Bab 7

383 37 3
                                    

Lima hari telah berlalu semenjak pertemuan Sungjae dengan Sooyoung. Ia tidak bisa bohong, kalau perasaan itu masih ada disana. Bagaimana saat tangan mereka menjabat, Sungjae sangat ingin untuk menjabat tangan Sooyoung lebih lama. Seakan mengungkapkan betapa ia merindukan gadis itu berada disisinya. Tiga tahun yang seakan terbuang sia-sia dan ia berharap kalau hari itu mereka bisa mengulangnya kembali dari awal.

Tapi saat kesempatan itu datang, Sungjae tidak mengambil kesempatan tersebut. Pria itu menghempaskan kesempatan itu dan menganggap bahwa apa yang terjadi mereka hanya kenangan di masa lalu. Sungjae dan Sooyoung hanya seorang bocah laki-laki dan gadis yang baru saja mencicipi rasanya cinta semu dikala mereka masih remaja. Sekarang mereka sudah dewasa, situasinya berbeda.

Sungjae tidak bisa lagi memiliki apa yang sudah menjadi milik orang lain. Kurang lebih, seperti itu mindset Sungjae.

Park Sooyoung sudah terikat oleh sahabat semasa SMA-nya, Lee Taehwan dan kemungkinan besar sebentar lagi mereka akan menikah. Lalu apa Sungjae harus datang ketika seseorang hampir meraih kebahagiaannya dan datang sebagai orang ketiga? Tidak. Sungjae tidak akan pernah melakukan hal itu.

Bisa saja, perasaan Sungjae selama ini hanya karena dulu Sooyoung adalah satu-satunya perempuan yang dapat sangat dekat dengan Sungjae. Mungkin saja Sungjae hanya merasa sedikit kehilangan sosok gadis itu. Mungkin saja Sungjae terlalu memprioritaskan Sooyoung saat itu diatas segalanya, membuat Sooyoung memiliki tempat begitu spesial dalam hidupnya. Mungkin saja Sooyoung hanya satu-satunya gadis yang tahu bagaimana caranya melelehkan dinding dingin Sungjae. Mungkin saja Sungjae menganggap Sooyoung sebagai adiknya sendiri.

Mungkin saja... mungkin saja Sungjae jatuh hati pada Sooyoung. Namun, pria itu tidak memiliki keberanian kuat untuk mengakui semuanya. Ia tidak percaya akan yang namanya cinta, walau beberapa kali ia sendiri tahu kalau dia sudah terjebak dalam lingkaran setan bernama cinta. Bagi Sungjae, sekali kau merasakan cinta, hancur hidupmu. Bahkan rasanya lebih menyesakkan daripada pulang menggunakan kereta saat jam sibuk di Inggris, lebih menyesakkan dari puluhan orang yang menghimpit tubuhmu. Jantung yang berpacu lebih cepat diiringi dengan keringat dingin sebesar biji jagung, lebih menegangkan daripada wawancara lamaram kerjamu.Tenggorokanmu juga serasa terbakar, lebih terbakar daripada meminum soda dengan kandungan karbondioksida tinggi saat melihat dia, yang kamu cintai, berdampingan dengan seseorang yang bukan dirimu. Itulah cinta.

Sungjae meneguk botol soju yang berada dalam genggamannya. Tidak perduli sudah berapa soju yang ia tegak, dengan alibi ingin menghangatkan badan namun kenyataannya ia ingin mabuk. Mabuk, dengan begitu ia bisa sedikit saja melupakan Sooyoung yang beberapa hari belakangan ini menganggu sistem kerja otaknya juga sistem kerja hatinya.

Mukanya sudah merah padam, layaknya kepiting rebus. Pria itu juga mulai meracau dan menggumam hal-hal tidak jelas namun sesekali pria itu memanggil nama Sooyoung dalam ketidaksadarannya.

"Ah, akhirnya kau datang juga. Kedai Ahjumma sudah mau tutup tapi pria ini tidak mau pergi juga dan malah meminta soju yang entah sudah keberapa." Kata Ahjumma pemilik kedai sambil terus mengoceh. Sungjae samar-samar masih bisa mendengar percakapan Ahjumma pemilih kedai namun pria itu mulai kehilangan kesadarannya.

"Mianhaeyo, Ahjumma. Jadi merepotkan." Balasnya namun Ahjumma malah menggeleng. "Aniya, kau datang kesini membantu Ahjumma. Ah, ini ponselnya. Maaf Ahjumma menelponmu, pasti merepotkan sekali memapah laki-laki sebesar dia, habisnya nomormu yang ada dipaling atas kontak teleponnya. Ahjumma tidak bisa menemukan nama kerabatnya."

"Iya, pria ini memang tinggal di Inggris. Dia belum lama kembali."

"Oh, seperti itu. Kalau begitu Ahjumma membereskan kedai sebentar ya."

REMEMBER THAT. [ ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang