Duabelas

1.8K 227 39
                                    

Denting lonceng berbunyi ketika seorang gadis berpakaian sederhana mendorong pintu masuk kafe. Masih dengan wajah kumal ia berjalan kearah meja yang berada didekat jendela kaca yang sebelumnya memesan sesuatu kepada pelayan.

Hari ini sangat melelahkan.

Selena berkata kepada dirinya sendiri ketika bayang-bayang Mr. Han, bosnya mempekerjakan dirinya melebihi waktu yang ditentukan alias lembur. Tetes air mengalir indah dari atap cafe dan beberapa orang tampak berlarian, ia tersenyum sendiri melihat pemandangan yang ada didepannya itu, untung saja ia sudah sampai di kafe langganannya jadi ia tidak menggingil di jalanan.

Jam ditangannya telah menunjukkan pukul sebelas malam tapi ia masih duduk di kafe sederhana sambil menyesap coklat panas. Sebenarnya badannya rasanya sudah hampir remuk apalagi hujan begini pasti sangat menyenangkan jika berada dibalik selimut tebal.

Sambil menikmati alunan lagu yang terdengar samar matanya tidak berhenti menatap sekeliling. Ia mengangguk-anggukan kepala menikmati dentum musik dan sedikit melepas rasa penat yang menjalar ditubuhnya, hingga cukup lama tiba-tiba pandangannya berhenti pada dua orang yang berdiri tidak jauh dari kafe. Ia sedikit tersentak ketika menyadari wajah laki-laki yang terasa tidak asing bagi dirinya, laki-laki itu tampak menarik tangan sang kekasih kedalam mobil. Ia mengenali wajah laki-laki itu walaupun sedang menyamping tapi rambut coklat gelap basah dan bentuk wajahnya yang campuran itu meyakinkan perasaannya.

Selena meneguk ludahnya dalam ia tahu jika laki-laki itu adalah Justin tapi ia sedang bersama seorang gadis.

Siapa?

Segera ia meraih ponsel yang berada dimeja mendial angka 1 sambil terus mengamati laki-laki yang ia hafal betul bahasa tubuhnya.

Pandangannya tidak beralih sedikitpun, laki-laki itu masih tidak bereaksi. Ia menggigit bibir bawahnya dengan perasaan kalut.

Jangan!

Batinnya berseru memohon jika laki-laki itu bukan Justin seperti yang ia perkirakan sebelumnya. Mungkin otaknya yang lelah ini sedang tidak dapat berpikir dengan jernih.

Ia tercekat ketika laki-laki itu merogoh saku celananya seperti mengambil sesuatu selang berikutnya sambungan telepon ke Justin terputus, pandangannya masih tertuju kepada laki-laki itu yang sibuk memasukan kembali sesuatu kedalam saku celana, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Ia tersenyum masam sebelum akhirnya berdiri tegak dan berjalan pergi ke luar kafe menembus hujan dan membiarkan tubuhnya basah.

......

Kelas masih sepi tidak ada seorang pun didalamnya ketika Yuki memasuki ruangan bercat cream tersebut. Earphone yang semenjak tadi menyumpal telinganya masih mengalunkan lagu beat milik EXO - Lucky One. Ia kembali melanjutkan langkahnya dan memilih tempat duduk didekat jendela sembari menikmati udara pagi karena hatinya sedang berbahagia.

Entah mengapa ia tersenyum sendiri ketika mengingat kejadian semalam. Benarkah acara perjodohan itu akan dilakukan-bersama Stefan. Terkadang ia tidak sadar dan menganggap ini adalah bunga tidur yang indah. Bukan hanya masalah perjodohan saja tapi moment itu dimana Stefan diam-diam meliriknya sebenarnya ia tahu karena ia tidak sedang menatap jalan raya tapi sedang melihat laki-laki itu lewat pantulan kaca mobil.

Tapi bayangan itu seketika lenyap ketika sebuah tangan menarik paksa earphone yang tengah ia pakai dan membuatnya tersentak. Ia tercenggang ketika melihat sahabat karibnya berdiri didepannya dengan nafas tidak beraturan dengan raut wajah yang sulit dijelaskan.

"Apa?" keningnya berkerut samar sembari menunggu Vebby agar lebih tenang dan membiarkan gadis itu duduk dihadapannya. Dari arah belakang Nina dan Chika juga berjalan menghampiri dirinya tapi tidak seheboh kehadiran Vebby.

PRINCESS (STEFKI VERS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang