Cafe lagi. Duduk Berhadapan lagi. Secangkir americano dan caramel machiatto lagi. Bedanya mungkin, baju yang mereka pakai. Bedanya mungkin, kali ini Sungjae yang meminta penjelasan. Bedanya mungkin, emosinya berbeda dengan yang kemarin. Kali ini Sungjae bisa meledak kapan saja. Kalau diilustrasikan, mungkin Sungjae adalah gunung api aktif yang telah mengeluarkan erupsi dan menunggu hingga melelehkan lahar vulkanik. Bisa kapan saja meledak, tanpa tahu yang pasti kapan.
"Jadi, kau ingin aku memulai dari mana?" Yoochun angkat suara, namun bukan itu yang ingin Sungjae dengan pertama kali. Sungjae menolak untuk berbasa-basi hari ini. Sungjae tidak suka dengan sikap Yoochun yang terkesan mengulur-ulur waktu, semuanya. Maka yang ia beri hanya tatapan tajam dan dingin, raut wajahnya yang kaku dan sama sekali tidak bersahabat. Yoochun yang menyadari itu hanya menghela nafas dalam hati. Belum pernah dalam sejarah hidupnya mendapat pandangan mengintimidasi seperti itu dari siapapun.
"Aku mungkin akan memulai dari bagaimana Taehwan mendekati Sooyoung,"
"Silahkan." Ucap Sungjae dengan nada tak enak.
"Tapi dengan satu catatan, jaga emosimu."
****
Juli 2015
Yoochun menatap Taehwan yang berdiri di sampingnya. Pria itu gugup, sangat. Yoochun sudah mengenal Taehwan dari lama dan ketika pria itu mulai mengetukan kakinya ke tanah berulang kali berarti pria itu gugup. Temponya bukan lambat, melainkan cepat. Tingkah Taehwan yang seperti itu jujur, malah membuat Yoochun ingin tertawa. Tapi tidak untuk sekarang, tidak untuk saat ini.
"Oppa!" Teriak Sooyoung dari kejauhan. Gadis itu berlari dan masuk ke dalam pelukannya. Yoochun memeluknya erat sedangkan Taehwan memperhatikannya dalam diam. Tidak ada lagi ada ketukan ke tanah. Mungkin, Taehwan berusaha untuk menjaga imagenya. "Aigoo, adik kecil kesayanganku. Bagaimana aku mau mendapat pacar kalau kau selalu menempel seperti ini padaku?" Canda Yoochun yang membuat Sooyoung tertawa lepas, membuat Taehwan bersemu karena melihat wajah cantik Sooyoung saat tertawa secara cuma-cuma.
"Kalau mereka mau jadi pacar Oppa, berarti mereka harus siap-siap membagi waktu pacarannya denganku. Aku pasti akan mengintil Oppa kemana-mana soalnya." Yoochun yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas, "Bercanda Oppa!" Pekik Sooyoung sambil mencubit kedua pipi Yoochun gemas.
Siapapun. Siapapun yang tidak mengetahui kalau mereka adalah sepupu pasti akan mengira mereka adalah sepasang kekasih. Beruntungnya, Taehwan tahu kalau mereka adalah sepupu sehingga Taehwan tidak menaruh rasa cemburu sama sekali. Beda kasusnya, kalau yang melakukannya adalah Sungjae.
Yook Sungjae. Mengingat nama itu membuat Taehwan mengingat masa-masa mereka bersama sebagai ketiga sahabat yang terkenal karena keahlian bermain basket. Masuk dalam jajaran pria most wanted. Yang jelas, mereka banyak menghabiskan waktu bertiga. Namun, satu hal yang membuat Taehwan merasa kalau persahabatan ini tidak berjalan dengan baik saat ia mengetahui Sooyoung, gadis yang ia cintai mencintai sahabatnya, Yook Sungjae. Bukan dirinya, sedetik pun.
Taehwan tidak marah, sama sekali tidak. Sepenuhnya ini hak Sooyoung untuk jatuh hati kepada siapa saja. Namun ia tidak menyangka bahwa gadis itu akan jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Orang yang dekat dengannya, lebih dari hubungan saudara. Oleh karena itu, pada akhirnya Taehwan memendam sendirian. Membiarkan perasaannya luruh dengan sendirinya, walau kenyataannya hingga saat ini pun perasaannya masih sama dan belum berubah. Nyatanya, ia masih mencintai Park Sooyoung.
"Jadi, Oppa. Kau ingin mengajak kami kemana?" Tanya Sooyoung pada Taehwan. Ini percakapan pertama setelah beberapa tahun tidak bertemu. Taehwan membuka mulutnya, namun suaranya tak kunjung muncul. Kalimatnya seakan tertahan di pangkal lidahnya, "Taehwan mengajak kita ke Lotte World, kau tidak keberatan bukan? Lagipula terakhir kita kesana saat kau masih awal kelas satu SMA." Yoochun menyelamatkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER THAT. [ ON HOLD]
FanfictionAfter all this time, i still love her like I did before. It hurts, yes it's fuckin hurt. I try to not think of her, as best I could do. Then, there's a point when all i could do is think of her, remind all of those things we had done and we should d...