa". Aku berteriak mencari Bunda tapi Bunda tetap tak terlihat.
"Apa ini?". Aku melihat sebuah amplop di atas meja kamar Bunda, saat aku membukanya betapa terkejutnya aku karena itu adalah diagnosa tentang Ayah.
"Sayang ada apa? Tadi Bunda sedang di taman belakang". Ucap Bunda yang telah berdiri di belakang ku.
"Sayang..". Panggilnya lagi
"Bunda kenapa gak bilang sama Al soal penyakit Ayah Bun?". Tanya ku menahan emosi
"Maksud kamu Apa Al?". Tanya Bunda
"Ini Bun". Ucap ku sembari memperlihatkan amplop yang aku temukan di kamar Bunda.
"Bunda bisa menjelaskan kepada Alya apa ini?" tanya ku tapi Bunda hanya menangis.
"Maafkan Bunda Al". Ucap Bunda.
"Bunda kenapa gak bilang ke Alya kalau Ayah mengidap penyakit jantung, kenapa Bunda sembunyikan hal sebesar ini dari Alya Bun, kenapa?". Ucap ku
"Bunda dan Ayah cuma gak ingin kamu kepikiran sayang". Ucap Bunda
"Bunda jahat!!". Ucapku lalu berlari keluar rumah. Ku dengar Bunda terus memanggilku tapi aku tetap berlalu dan tidak mendengarkannya.
Aku memberhentikan sebuah taksi aku akan pergi ke rumah Dara, karna hanya Daralah sahabatku. Aku sampai di depan pekarangan Dara, saat aku ingin membayar aku lupa kalau aku tidak membawa uang dan Hp
"Bentar ya pak saya minta duit sama temen saya dulu di dalam". Ucapku
"Yee si eneng kalo gak punya duit gak usah naik taksi neng". Ucap supir taksi dengan nada kesal.
"Alya..". Ucap Dara agak ragu yang tiba-tiba sudah berada di sampingku
"Iya ni gue Alya, Dara tolong bayarin uang taksi gue dong, gue lupa bawa duit". Ucapku
Lalu Dara membayar uang taksi dan si supir taksi itu pun langung tancap gas dan pergi.
"Lu kenapa si dari tadi ngeliatin gue segitunya". Ucapku saat berada di kamar Dara.
"Jilbab lu kemana Al?". Tanya Dara, lalu aku memegang kepalaku dan benar saja rambut ku terurai panjang dan aku tidak memakai jilbab.
"Mati gue, ini pasti karena tadi gue lagi kesel dan maen kabur aja dari rumah". Ucapku
"Lu kenapa kabur? Pulang gih lu, kasian tau Bunda lu sendirian di rumah". Ucap Dara
"Ah gue males ah, eh Dar lu punya selendang atau apa gak gtu untuk nutup kepala gue ni, ternyata risih juga ye kaga pake jilbab". Ucapku
"Ada si ni selendang, mau?". Tanyanya sembari memberi aku sebuah selendang.
"Iya gapapa ko Dar, makasih ya". Ucapku lalu mencium pipinya
"Ih apa si cium-cium, gue normal tau". Ucapnya
"Hehee iya dah, eh ayank Remon ko kaga maen?". Tanyaku.
"Dia lagi pergi sama Rafael". Ucap Dara, saat Dara menyebut nama Rafael entah mengapa rasa sakit itu datang lagi.
"Maaf Al, lu gapapa kan Al?". Tanya Dara yang melihat perubahan sedih dari raut wajah ku.
"Slow aja kali Dar". Ucapku, lalu kulihat Dara membuka hp nya dan tersenyum.
"Kenapa lu?". Tanyaku
"Ada Remon di bawah, ah gue turun dulu ye, bye Al kalo lu mau turun jangan lupa selendangnya di pake untuk jadi jilbab, gue gak suka ah ngeliat lu gak pake jilbab". Ucapnya dan berlalu turun menemui Remon
Dara benar-benar sahabat yang sangat baik, walaupun kami berbeda keyakinan tapi dia selalu ingin aku mengikuti agama ku secara benar. Aku bosan duduk sendiri di kamar Dara, lalu aku memutuskan untuk turun.
"Kenapa begitu si lu begitu Grace, Alya kan sahabat kita juga". Terdengar suara Dara, tapi tunggu dulu Grace? Apa dia disini?. Lalu dengan cepat aku menuruni tangga dan menuju ruang tamu.
"Ada apa ini?". Tanya ku lalu mereka semua terlihat terkejut, bukan hanya Grace yang ada di sini tapi Rafael juga ada di sini.
"Dara, lu bisa jelasin semuanya sama gue?". Ucapku lagi.
"Eh ini Al, gue eh ini.. ". Ucapnya gagap
"Lu ternyata begini ya Dar, mereka berdua udah nyakitin gue tapi lu... Udah ah Dar gue males sama lu". Ucapku lalu berlari menuju keluar rumah Dara.
"Tunggu Al, lu harus denger penjelasan Dara". Ucap Rafael yang tiba-tiba menahan tanganku.
"Gak usah pegang-pegang tangan gue, gue jijik sama lu". Ucapku lalu mendorongnya dan pergi.
Jujur aku bingung ingin berlari kemana, awalnya aku pikir kabur dari rumah itu gampang karena berpikir bisa menginap di rumah Dara, tapi Dara berkhianat karena sangat akrab dengan para pengkhianag cinta itu.
Kaki ku sudah pegal untuk berjalan tapi beruntung aku sudah meminjam selendang punya Dara jadi kepala ku tetap terlindung, walaupun aku memakai jilbab bukan karena keinginanku, tapi ini adalah amanah terakhir dari Ayah, aku harus tetap menjalankannya.
"Assalamualaikum Alya". Ucap seseorang
KAMU SEDANG MEMBACA
Bismillah, Be Myself
Espiritual(Selesai) Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri, terserah orang mau bilang apa yang penting aku tetaplah aku, aku tetap di jalur yang benar dan tidak melanggar aturan, tapi itu dulu sebelum aku menjadi seperti sekarang ini.. Inilah kisahku.