[12] Reject.

598 112 17
                                    

It was the best thing i could do as i thought before. -Bianca

***
Senin ini tidak seperti senin biasanya. Menyebalkan, tapi berbeda.

Bianca terlihat senang karena masih membayangkan kejadian pada hari jumat lalu. Bukan hanya masalah dia bisa melihat band kesukaannya secara langsung, tetapi juga soal Calum.

Dengan bersemangat, Bianca melewati koridor menuju kelasnya. Namun seketika langkahnya terhenti ketika ia melihat seseorang yang sudah tak asing lagi baginya.

"Shh, Cal. Hati-hati dong." ucap setiap orang yang sengaja ditabrak Calum.

Bukannya meminta maaf, dia malah berdiam sambil mengamati sekelilingnya seperti orang linglung. Bianca ingin sekali bertanya apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tapi tangan lembut Anne sudah menariknya menuju kelas. Bianca hanya mengamati dari ekor matanya, Calum menuju ruang musik.

Kringgg...

Bel istirahat berbunyi. Bianca segera merapihkan bukunya lalu berlari keluar kelas meninggalkan Anne yang nampak kebingungan.

Bianca berniat mencari Calum. Dia benar-benar tidak masuk ke kelas saat pelajaran Mr. Edwards tadi. Entah kenapa Bianca menjadi khawatir. Pasti ada sesuatu yang tidak beres.

Benar dugaan Bianca, Calum masih ada di sana sembari memegang gitar tanpa memainkannya. Tatapannya kosong. Perlahan, Bianca membuka pintu dan berjalan masuk. Akan tetapi Calum tidak menyadari kehadirannya.

"Cal, gue disuruh ngasih ini dari Mr. Edwards." sambil menyodorkan surat yang Mr. Edwards berikan tadi di kelas.

Calum menerimanya lalu menaruh surat itu di sampingnya. Karena suasanya canggung yang membuat Bianca menjadi tidak enak, Bianca memutuskan untuk segera pergi dari sini. Walau sesungguhnya ia sangat ingin tinggal.

"Bi, please stay."

Deg.

Calum pun membalikan tubuhnya, lalu dengan gusar Bianca duduk di samping Calum.

"Ada masalah Cal? Kalau lu mau cerita, cerita aja sama gue. Dijamin 100% aman."

"Maddie, dia.. dia nolak gue." Bianca kebingungan dengan apa yang barusan ia dengar. Satu kalimat yang baru saja terlontar itu kembali mengantarkan luka yang sebenarnya belum pulih.

"Kata Maddie, gue cuma lagi berharap hal yang sia-sia. Karena buat dia hubungan kita udah berakhir." Calum tampak seperti orang yang putus asa. Terdengan jelas dari suaranya yang serak dan parau.

Dia mengusap hidungnya yang basah. "Gu..gue baru kali ini merasa kehilangan diri gue. Gue merasa bener-bener bodoh sama apa yang udah gue lakuin selama ini. Gue kira.. dia masih mau ngasih gue kesempatan."

Di hadapannya, seorang laki-laki yang sangat ia cintai. Cara ia menceritakan bagaimana ia ditolak oleh mantan kekasihnya itu, seperti membagi rasa pedihnya pada Bianca.

Bianca bisa melihat kedua mata laki-laki itu memerah. Dengan gerakan bak tanpa nyawa, jari jemarinya menggosok matanya. Saat pundak besarnya bergerak naik turun seirama dengan isak tangisnya yang terdengar pilu, Bianca merasakan ada gelombang yang sama pedihnya yang sedang menghujamnya.

Akhirnya Bianca paham bahwa rasa sakit saat menyukai seseorang hanya tidak saja ketika melihat ia tertawa bersama orang lain. Tetapi juga ketika orang itu justru menangis tak berdaya.

Bianca tak bisa berkata apa-apa, juga tak pandai menenangkan rasa. Yang ia tahu saat itu, ia hanya ingin memeluk Calum erat-erat. Akan tetapi, untuk menyentuhnya saat Bianca tak punya keberanian.

〰〰〰

"Argh!" Anne mengerang frustasi. Sudah hampir dua jam Bianca menemaninya mencari buku refrensi untuk bahan menjelang ujian akhir. Anne menutupi wajahnya dengan kedua tangannya karena lelah.

Dari sanalah Bianca bisa melihat angka yang ditunjuk oleh jarum jam di pergelangan tangan sahabatnya. Sejenak pekikan Bianca tertahan. Lalu cepat-cepat dia memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.

"Eh Bi, lo mau kemana?" tanya Anne sambil melirik jamnya.

"Oh iya gue ngerti." goda Anne.

"Gue pergi dulu ya." Ucap Bianca setengah berlari. "Oh ya salam ya buat Michael haha." seru Anne sambil mengedipkan sebelah matanya.

Bianca hanya berteriak setuju. Bergegas ia melangkahkan kakinya lebar sambil mengecek ponselnya. Karena terlalu sibuk sendiri akhirnya ia menabrak seseorang. Ponselnya terjatuh. Lalu Luke-- orang yang ia tabrak meraih ponselnya lalu memberikannya pada Bianca.

"Lo gak kenapa-kenapa kan?" tanya Luke.

Bianca terkekeh mendengarnya. Seharusnya ia yang melontarkan pertanyaan itu, mengingat bahwa dialah yang menabrak Luke. Bianca hanya mengangguk dengan arti -iya gue gak kenapa-kenapa sans ae-.

Michael berteriak memanggil Luke. Bersama Ashton di sampingnya. Mereka bertiga pamit pulang. Michael melotot padanya.

"Apaan sih?" gumam Bianca.

Selang beberapa detik kemudian, Bianca baru menyadari bahwa Calum tak bersama mereka.
.
.

.

Hai klen smwa
Gue tai ff ini makin gaje😢 tapi
Pls jgn jadi sider. Vote&comment ya itu sangat berharga bagi q

Oya follow ya teman gue Cacha24 dia author juga bagus kok ceritanya mwaa

Photograph ▪ cth [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang