1. Dia pergi

148 23 6
                                    

Ana mematut dirinya di cermin sebanyak lebih dari lima kali. Hari ini kekasih Ana mengajaknya pergi ke taman kota. Ana tersenyum senang saat mengingat ucapan kekasihnya yang berkata bahwa ada hal penting yang ingin ia ucapkan kepada Ana.

Ana yakin bahwa kekasihnya itu akan melamarnya hari ini. Setelah dua tahun berpacaran, akhirnya Renaldo-kekasih Ana-memutuskan untuk melamarnya.

Ana bergegas pergi ke taman kota yang tak jauh dari rumahnya dengan menggunakan sebuah taksi.

Setelah sampai di taman, Ana mencari bangku kosong kemudian duduk di sana. Mata Ana terus memperhatikan sekelilingnya sementara tangannya meremas tas yang ia genggam untuk menyembunyikan kegugupannya.

Ana melihat jam tangannya, berharap agar dirinya tidak datang terlalu awal dari perjanjian. Demi apapun yang ada di dunia, Ana bersumpah bahwa Ana benar-benar merasa gugup dan senang disaat yang bersamaan saat ini.

"Maaf karena aku datang terlambat," ucap seseorang yang sedang berdiri di hadapan Ana.

Ana mendongak, ia tersenyum senang saat melihat Renaldo.

"Tidak masalah," Ana menarik tangan Renaldo agar ia segera duduk di samping Ana.

"Jadi.. apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Ana berbasa-basi, walaupun sebenarnya ia sudah tahu bahwa Renaldo akan melamarnya.

Renaldo menghela napasnya beberapa kali. Ia benar-benar tidak siap menghadapi situasi ini.

"Ana, aku.."

Ana tersenyum lembut, ia tahu bahwa Renaldo sangat gugup saat ini.

"A-aku.. Ana, s-sebenarnya ak-ku..."

"Hei," Ana tertawa kecil. "Kita sudah berpacaran selama dua tahun. Kau tidak perlu bertingkah segugup ini."

"Bukan begitu, Ana. Hh-hanya saja, aku..." Renaldo mengusap wajahnya dengan kasar. Ia berusaha mengumpulkan semua keberaniannya. Ya, Renaldo harus mengungkapkan segalanya kepada Ana hari ini juga.

"Pertama, aku minta maaf."

"Sayang, kau tidak bersalah. Oh, ayolah.. jangan bertingkah seperti remaja yang baru pertama kali berpacaran. Kita sudah dewasa, Aldo."

Renaldo menatap mata Ana lekat-lekat. Jujur saja, ia tidak tega mengatakan semua ini kepada Ana, tapi apa boleh buat? Semuanya harus ia katakan saat ini juga.

"Ana, aku mohon, apapun yang aku katakan nanti, kuharap kau tidak akan membenciku. Dan, jangan potong perkataanku, mengerti?"

Ana mengernyitkan kening, sedetik kemudian, ia tertawa. Apa sesulit ini jika ingin dilamar?

"Aku tidak tahu mengapa kau terus-menerus mengatakan hal-hal aneh, tapi kurasa, aku tidak akan pernah bisa membencimu. Sekarang, silakan berbicara."

Renaldo menghela napasnya dengan kasar. Entah mengapa sangat berat baginya untuk mengatakan hal ini kepada Ana, wanita yang sangat dicintainya.

"Ibuku sedang dirawat di rumah sakit saat ini. Semalam, saat aku meminta restunya untuk melamarmu, ia terkena serangan jantung."

Ana tampak sangat terkejut. Ana memang mengetahui bahwa Nyonya Asgar-Ibu Renaldo-tidak menyukai Ana sejak pertemuan pertama mereka. Entah apa sebabnya, Ana sama sekali tidak mengetahuinya. Ana tidak menyangka bahwa Nyonya Asgar akan mengalami serangan jantung. Setahu Ana, Nyonya Asgar adalah wanita yang sehat meskipun umurnya sudah mencapai setegah abad.

"Keadaan Ibuku sangat kritis kemarin, namun hari ini aku sedikit lega karena Ibu telah melewati masa kritisnya. Aku merasa benar-benar gagal menjadi anak yang baik ketika melihat ibuku terbaring lemah di rumah sakit."

Listen To My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang