Bab 2

591 55 4
                                    

Click.

Sungjae membuka pintu apartemennya dan mengganti sepatu yang ia kenakan dengan sandal rumah. Rasanya sepi dan dingin. Sungjae ingat perasaan ini, ketika hidupnya hanya ada dua warna yaitu hitam dan abu-abu. Monoton. Semua yang dilakukannya terlalu teratur dan sesuai pada porsinya. Sungjae bisa dibilang merupakan orang yang perfeksionis juga, selain itu tuntutan dari orangtuanya untuk mendapat nilai bagus dan mendapat peringkat di sekolah membuat kepribadiannya seperti ini. Terkesan dingin dan tertutup bahkan sulit untuk bersosialisasi dan beradaptasi dengan lingkungan baru. Karena apa yang dilakukannya hanya belajar dan belajar.

Ia melangkah ke kamar mandi, menyalahkan shower dan membiarkan tubuh polosnya basah oleh air. Ia perlu mendinginkan pikirannya, semakin ia memikirkan cara untuk kembali rasanya semakin pusing. Otaknya dipaksa untuk terlalu keras bekerja. Ada rasa ingin menyerah dan merelakan semuanya, tentang apa yang telah terjadi diantara dia dan gadis itu namun ada sebagian keinginan dalam hati kecilnya untuk memperbaiki semuanya.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya dan mengenakan baju santai, ia merebahkan tubunya di atas tempat tidur. Menatap langit-langit kamarnya dalam diam, lalu membiarkan matanya terpejam sesaat dan masuk ke dalam alam bawah sadarnya. Tempat dimana ia bisa bertemu gadis itu, walau hanya dalam mimpi.

Sungjae menatap sekeliling, rasanya tempat ini sangat familiar. Sungjae berusaha mengingatnya, namun tidak ada titik terang. Ia merasa dirinya seakan terkena amnesia mendadak. Lalu, tubuhnya terdorong ke depan, ia merasakan sebuah tangan yang melingkar disekitar pinggangnya. Sungjae tersenyum kecil, "Aku tahu kau akan datang."

Sungjae berbalik dan menatap gadis tersebut. Satu-satunya perempuan yang ia cintai dalam hidupnya, selain ibunya. Park Sooyoung, kekasihnya, dunianya.

"Kenapa Oppa lama sekali datang? Aku sudah menunggu hampir satu jam. Aku kira Oppa akan meninggalkanku sama seperti hari itu." Ucap Sooyoung sambil merengut. Ada rasa bersalah terselip dalam diri Sungjae. Sungjae tersenyum hambar lalu mengelus pipi Sooyoung.

"Hari itu tidak akan pernah terulang lagi, Joy."

"Janji?"

"Janji."

Lalu mereka terdiam, memandang satu sama lain. Entah ada dorongan dari mana hingga Sungjae memiliki keberanian untuk melakukannya terlebih dahulu. Ia membiarkan bibirnya berada di atas bibir Sooyoung, mencium gadis itu. Hanya mengecup, untuk waktu yang cukup lama. Memejamkan matanya erat dan menikmati waktu yang terasa hanya milik berdua. Perlahan, Sungjae menjauhkan bibirnya, "Aku minta maaf."

"Untuk?"

"Karena aku memanggilmu Joy lagi." Kata Sungjae sambil tersenyum miring membuat Sooyoung kesal dan memukul dadanya pelan, "Oppa tahu, aku tidak suka ketika orang-orang memanggilku dengan nama panggilanku. Rasanya terkesan dipaksakan menjadi bule."

"Tapi itu panggilan yang diberikan orangtuamu kan? Joy, kebahagiaan. Aku yakin nama adalah doa dan orangtuamu selalu ingin mendoakanmu agar kau terus bahagia."

"Aku sudah cukup bahagia, bersama Oppa."

"Aku juga."

****

Beep. Beep.

Sungjae terbangun dari tidurnya. Kakinya serasa mati rasa karena semalaman ia tidur dengan posisi kaki menggantung. Sepenuhnya ini karena kebodohannya, seharusnya dengan kondisi tubuh lelah seperti kemarin ia langsung merebahkan tubuhnya ke dalam posisi tidur yang benar. Sungjae meringis memindahkan kakinya yang terasa kesemutan, sangat sakit, tapi tidak sebanding dengan rasa sakit yang menusuk hingga ke ulu hatinya.

REMEMBER THAT. [ ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang