Setelah berhasil menenangkan Sooyoung dan membuatnya terlelap, Yoochun baru dapat bernafas lega. Yook Sungjae benar – benar pria paling brengsek setelah dirinya yang pernah dikenalnya. Setelah mendengar semua penjelasan Sooyoung, ia mengerti kenapa adik sepupu kesayangannya ini bisa menangis terisak seperti itu tadi.
Pria itu menelpon Sungjae sekali lagi, namun ponsel pria itu aktif kali ini. Tepat ketika pria itu belum sempat mengatakan halo dan sebagainya Yoochun sudah menyumpah serapahinya dengan segala kata – kata kotor yang ia punya. Diujung sana, Sungjae hanya terdiam dan menerima semua sumpah serapah yang akan juga ia lakukan apabila ia ada diposisi Yoochun sekarang.
"Terima kasih, Hyung." Ucap Sungjae di ujung sana membuat emosi Yoochun semakin menjadi.
"Terima kasih, katamu? Brengsek."
"Hari ini aku bertemu dengan Taehwan, dia juga memarahiku seperti sekarang ini bahkan ketika aku bilang waktuku hanya sebulan lagi. Saat kubilang kau dan dia adalah sahabat terbaikku, ia malah marah dan mengatakan bahwa ia bukan sahaba terbaik. Padahal kalian memang sahabat terbaik yang aku punya. Dan kau harus tahu, Hyung.." Ucap Sungjae menggantung di ujung sana.
"Apa?"
"Ia bilang aku harus sembuh. Kau dengar itu, Hyung? Dia bilang aku harus sembuh jika aku masih ingin dianggap sahabat olehnya. Itu sesuatu yang gila bukan, Hyung?" Tanya Sungjae sambil tertawa pilu diujung sana.
Yoochun tidak berniat untuk membalasnya kali ini, malahan ia merasa Sungjae terdengar begitu menyedihkan sekalipun pria itu tidak menangis tapi ia yakin hatinya meringis.
"Bagaiman ia bisa berpikir aku bisa sembuh? Memangnya selama ini apa yang aku lakukan? Pergi ke beberapa dokter di beberapa negara bahkan hampir pernah membuat keluargaku bangkrut dengan semua proses pengobatanku. Kenapa semua orang mati – matian membelaku untuk bertahan hidup? Dokter saja sekarang sudah mulai angkat tangan, Hyung. Dia bilang hidupku hanya satu bulan lagi. Jadi apa yang harus aku lakukan? Apa?"
"Sungjae-ya, kau ada dimana sekarang?"
"Tidak penting, Hyung aku ada dimana sekarang. Setelah berpamitan dengan Sooyoung dan Taehwan, aku hanya ingin berpamitan denganmu sekarang-"
"Sungjae-ya, apa maksudmu?"
"Satu – satunya orang yang paling aku hormati dalam hidupku adalah kau Hyung. Kau panutanku, sekalipun orang sering memandang remeh ke arahmu, ada aku yang selalu menghormatimu, Hyung. Maaf, aku tidak bisa mengatakan perpisahan ini secara langsung karena aku tidak ingin lagi menyakiti orang lain secara langsung. Cukup Taehwan dan Sooyoung saja yang mengalaminya-"
"Sungjae, bodoh! Kenapa harus mengucapkan salam perpisahan, hah?!"
"Terima kasih, Hyung. Aku janji, akan hidup lebih baik di sisa – sisa hariku. Maaf kalau selalu menyakiti Sooyoung, kau tahu betapa aku mencintainya dan kau juga tahu rasa cintaku malah menjadi bumerang untuk kami. Aku berharap, yang terbaik untuk kalian."
"Sungjae! Sungjae!"
Tut. Tut. Tut.
Panggilan itu terputus. Yoochun segera berusaha menghubungi nomor itu kembali tapi apa daya, nomor tersebut kembali tidak aktif lagi. Yoochun hendak bergegas untuk pergi ke apartemen Sungjae namun disisi lain, ia tidak bisa meninggalkan Sooyoung dalam keadaan yang belum stabil. Akhirnya, ia mengurungkan niatnya. Besok pagi, Yoochun akan datang ke apartemennya.
**
Sooyoung bangun dari tidurnya dengan kepala yang begitu berat. Menangis seharian membuatnya kehilangan banyak tenaga. Terlebih lagi, tenggorokannya sangat kering. Melawan rasa pusing di kepalanya ia berusaha berjalan keluar dari kamarnya dan segera mengambil air minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER THAT. [ ON HOLD]
FanfictionAfter all this time, i still love her like I did before. It hurts, yes it's fuckin hurt. I try to not think of her, as best I could do. Then, there's a point when all i could do is think of her, remind all of those things we had done and we should d...