DUA PULUH TUJUH

1.4K 187 74
                                    

Oi mau cerita nih. laptop aku barusan rusak :(( mati total ga bisa buat apa-apa. Dan ini baru bisa dibenerin. Seneng banget rasanya. Bisa ngetik lagi.

------




Kertas-kertas berserakan, pensil warna pun juga berserakan dimanapun, tak lupa kalkulator dan peralatan tulis lainnya memenuhi meja belajar besar itu. Seorang gadis sibuk mengetik di notebook putih miliknya sambil sesekali memperbaik kacamata bundarnya yang merosot. Gadis itu mengerang kecil kemudian berganti meraih buku script mencoret-coret kembali di kertas putih.

Gadis itu, Yuki Anggraini Kato. Tengah sibuk melakukan perhitungan saham perusahaan kemudian beralih menggambar-gambar bebas. Hampir semua gambarnya adalah gaun-gaun, wanita berpakaian trendy, kaos tumblr, dll.

Yuki memang suka menggambar, karena cita-cita sebenarnya adalah menjadi seorang designer yang terkenal di dunia. Akan tetapi, cita-citanya itu pupus karena suatu hari nanti dia akan menggantikan sang Ayah dalam memegang perusahaan Kato Group atau nama lainnya Empire Group.

Ting!

Ponselnya berdering, menampilkan pop up pesan dari nomor yang tidak dikenal.

“Oh,” gumam Yuki ketika selesai membaca sederet pesan di ponselnya.

Isi pesannya adalah pemberitahuan registrasi beasiswa di kampus impiannya. Sepertinya lebih cepat dari yang dibayangkan.

berikutnya, dengan lihai ia menggerak-gerakan jemarinya pada keyboard notebook dan tenggelam dengan kesibukan barunya.

 


##


Di tempat lain, Stefan termenung di sofa ruang tamu. Beberapa kali ia tampak mengerutkan kening—berpikir keras— lalu bergerak gelisah. Dan itu terjadi berulang kali selama tiga puluh menit terakhir. Ia mengetuk-ketukan kukunya di layar ponsel hitam, mengetikan pesan lalu menghapusnya kembali.

Pikirannya kembali dengan kejadian semalam, ketika dirinya sedang berkencan dengan Nasya.



Gerimis mulai menghilang berganti dengan hawa sejuk malam dan bau tanah khas. Di sudut taman kota, sejoli manusia itu tengah duduk di luar café sambil menikmati angin malam. Waktu masih menunjukkan pukul delapan. Tidak masalah karena semakin malam kota metropolitan akan semakin ramai, apalagi hujan berhenti dengan cepat.

“Bulan depan aku magang di perusahaan Ayah.” Kata Stefan dengan bersemangat

Nasya mendongakan wajah dengan bibir menipis. Gadis itu tampaknya tersadar dengan sesuatu.

“Kamu kalau butuh apapun bilang aja, yang. Aku sudah transfer untuk keperluan bulan ini, kamu ga perlu khawatir apapun lagi.” Lanjutnya dengan nada rendah yang menggetarkan hati.

Memang mempunya pacar yang ganteng, setia dan kaya adalah idaman seluruh kaum hawa, terbih gadis miskin sepertinya. Tapi lambat laun, ia merasa telah memanfaatkan Stefan. Pemuda itu selalu membiayai kebutuhan hidupnya selama ibunya masih ada hingga sekarang ini. Tidak ada yang salah dengan kebaikan Stefan, tapi dengan itu ia sadar jika ia hanya menjadi beban untuk Stefan. Ia sadar bukan gadis yang bisa berdiri sejajar dengan kedudukan Stefan dan tidak dapat mencintai pemuda itu sebanyak Stefan mencintainya.

Nasya mengamit tangan Stefan, mengelusnya dengan pelan, “Stefan,” lirihnya

“Hm?”

“Makasih.”

Pemuda itu menggeleng pelan lalu menangkup kedua tangannya, “Itu udah tanggung jawab aku sebagai pacar kamu,”

“Engga Stef. Ini salah,” Stefan tertegun dengan ucapan Nasya, “Aku ngga bisa nerima kebaikan kamu terus. Selama ini hubungan kita salah Stef.”

“Aku mencintai kamu, kamu mencintai aku. Lalu apa yang salah?” kata Stefan tegas seolah meminta alasan yang tepat.

“Kelulusan nanti aku akan pergi ke Jepang.”

“Aku tahu,”

“Kamu harus pergi ke Amerika untuk menyelesaikan kuliah kamu hingga S2.” Lirih gadis itu dengan terbata.

“Kita sudah sepakat tentang hal ini. Apalagi, Sya?” tuntut Stefan, “kalaupun itu terlalu lama aku bisa S2 di Indonesia atau aku akan susul kamu di Jepang.”

“Engga Stef, kamu harus ingat perjodohan kamu dengan Yuki.” Ucapan Nasya seolah menghancurkan impian mereka. Stefan membatu begitu saja. Mimpi yang selama ini ia bangun dengan Nasya runtuh begitu saja.

“Aku bisa batalin perjodohan ini. Kamu hanya perlu menunggu sedikit lagi.” Pinta Stefan lirih sambil menggenggam jemari Nasya

“Aku ga bisa. Aku sudah memutuskan untuk pergi dari Indonesia. Aku ga akan pernah kembali kesini lagi, Stef.” Airmata yang selama ini ia sembunyikan akhirnya luruh juga.

Stefan menghela napas keras seolah menghempaskan beban berat di dadanya. Ia mulai beranjak dari duduknya kemudian mengambil kunci mobil di meja. Dengan pakaian kasual—jeans dan kaos putih, tak lupa jaket jeans biru—memutuskan untuk pergi ke suatu tempat yang dapat menyelesaikan masalahnya.

Ia menarik gas dengan emosi tertahan, melesat cepat di jalan raya tanpa memperdulikan klakson yang menggema karena ulahnya. Hingga ia sampai di sebuah gedung tinggi dengan tulisan Cakrawala Group disamping halaman kantor berdiri gagah. Wajahnya mengeruh ketika melewati jajaran karyawan yang berlomba-lomba menyambutnya.

Cih, ia tidak butuh itu sekarang.

Hingga ia sampai di lantai 20 gedung tersebut, dan dihadapkan dengan koridor sepi. Hanya ada satu meja resepsionis, ia melewatinya tanpa banyak kata dan membuka pintu disamping meja tersebut.

“Pah—” suaranya terhenti ketika suara tamparan terdengar keras tertangkap pendengarannya. Ia segera melangkah cepat menemui ayahnya.

Dan apa yang baru saja dilihatnya membuat jantungnya hampir lepas,

 “Sejauh ini saya sudah meminta maaf dengan besar hati kepada Om. Tapi dengan apa yang om lakukan kepada saya sekarang ini saya tidak seharusnya melakukan hal menjijikan seperti tadi.”

“Berani-beraninya kamu!” suara lantang William terhenti ketika melihat Stefan di depan pintu. Begitupula dengan Yuki yang menoleh ke belakang dengan sisa airmata dipipinya.

Stefan menarik napas dalam-dalam sebelum menyeret Yuki dari hadapan Ayahnya dan keluar begitu saja.




Continue
Key ❤

Cantik banget sih teh. Bukan kaleng-kaleng :((

PRINCESS (STEFKI VERS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang