Tak tahu malu, tak tahu diri. Semua kecelakaan ini akibat ulah hatimu yang tak becus berkendara dihidup orang lain, serta otak sintingmu yang tak berhasil mengalahkan nafsu.
Dasar pemangsa, sampai idamanku pun kau telan dengan nikmat. Tak mengindahkan kesadaran diri bahwa lelaki itu sudah ada wanita yang menunggu dengan pedih tatkala ia kau ambil alih.
Pergilah. Kalian membuatku jengah.
Kalian berdua tak tahu diuntung, bukannya beruntung nasibku kini malah menggantung terlantung. Harapku pupus, meski sudah kucoba mengembalikannya sampai mampus.
Seorang teman kini hanya tinggal lelucon ampas belaka, ia merebut harapan temannya ditengah jalan--perlahan tapi pasti, begitu pikirnya.Betapa keji dan hina dirimu, bak maling teriak maling kau menyebutku kegatalan padahal dirimu pun sama gatalnyaーmencuri lelaki orang lain padahal jelas sudah kau tahu lelaki itu berharga bagiku.
Pergilah kalian berdua, nikmati hubungan hina kalian.
Aku bukan pendendam.
Tapi suatu hari, aku ingin melihat kalian tersiksa.
Bekasi, 3 Juni 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Luna Poetica
ПоэзияBarisan Rasa hadir untuk menceritakan kepadamu bahwa hidup tak semulus porselen antik yang indah berkilau. Terkadang kita perlu mengkritik, kadang perlu berbahagia, kadang pula perlu bersedih. Selamat menikmati remah-remah kata disini! Coba saja dah...