Hai.
Akhirnya kita kembali bertemu setelah sekian lama.
Wajah angkuh mu menyapa ku lagi. Persis seperti saat kita pertama bertemu di bandara.
Dan kali ini aku tersenyum alih-alih mengutuk diri mu.
Hai.
Tidak kah kau melihat bagaimana sekuat tenaga aku berusaha untuk menahan diri untuk tak terlihat berlebihan saat mata kita bertemu dan kulit kita bersentuhan?
Hai.
Aku merindukan mu.
Dengan sangat hebat.
Tapi ini pernikahan ku, dan kau bukanlah pemeran utamanya.
Maaf.
Ternyata Tuhan mempersiapkan mu hanya sebagai sebuah pembelajaran untuk ku.
Walaupun aku tak bisa mengatakan bahwa lelaki yang menikahi ku sekarang ini adalah garis akhir kebahagiaan ku. Maksudnya, siapa yang tahu?
Hai.
Terima kasih pria yang ku yakini kini sudah beranjak dewasa dan akan memahami segalanya.
Dulu, aku selalu berpendapat jika diri mu adalah anak lelaki angkuh yang tidak mau kalah. Tapi kau tahu apa? Aku salah.
Saat itu,
Senyum mu lah yang paling hangat.
Tatapan mata mu lah yang paling tulus.
Sentuhan mu lah yang paling lembut.
Kau punya sejuta rahasia menakjubkan yang sedikit demi sedikit kau utarakan pada ku. Yang pada akhirnya membuat ku mengerti bahwa kau bukanlah anak lelaki sok keren pada umumnya.Kau adalah sebuah rahasia indah dan aku beruntung mengenal mu.
Sungguh. Jika saja aku punya satu hari dengan mu, maka aku bersedia membiarkan mata ku tak berkedip untuk memandang mu, menikmati setiap jengkal keindahan mu dalam keheningan karena aku tahu, di hari kemudian, aku tak akan bisa menikmatinya lagi.
Andai saja kau tahu. Betapa aku melewati malam-malam meyakinkan diri ku bahwa kau akan kembali membawa mimpi-mimpi yang ku tinggalkan bersama mu. Menyapa ku lagi dan menyusun ulang segalanya.
Tapi ternyata hati ku tak setangguh itu untuk menunggu mu yang tak juga datang.
Hati ku tak setangguh itu untuk terus merindukan keberadaan mu di samping ku. Menatap langit, menunggu bintang dan membicarakan apapun yang penting kau tetap di samping ku.
Hati ku tak setangguh itu untuk terus merindukan sentuhan mu yang seringkali membalut tidur ku dan maka aku mengetahui bahwa aku akan aman di dalamnya.
Hati ku tak setangguh itu untuk terus merindukan tawa mu yang diikuti pejaman mata dan kerutan di sisi-sisinya saat kau sendiri lah yang melemparkan canda.
Hati ku tak setangguh itu. Sama halnya dengan keyakinan mu.
Apa yang kita pernah miliki mungkin indah. Namun indah tidak selalu berarti tangguh.
Mungkin dulu saat masing-masing keraguan kita bertemu, mereka meyakinkan satu sama lain untuk tetap bersama. Tapi kelihatannya tidak dengan diri kita.
Maka mereka pun berangsur berbalik menjauh dan memilih untuk menyepi. Memperkuat nama mereka; keraguan.
Hai.
Terima kasih karena kau telah membuat ku lebih kuat untuk saat ini. Dengan pembelajaran hebat sehingga aku takkan lagi salah langkah.
Hai.
Yang ku minta saat ini hanyalah agar kau mendoakan ku. Kebahagiaan ku. Dan aku tahu, tanpa ku minta, kau pasti akan melakukannya. Karena tentu, aku selalu melakukannya setiap saat. Mendoakan mu.
Kau tahu tidak, jika mendoakan adalah sama dengan memeluk dari jauh? Maka dari itu aku selalu melakukannya. Karena aku selalu ingin memeluk mu.
Hai.
Aku tak pernah menyesali ketukan pintu mu dalam hidup ku. Mengucapkan selamat datang dan singgah sebentar. Dan lalu kau sadar jika ini bukan rumah mu setelah beberapa malam.
Bukannya menyalahkan mu. Malah, aku menyadari kesalahan ku sendiri; aku tak bisa menjadi rumah yang menghangatkan mu karena aku terus berharap ada orang lain yang akan datang membeli ku.
Maka kau berkemas kembali. Dengan kepingan kepercayaan sebagai barang-barang mu yang sudah terlanjur berserakan di lantai. Karena kau selalu mengira, aku adalah tempat dimana kau akan mati.
Tapi ternyata tidak.
Hai.
Aku sudah kedatangan pemilik ku.
Semoga beruntung dalam menemukan rumah mu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUSTRALIANS 2 [5SOS]
Fanfiction"Opening act," jawab Michael singkat. "Two years and still opening act?," aku tertawa. "One Direction," Calum menambahkan.