Bagian VIII: Permintaan Terakhir

19.3K 2.4K 2.6K
                                    

"I think I'm gonna go out alone for a little while". Sekali lagi aku memberikan senyum terbaik yang bisa ku ulaskan kepada Calum.

Aku mencoba berjalan setenang mungkin ke pintu yang belum sampai sepuluh menit yang lalu ku buka.

Setelah pintu itu kembali tertutup dengan hiruk pikuk pesta yang terjaga di dalamnya, aku berlari sekencang mungkin. Entah kemana.

Tangis ku memecah di dinginnya malam Sydney.

Lalu apakah aku peduli dengan suhu udara yang menusuk-nusuk kulit ku malam ini? Tidak.

Tidak. Karena kata-kata Luke tadi lebih liar mencabik-cabik hati ku.

Aku berbelok ke tanah kosong setelah parkiran aula. Menenggelamkan diri ku dalam kegelapan. Aku bahkan tidak peduli bila tak ada yang menemukan ku menangis di sini sampai pagi. Aku tidak ingin ditemukan. Aku tidak ingin menemui siapa pun.

Aku terduduk di bawah pohon dan menyandarkan tubuh ku di lingkar besar batangnya.

Sepatu Merah Mali yang diselipkan kaos kaki membuat kedua tumit ku lecet berdarah. Jadi aku melepaskannya secara kasar karena rasa kesal ku yang masih membara.

Aku meremas wajah ku untuk yang kesekian kali.

Mengapa aku sangat bodoh?

Mengapa aku percaya bahwa Luke masih mencintai ku?

Atau bahkan mengapa aku percaya dia mencintai ku?

Bodoh!

Mengapa aku harus mengorbankan waktu menunggu dan terbang ke Sydney lalu berpikir bahwa saat aku mengatakannya semua akan berjalan lancar?

Mengapa aku tidak berhati-hati dalam memikirkan banyak kemungkinan buruk yang ada?

Terakhir kali aku seperti ini, aku mempunyai seseorang yang datang dengan sebatang cokelat dan berbaring di samping ku. Namun kini? Bahkan orang itu lah yang membuatku kembali seperti ini. lebih buruk.

Aku benci Luke.

Aku benci karena aku begitu mencintainya.

Aku benci karena bahkan di saat seperti ini aku masih berharap dia datang dan berbaring di samping ku dan menggumamkan lagu apa pun.

Aku benci.

Aku juga benci pada diriku yang detik ini masih bisa tersenyum mengingat perlakuan-perlakuan manisnya.

Tidak.

Dia jahat.

Dia sangat jahat.

Apa salah ku? Mengapa ia memperlakukan ku seperti ini? Ugh. Baiklah dia memang tidak melihat ku tadi, tapi serius, mengapa ia melakukan semua ini??

"Have you done yet?".

Aku mendongak dan menemukan Calum berdiri menatap ku secara ofensif dengan kedua lengan berkaca pinggang.

Aku buru-buru menepis air mata ku dan berdiri, menatap Calum seakan aku baik-baik saja karena memang itu yang ingin ku tunjukan padanya.

Calum balik menatap ku, matanya menerawang dalam. "You wanna go home now?".

Mata ku melemah namun masih menahan air-airnya yang selalu memaksa ingin keluar. Aku mengangguk. "I'm okay, Calum".

Memang Calum tidak bertanya, namun entah mengapa aku butuh memberitahunya kalau-kalau dia lebih mempercayai ucapan daripada keadaan.

Calum membungkuk untuk mengambil sepatu Mali. Ia lalu membuka sepatu vans classic all blacknya. "Here, wear mine".

Lalu aku pun mengenakannya sementara Calum hanya berjalan menggunakan kaos kaki.

AUSTRALIANS 2 [5SOS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang