DC[L]-- 2

119 16 3
                                    


[ PULANG ]

Lorna Minnelli, dia disana, sedang duduk menikmati semangkuk mie instan dengan rakusnya. Dia lapar.

Selesai menghabiskan mie itu, dia bangkit dan memutuskan untuk jalan-jalan sebentar. Setidaknya dia ingin tahu, hal menarik seperti apa lagi yang akan dia temukan.

"Mau kemana?" Tanya Mama. Dia sedang sibuk mengatur barang-barang.

"Ke halaman belakang." Jawab Lorna yang terus melangkah menuju halaman belakang.

Wow. Halaman belakang yang jauh lebih luas dari rumahnya sendiri. Maksudnya, disini rumahnya, tapi rumahnya yang satunya yang baru saja ia tinggalkan.

Lorna tersenyum semakin lebar saat melihat dua buah ayunan yang berada di.. eum, halaman belakang tetangganya. Kenapa bisa di halaman belakangnya hanya ada bangku panjang membosankan sementara disebelah rumahnya ada ayunan yang terlihat sangat mengasyikan?

Lord, tapi itu menarik untuk dicoba.

Lorna menutup pintu belakang, mengambil langkah panjang dan mendekati ayunan itu. Sebenarnya dia takut kalau-kalau tetangganya marah, tapi dia ingin. Dia ingin.

Sialnya ada pagar yang harus dilewati, tapi tanpa orang sebelah membukakan pagar itu, sepertinya Lorna tahu caranya bagaimana dia bisa bermalas-malasan di ayunan itu.

Memanjat pagar.

Bup!

"Aw. Ya ampun, sakit." Lorna meringis sambil memijit kakinya selepas terjun bebas tadi.

Tapi ayunan itu terlalu menarik untuk dilupakan. Dan Lorna Minnelli segera duduk disana, setengah berbaring, kemudian benar-benar berbaring.

Entahlah. Tapi perjalanan panjang menuju tempat indah ini sangat melelahkan.

***

Bel pertanda pulang akhirnya terdengar menggema hingga ke pelosok-pelosok terpencil bagian sekolah itu. Terdengar desahan lega sekaligus senang dari setiap siswa. Termasuk Kevyn.

Tapi tidak dengan Kennedy.

"Lo enggak mau pulang?" Celetuk Kevyn yang sedang sibuk-sibuknya membereskan buku dan alat tulis.

Diliriknya cowok berwajah serupa dengannya itu, yang masih menelungkup dan enggan bergerak.

"Gue males pulang," jawab Ken lemah.

"Hah?" Kevyn berhenti sejenak, "Jangan lebay deh, Ken. Cewek itu enggak bakalan ngehancurin hidup lo, malahan gue seneng kalo kita udah punya tetangga." Sambungnya sinis.

"Itu elo. Bukan gue." Kennedy menegakkan duduknya.

"Gue ngeri pas baca novel tentang cowok yang mati depresi gara-gara diganggu tetangga ceweknya." Itu yang keluar selanjutnya dari mulut Ken.

Tiba-tiba suara tawa Kevyn meledak. Menggema di ruang kelas yang sudah kosong itu.

"Alasan lo itu kampret. Udah ah yuk balik." Kevyn bangkit dan melenggang keluar kelas.

Kennedy hanya menatapnya dengan sedih. Baginya, kembarannya itu enggak pernah ngerti perasaannya.

Duh, kok drama sih.

Mereka pun pulang ke rumah dengan laki-laki paruh baya yang sama yang menyupir mobil pribadi mereka. Kevyn menunduk sambil memainkan ponselnya. Kadang senyam-senyum sendiri.

Dan Ken enggak suka itu.

"Muka lo biasa aja kali. Gue geli liat lo senyum-senyum enggak jelas gitu. Kayak orang sarap." Ketus Kennedy dengan watadosnya.

Sementara itu Kevyn melemparkan tatapan elo-kali-yang-sarap pada Kennedy.

Entah kenapa hari ini mereka tidak seakur biasanya. Well, meskipun biasanya juga enggak akur-akur banget. Tapi hari ini suasana hati Ken lagi buruk banget. Alasannya adalah; Ken tidak suka ada tetangga baru. Dan anaknya cewek seumuran dia.

Bukan apa-apa sih, cuma kalau gitu artinya setiap hari matanya yang indah itu akan selalu ngeliat Kevyn yang tebar pesona pada cewek disebelah rumahnya itu.

Jamin, pasti Kevyn sok-sok manis gitu.

Jamin, Kevyn mah suka banget manfaatin kegantengannya itu.

***

Suara khas mobil yang sedang mengerem berhenti tepat didepan rumah mewah yang didominasi warna kalem cokelat muda. Beberapa sudut dihiasi ukiran klasik. Dan rumah itu sebenarnya sudah dipoles modern, tapi entah kenapa menggambarkan kalau penghuni didalamnya adalah orang-orang yang patut disegani.

Dua cogan ganteng turun dari mobil hitam itu.

Mereka berjalan beriringan memasuki rumah. Kalau sudah berjalan dengan salah satu tangan disaku celana dan tangan lainnya memegangi tali tas punggungnya, dua cogan itu benar-benar cool dan pantas untuk dicap perfect.

Hm. Tau kok manusia enggak ada yang perfect, tapi biarlah untuk dua cogan ini. Please.

Keadaan rumah tetap seperti biasa. Papa yang masih belum pulang kalau jam segini, dan Mama yang sedang duduk nyaman di sofa sambil membaca majalah produk-produk wanita.

Saat pulang sekolah adalah saat-saat yang sakral. Why? Karena itu artinya Kevyn dan Ken akan bertemu dengan Mamanya di rumah.

Bertemu Mama di rumah. Itu salah satu dari banyak hal yang melegakan.

Tuh, ini namanya cogan penyayang orang tua.

"Kita pulang, Ma." Ujar Kevyn dan berjalan menghampiri Mamanya kemudian mencium punggung tangannya. Disusul Ken.

"Gimana sekolahnya?" Mama menatap dua anak laki-lakinya yang kalau sedang duduk bersebelahan seperti saat ini, terlihat lucu karena wajah mereka yang benar-benar mirip.

Ayolah, dan itu perfect.

"Baik. Kayak biasa menyenangkan." Jawab Kevyn, Ken disampingnya hanya memasang wajah lesu.

Melihat tampang idiot itu, Kevyn jadi ingat tentang tetangga baru mereka.

"Ma, aku tadi ngeliat keluarga sebelah pas berangkat sekolah." Mulai Kevyn dengan senyum penuh arti.

Kennedy Aucoin menatapnya sinis. Dia bangkit lalu berjalan gontai masuk ke dalam.

"Aku ke kamar. Bye." Cowok itu masih sempat melotot pada Kevyn, membuat Kevyn tertawa.

"Iya. Mereka tinggal disebelah. Mama baru inget sesuatu, Vyn." kata Mama lalu meletakkan majalahnya di meja kaca itu. "Mama harus main ke sebelah. Gak baik kalo gak nyambut mereka."

Mendengar itu, sedetik kemudian senyum merekah di wajah ganteng Kevyn.

Dia sangat bersemangat saat berkata "Aku ikut, Ma!"

Mamanya hanya tersenyum. Tumben, anaknya yang satu ini menganggap kalau berkunjung ke rumah tetangga adalah hal yang sangat mengasyikan.

Tunggu dulu, dimana Lorna?

Double Chocolate | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang