[ Enam bulan. Masih. Aku merindukannya. ]
Apa ia bilang kalau dirinya tahu jika kalian berdua tidak bisa berteman? Ia berbisik dan wajahnya yang dibenamkan di bahumu tidak membuat ucapannya terdengar jelas. Saat kau berbaring di ranjangmu, bergelung dalam tiga selimut dan dikelilingi banyak bantal, kau masih bertanya-tanya. Kau sangat ingin tahu, akan tetapi kesempatan kalian berdua untuk bertemu itu kecil.
Jimin menghampirimu dengan segelas teh. Kau meraihnya dan sedikit melukai jemarimu hingga membuatnya meringis.
"Kenapa temanmu tidak bisa mengantarmu pulang?" Ia bertanya, duduk di tepi ranjangmu.
"Ada masalah gawat. Aku tidak tahu jelasnya seperti apa. Tapi, sekali lagi terima kasih sudah menjemputku." Kau mengulurkan tanganmu jadi ia bisa menggenggamnya dan sedikit meremasnya.
"Berdiri di tengah hujan tidak ada baiknya untukmu," katanya setelah kau bersin.
Iya, hujan. Kau akhirnya bisa lepas dari Taehyung ketika mulai hujan. Ia terlihat sedih dan matanya tampak memerah, tapi kau terbakar amarah. Kau menjerit padanya, ia seharusnya pergi, tetapi ia terus menggelengkan kepalanya dan memegang tanganmu, namun kau melangkah mundur. Berteriak padanya juga tidak memberi pengaruh baik bagi tenggorokanmu. Kau mengeluarkan ponsel dari tasmu, menghubungi Jimin jadi ia bisa menjemputmu. Jimin langsung mengiyakan, ia terdengar khawatir. Taehyung masih berdiri di depanmu mencoba mengatakan sesuatu, namun kau tidak mau mendengar apapun lagi. Jadi, kau mulai menuju ke tempat kau memberitahu Jimin untuk menjemputmu. Kau meninggalkan Taehyung dan tidak berani menoleh sekalipun. Untungnya Jimin tampak tidak menyadari matamu merah, ia lebih khawatir karena kau basah kuyup. Ia memberitahumu bahwa kau akan sakit dan saat ia mengatakan itu, tatapannya kosong. Seolah ia tahu, kau tidak setia dalam beberapa hal.
Jimin benar. Kau terkena demam yang sangat parah. Irene dan Amber khawatir dan kau belum memberitahumu mereka soal apa yang terjadi. Kau bahkan belum yakin apakah harus memberitahu mereka. Mereka adalah sahabatmu ... mungkin kau harus memberitahu mereka? Cokelat yang Irene berikan padamu membuat kilasan masa lalu itu kembali. Rasanya persis seperti hari pertama ketika kau patah hati, ditambah deman kau merasa semakin menyedihkan.
Ponselmu tidak menyala selama seminggu, kau menghabiskan hari-harimu di ranjang. Orang-orang yang menjengukmu datang dan berlalu. Mereka semua menjadi khawatir dan semakin khawatir.
Sudah seminggu sehari berlalu dan itu juga merupakan hari terakhirmu sebelum kembali bekerja dan kuliah ketika belmu berbunyi. Pendek pendek panjang pendek. Tidak mungkin. Dengan kaki yang berat kau berjalan ke arah pintu lalu membukanya perlahan. Dan, Taehyung berdiri di depanmu dengan dua botol Wodka.
Ia tampak mengabaikan keadaan menyedihkanmu dan melangkah masuk dengan bahagia, meletakkan sepatunya di tempat yang biasa ia letakkan dan menuju ke ruang tamu. Kau mengikutinya dengan bingung, bertanya-tanya ada apa ini.
"Apa ini?" Kau bergumam, bersandar ke dinding. Ia melewatimu berjalan ke dapur dan mengambil dua gelas.
"Halo juga," katanya sambil duduk di karpet dan membuka botol pertama.
"Ini hari Minggu. Pukul empat sore. Kau berencana minum sekarang?" katamu.
"Iya. Kenapa tidak? Kita biasa minum di Minggu pagi." Ia tertawa sambil menuangkan cairan itu ke dalam gelas.
Kau bisa memukulnya karena membawa kembali kenangan itu. Kenangan adalah bagian paling rentan untukmu.
"Aku tidak minum alkohol lagi."
"Sejak kapan?" Ia memberimu tatapan geli.
"Semenjak aku menghajar pacarmu."
Kau penasaran bagaimana reaksinya. Apa ia akan beranjak dan pergi atau mengutukmu? Namun, ia mengejutkanmu lagi, seperti biasa. Ia terus tertawa menunjukkan senyum kotaknya yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect ➳ KTH
FanfictionTERJEMAHAN BAHASA INDONESIA | © SUGARJM "I can taste her lipstick."