Perasaan

34 13 0
                                    

Aku membelalakkan mata ketika sadar Zack sudah menarikku kembali ke pelukkannya.

"Biar kutebak, kau gagal memenangkan debatnya, bukan?" Tebakku asal, dan ternyata itu memang benar.

Zack sedikit kesal saat aku bisa mengetahui segalanya. "Mereka memintaku untuk mengangkatmu sebagai penerus kerajaan dan mendampingiku." Bisiknya.

Aku tak bisa menatap dan melihat ekspresinya saat ini, tapi bisa kurasakan jika Zack sedang ketakutan. Tak ada detak jantung, deru nafas dan sesuatu yang bisa membuatku menebaknya, namun dalam hal ini sedikit mudah. Aku perlahan melepaskan pelukkannya dan membuatnya duduk di kursi.

Saat aku hendak melangkah pergi, Zack mecegahku dengan menarik tanganku, lalu membuatku duduk disampingnya.
"Apa jawabanmu? Seorang Shavenx memang pantas menjadi penerus, namun kau baru saja tinggal disini...." kalimatnya terpotong saat aku menghela nafas berat.

Zack sepertinya tak berniat lagi untuk meneruskan kalimatnya. Aku menatap Zack dengan tatapan yang penuh arti, namun Zack hanya menundukkan kepalanya.

"Aku tau... aku tau, temui aku di taman nanti malam." Ujarnya menyerah.

"Namun aku tak tau apakah keputusanku akan baik" Lanjutnya pelan, hampir tak terdengar jelas olehku.

Aku mengganguk kecil seraya tersenyum ala queen evil dan segera meninggalkan taman.

----------------

Pukul 20.15

Vi diam menatap langit yang tak begitu cerah saat ini. Vi mendongakkan kepalanya dan menatap langit biru, hembusan angin pun begitu antusias menemaninya, membuat keadaan lebih nyaman.

"Vi.." sebuah suara berhasil membuatnya menoleh kebelakang, dan yang Vi dapatkan adalah sosok Zack disana.

Vi langsung kembali menolehkan tatapannya, menuju rembulan purnama dan bintang-bintang.

Sebelum Vi mengangkat bicara, Zack sudah langsung memotong. "Yah, sepertinya aku terlambat?"

Zack menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu menghampiri Vi. MeskipunVi tak melihatnya, dia tau jika kakaknya itu sudah berada tepat di belakangnya, dan tentu dengan kekehan khas miliknya.

Dengan cepat Vi berbalik dan mencubit pipi Zack. "Aku hanya sengaja membuatmu seakan terlambat." Kekeh Vi kemudian.

Zack dengan kecepatan vampire-nya melepaskan cubitan Vi dengan lembut. Namun Vi masih belum puas, Vi dengan gerakkannya yang hampir sama cepatnya dengan Zack kembali menarik pipi lembut itu.
"Vi.... sudah, hentikan!" Keluh Zack.

Akhirnya Vi melepaskan Zack. Untuk beberapa saat keadaan menjadi hening tanpa suara, dan memaksa Zack untuk membuka pembicaraan.

"Lalu apa yang harus aku putuskan untuk rapat besok?" Tanya Zack akhirnya.

Vi kembali menatap rembulan, membuat Vi kembali mengingat dunia lamanya. Lolongan anak-anak rembulan saling menghiasi malam, bahkan para peri pun ikut dalam menghiasi malam ini.

Zack berrada tepat di samping Vi, membuat suasana semakin sepi dan sunyi. Vi hanya bisa diam, karena tak ada alasan baginya untuk mengatakan sepatah katapun, meskipun itu untuk menjawab pertanyaan Zack.

Tak berapa lama kemudia Vi menghela nafas panjang, membuat Zack sedikit terkejut.
"Keputusanku adalah keputusanmu. Aku belum terbiasa debgan beban kerajaan, jadi aku tak terlalu mengerti. Sedangkan kau, kau sudah mendirikan negeri ini selama 10 tahun lamanya.

"Aku hanyalah manusia setengah vampire yang hidup dalam kehampaan."

--------------------

Aku merasa seperti di tampar saat Vi mengatakan itu. Memang, bukan sesuatu yang membuat hatiku terluka, namun mendengarkannya langsung dari mulut adikku, terasa berbeda.

"Jika aku memutuskan untuk menjadikanmu seorang Ratu di pelantikkanku menjadi seorang Raja, apa yang akan kau lakukan?" Tanyaku kemudian.

Vi hanya tersenyum misterius dan malah berbalik bertanya kepadaku, "jika aku menjadi seorang Ratu, apa yang akan kau lakukan?"

Vi tersenyum, membuatku membatu dan tak bisa berpikir jernih. Lalu tatapanku beralih ke kursi taman, dan mulai melangkah untuk mendudukinya. Aku masih bisa melihat punggung Vi dari sini, namun entah mengapa aku tak bisa menebak diribya kali ini, bahkan untuk membaca pikirannya sekalipun.

"10 tahun terakhir, apa saja yang kau lakukan tanpa diriku ataupun kedua orang tuamu?" Ujarku mengalihkan topik.

Vi berbalik menatapku, dan akhirnya tatapan kami saling bertemu. Mata onyx-nya membuatku semakin sulit menebak apa yang doa pikirkan.

"Bukankah kau sudah tau?!" Kalimatnya berhasil menyudutkanku. Dan yang kutemukan hanyalah sebuah jalan buntu, hampa.

Saat aku hendak mengeluarkan isi pikiranku melewati renggorokkanku, Vi terlanjur mengatakan sesuatu dan membuatku mengurungkan niatku.
"Karena bagiku, hidupku selama 10 tahun terakhir ini tak pernah ada." Ucapnya sedikit bergumam dengan dan tanpa ekspresi yang menunjukan kesedihan sedikitpun.

Entah apa yang telah Vi, dia benar-benar berbeda dengan dulu.

"Aku berbeda? Mungkin itu yang kau pikirkan, apakah aku salah?" Ujarnya seakan dia bisa membaca pikiranku.

Aku hanya bisa diam. Mataku menelusuri setiap inci pemandangan yang ada di sekitarku. Dan tanpa kusadari Vi sudah berada di sampingku.

"Aku siap berperang kapanpun. Bukankan itu yang mau kau katakan?" Desak Vi.

Ya, apa yabv dikatakannya memang benar. Akan ada sebuah perang yang melanda negeri ini, dan para anggota dewan wilayah memimintaku untuk melantik Vi sebagai prajurit inti.

"Aku baik-baik saja..." desahnya kecil, "berhentilah bersikap seakan aku akan pergi jauh meninggalkanmu."

Kau takkan pergi kemanapun, tapi sisi manusiamu yang akan pergi jauh meninggalkanku. Batinku.

----------------------

Note : Yah akhirnya part ini berhasil....
Semoga saja part ini tidak terlalu garing, dan maaf ya klo gk rame.
#namanya juga pemula

Sorry klo gak rame, dan salam Flannortyminyty
:-D :-D :-D

ZaveniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang