Lima

1.8K 223 13
                                    

Suara ketukan pintu mengejutkan gadis berwajah ayu yang sedang duduk di depan cermin tak lama kemudian disusul suara derit pintu dan menampakkan wajah tua milik Bu Elis, ketua pembantu di rumahnya.

Sebuah amplop berwarna coklat yang tengah dibawa bu Elis menarik perhatian Yuki, wanita paruh baya yang sudah ia anggap seperti ibu kandungnya itu hanya tersenyum kalem dan mendekatinya di sisi ranjang.

"Itu apa, bu?" Bu Elis masih tersenyum kemudian menyerahkan amplop tersebut kepada Yuki, "Ini titipan dari Om Anggara katanya sih pesenan kamu." Yuki mengangguk paham kemudian segera membuka amplop tidak sabar.

Sebuah CD dan kertas semakin membuatnya penasaran terlebih dalam secarik kertas putih yang didalamnya tertulis sebuh alamat. Senyum puas mengembang di wajah ayunya, dengan lihai jari-jari mungilnya menekan layar I-phone.

"Hallo."

"Gimana Yuki, apa kamu sudah menerima kiriman dari Om?" Yuki tersenyum sendiri mendengar pertanyaan dari seberang.

"Udah om, ini baru aja sampai. Oh ya Om, makasih ya udah bantu Yuki." Terdengar kekehan dari seberang. Om Anggara memang sudah Yuki anggap sebagai pamannya sendiri, bahkan ia bersikap lebih manja jika bertemu dengan Ayah Vebby berbeda 180 derajat dari sikapnya di luar.

Tak banyak yang tau tentang kepribadian Yuki kecuali orang-orang terdekatnya, gadis penuh keangkuhan, perfeksionis, egois tapi disisi lain ia adalah seorang Yuki yang manja, lugu dan butuh kasih sayang.

Kehidupannya yang megah sama sekali tak dapat membuat dirinya bahagia seutuhnya hanya rasa kesepian yang selalu menghinggapi hatinya tanpa kasih sayang kedua orangtua yang lebih atau sewajarnya. Ayahnya yang pemilik perusahan terbesar kedua se-Indonesia selalu sibuk untuk mengurusi cabang-cabang perusahaan di luar negri sedangkan sang Ibu terlebih dahulu meninggalkannya, hanya dengan Bu Elis, ketua pembantu di rumahnya yang telah mengurusnya semenjak kecil.

Bu Elis sudah ia anggap sendiri sebagai ibu sekaligus sahabat, selama ini Bu Elis selalu menjadi tempat curahan hatinya ketika ia dilanda sebuah masalah termasuk masalah cintanya dengan Stefan dan Al.

"Oke Om, Sepuluh menit lagi Yuki kesana." Setelah itu sambungan dari seberang terputus, Yuki masih tersenyum kemudian menatap Bu Elis lalu memeluknya, "Kita akan menangkap siapa pelakunya, Bu."

Bu Elis ikut tersenyum kemudian bertos ria kepada Yuki, "Aww," Yuki meringis pelan ketika lengannya kembali terasa nyeri.

"Kenapa Yuki?" gurat-gurat panik terlihat jelas diwajah tua Bu Elis, wanita paruh baya itu memegang lengan Yuki dan dilihatnya bekas memar disana. Yuki masih meringis kesakitan sembari memegang lengan kirinya.

"Yuki?" nada kekhawatiran masih bertahan dalam suara bu Elis, "Kemarin Yuki kena bola basket bu, nggak sengaja sih," ucap Yuki dengan senyuman seolah menepis kekhawatiran bu Elis.

"Kamu yakin?" Bu Elis masih meragu sembari memandang Yuki lekat-lekat sedangkan gadis berwajah manis itu hanya tersenyum lalu bangkit dari duduknya dan merapikan tas kecilnya, "Yuki nggak kenapa-kenapa, Bu. Kalau gitu Yuki berangkat dulu."

Setelah berkata seperti itu Yuki mengecup sekilas pipi Bu Elis kemudian berjalan pergi menuju garasi mobil.

**

Di ruangan berwarna merah maroon dua orang pemuda sedang duduk didalamnya, semenjak beberapa menit yang lalu tidak ada pembicaraan diantara mereka. Masing-masing masih terdiam dengan fikirannya.

Helaan napas terdengar keras dalam ruangan tersebut, mata tajam milik Stefan masih menatap pemuda yang dua tahun lebih tua darinya dengan kesal sedangkan pemuda yang tak lain itu Justin masih melengos tidak menatap adiknya sedikitpun.

PRINCESS (STEFKI VERS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang