5. Kenyataan Pahit

554 37 5
                                    

Aldrin seketika terkejut, ketika mendengar kabar adiknya, aldira. Yang di larikan kerumah sakit. Aldrin bersyukur bahwa orang tuanya sekarang sedang tidak berada di rumah. Pasalnya jika mereka ada di rumah, pasti yang di salahkan adalah aldrin dan alvyn, yang tidak bisa menjaga adik bungsunya tersebut.

"Vyn, gimana keadaan, dira?" Tanya aldrin saat memasuki ruang rawat aldira.

"Aldira baik-baik aja drin, kalo siuman juga udah boleh pulang." alvyn menghempaskan nafasnya kasar.

"Apa yang terjadi sama aldira sih, vyn? Harusnya gue gak pulang duluan." Sesal aldrin kemudian.

"Albian ngerjain dia, Biasalah korban bullying. Sampe penyakit dia kambuh, Tapi udahlah gak perlu di perpanjang, gak perlu di sesali juga"

"Vyn, lo gak bisa diem aja gini dong! Aldira adik lo, adik kita. Bahkan lo kaka kesayangannya. Lo harusnya bertindak sesuatu" aldrin mulai emosi

"Drin, udah... Lo harusnya belajar dari sikap aldira yang tegas dan sabar, gak usah ngedepanin emosi lah" alvyn menyadarkan aldrin yang sudah di rundung sikap emosinya.

Aldrin hanya menghela nafas gusar, dan menatap nanar adiknya yang berbaring lemah di atas brankar.

***
Hari ini sekolah rasanya malas. Kenapa? Albian sendiri tidak tahu penyebabnya. Sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi, ada sesuatu yang mengganjal. Kepala albian terus berpikir keras.

"Mikirin apaan sih?" Seseorang menepuk pundaknya. Edrick. Albian hanya menggeleng pelan.

"Si alvyn sama aldrin gak masuk." ujar robbi yang mencoba mengedarkan pandangannya ke ambang pintu kelas. Itu bukan pertanyaan, melainkan pernyataan.

Sejak bel masuk sampai bel istirahat pikiran albian terasa kacau. Ada secercak rasa bersalah, di hatinya pada perempuan kemarin, Aldira. Ada sesuatu yang mengganjal pula pada hatinya yang tertohok pada temannya. Alvyn.

Albian sendiri tidak tahu apa yang sekarang ia rasakan. Perasaan aneh terus berkecamuk di pikirannya.

Rasa khawatir? Bersalah? Marah? Takut? Atau cemburu?

Tidak! Tidak mungkin, Albian cemburu pada perempuan macam aldira. Inisih hanya rasa bersalah saja, karena atas perlakuannya aldira sampai jatuh pingsan, bahkan mimisan.

"Bro, balik sekolah gue mau ke rumah si alvyn. Ada yang mau ikut?" Tanya edrick kepada kedua temannya. Albian dan robbi. seketika membuat albian tersadar dari lamunannya.

"Gue gak bisa, mau anter nyokap gue check up" pernyataan robbi.

Albin tampak berpikir "gue sih mau aja ikut, tapi gue ada urusan" albian menjawab lantang.

"Oh.. Oke, kalo kalian gak bisa gue sendiri aja. Hayati terbiasa sendiri" edrick acuh dan memainkan kembali ponselnya.

Merasa ada yang aneh dengan ucapan edrick. Albian dan robbi memandang edrick dengan pandangan jijik.

"Najis alay" suara lantang robbi .

"Kayanya lo harus shollat deh, biar tuh setan alay keluar dari dari badan lo" albian menatap edrick.

"Ribet lo pada, Terserah gue lah." Edrick memandang kedua temannya tidak suka, dan kembali menatap layar ponselnya. "Kalo gue alay terus salah siapa? Salah orang tua gue? Salah pembantu gue? Salah temen-temen gue?" Bicara edrick sambil memandangi ponselnya, tanpa sadar albian dan robbi memandangnya dengan tatapan jengkel.

Love In High SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang