Hadirnya Shavenx

27 10 0
                                    

"Vi...." pekik Zack saat melihat Vi yang sudah tersudut.

Tapi bukan Vi namanya jika dia tak bisa mengelak. Saat ini posisi Vi san Lycth tidak berbeda jauh, Vi dalam posisi hampir seperti kayangan dengan pedangnya yang mengacung menuju dada kanan Lycth, sedangkan Lycth menancapkan pedangnya ditanah tepat disamping leher Vi dan siap untuk menggoroknya.

"Sekarang kita seimbang," senyum Vi mengembang.

Lycth membalas senyuman Vi. Benar apa yang telah Vi katakan, dalam posisinya sekarang baik Vi ataupun Lycth memiliki resiko yang sama.

"Jika aku menghunuskan pedangku ini, kau akan mati dengan menggorok leherku. Namun jika kau membunuhku terlebih dahulu, aku bisa mendorong pedang ini selagi aku bisa. Jadi..." Vi sengaja menggantung kata-katanya lalu tersenyum.

"Namun pemainan ini masih belum selesai." Lanjut Vi seraya memutar balik pedangnya sehingga pedang milik Lycth tergeser dari posisinya dan melukai leher Vi.

Luka sayat tergambar di leher Vi, membentuk sebuah garis horizontal yang cukup panjang disana. Saat pedang tergeser, Vi dengan segera menendang perut Lycth hingga ia terpental cukup jauh dan menghantam tembok.

Saat cairan merah itu menetes, mata Lycth dan Zack berubah menjadi emas dalam waktu bersamaan. Namun sebelum mereka menoleh kearah Vi yang tengah terluka, lukanya sudah beregenerasi lebih cepat tanpa butuh waktu yang lama.

-------------------

Saat luka itu sembuh, aku sadar jika Lycth dan Zack sekarang sedang dalam mode vampire. Namun ada yang aneh disini, Lycth memiliki aura yang berbeda dibandingkan Zack, dan itu mulai mengangguku.

"Baiklah... dia memang seorang Shavenx, jangan ragukan dia lagi." Ucap Lycth seraya mengalihkan pandangannya.

Aku menepiskan pedangku dan menghampiri Zack. Zack mengizinkanku untuk meninggalkan ruang rapat, dan saat rapat ini selesai Zack akan mengatakan hasilnya kepadaku.

Saat aku meninggalkan ruang rapat, aku sadar jika salah satu dewan wilayah menyeringai kearahku sebelum aku benar-benar menutup pintu itu.

Saat aku sampai di kamar, aku langsung menjatuhkan tubuhku di atas tumpukan kain empuk dan menutupi wajahku dengan bantal. Kamarku sedikit redup, jadi sulit bagiku melihat keadaan sekitar.

Aku menyalakan sakral lampu utama dan langsung menghempaskan tubuhku di kasur. Lelah. Saat aku hendak bangkit, bekas luka yang sebelumnya Lycth timbulkan berdenyut-denyut kembali, menggangguku. Saat aku merabanya, aku terkejut karena lukaku tak menutup dengan sempurna, ada beberapa siluet kecil yang tersisa dan itu membuatku heran.

Aku kembali merebahkan tubuhku. Setiap inci dari ruangan ini aku telusuri, mulai dari langit-langit sampai srtiap ukirannya pun aku selami.

Aku perlahan menutup mataku dan terlelap menuju dunia mimpi.

--------------

Pukul 20.00

Aku mengerjapkan mataku, memandangi sekeliling dan menguap kecil. "Apakah aku tertidur?" Desahku seraya mengosok-gosok mataku.

Lampu diruangan ini mati, dan aku benci gelap. Aku pun turun dari tempat tidurku dan berpindah menyentuh keramik dingin dilantai. Aku berusaha mencari saklar lampu dikegelapan malam, bahkan aku hampir tersandung karen tak bisa melihat apapun. Dan saat aku berhasil kenyentuh saklar, ternyata ini lampu ini memanglah mati. Tapi, bukankah aneh jika di dunia fantasy ini bisa mati lampu?

"Disini terlalu gelap!" Dengusku seraya menghempaskan kedua sisi gorden jendela. Aku mendorong jendela agar terbuka dan membiarkan udara segar masuk.

Aku menaiki kusen jendela di posisi luar, tak peduli jika aku akan jatuh atau terhempas kebawah, tapi melihat pamandangan ini, mulai membuatku rindu dengan dunia lamaku.

Peri, werewolf, bahkan moster pun masih berlalu lalang di luar sana. Karena perang yang akan segera datang, semua mahluk di dunia ini bersiap-siap untuk segala kemungkinan yang akan terjadi nanti, termasuk dengan kematian.

Apakah aku akan membunuh lagi? Dengan tanganku ini? Apakah Zack penah membunuh seseorang? Apakah dia seorang pembunuh sepertiku? Jeritku dalam hati.

Perlahan bibirku bergerak menyanyikan sebuah lagu kesukaanku, dengan angin sebagai pengiring dan para jangkrik sebagai teman.

Just close your eyes
The sun is going down

You l'll be all rigth
No one can hurt you now

Come morning ligth
You and I'll be safe and sound

Alunan suaraku terus berlanjut, menunggu Zack membawa sebuah kabar.

Tanpa kusadari sepasang tangan sudah membekapku, aku berusaha meronta tapi hasilnya nol. Baiklah, aku akan diam dan melihat siapa bajingan ini.

Tubuhku mulai lemas dan perlahan terjatuh kebawa, namun sebelum aku kehilangan kesadaranku seutuhnya, aku sukses melihat siapa pelakunya. Meskipun kesadaranku sudah hampir hilang, tapi aku masih bisa mendengar tawaannya.

Gelap, sunyi, damai dan hampa. Semua melebur menjadi satu. Entahlah, aku tak tau berada dimana sekarang, tapi aku yakin aku belum mati.

Aku berjalan di sebuah ruangan putih, tak ada apapun disini. Hampa. Aku terus berjalan mencari ujung dari tempat ini, namun tak ada apapun disini.

"Vi bertahanlah...." suara itu membuatku mendongak. Itu suara yang sangat familiar bagiku, suara Dad.

Perlahan aku melihat sosoknya di depan sana, "maafkan aku..." desahnya kemudian.

Aku tertawa kecil, tawa yang dipaksakan. "Seharusnya akulah yang meminta maaf padamu, Dad. Aku telah membunuhmu ingat?"

Dad tak bergeming. Aku menundukkan kepalaku dan bisa kurasakan elusan lembut yang sangat kukenal. Perlahan tetes demi tetes bulir bening meluncur mulus di pipiku.
"Aku kesepian, sangat."

Isakku pecah aaat itu juga. Aku menangis setelah sekian lama aku tak memiliki kebahagiaan, kesedihan, bahkan hati. Namun saat ini, aku menangis bagaikan anak kecil, dipangkuan ayahku yang kubunuh dengan tanganku ini.

"Sekarang bangunlah, dan hajar si Shavenx brengsek itu." Gumam Dad menyemangati.

--------------

Note : jangan lupa vote nya ya...
Dan aku juga butuh coment yang baik dari kalian....
Dan thanks yg udh like...

ZaveniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang