"Ah, kenyang." Seru Sooyoung sambil mengusap perutnya saat mereka tengah berjalan beriringan di trotoar. Sungjae yang melihat itu hanya bisa mengulum senyum. Sooyoung yang nenyadari Sungjae tersenyum segera berdiri tepat di hadapan Sungjae dan memandangi pria itu dengan seksama.
"W-waeyo?" Tanya Sungjae gugup sekaligus merasakan pipinya yang menghangat. Jarak wajah mereka yang terlalu dekat membuat Sungjae seperti ini. Sedangkan Sooyoung menyipitkan matanya seakan mengidentifikasi Sungjae. "Waeyo!" Pekik Sungjae kesal sekaligus malu.
"Katakan padaku Oppa," Kata Sooyoung menggantung. "Sebenarnya apa yang kau rencanakan, hm?" Sooyoung berkacak pinggang. "Apanya?" Tanya Sungjae tak mengerti sambil bernafas lega karena jantungnya bisa saja meledak kapan saja kalau posisi mereka sedekat tadi. "Itu, hari ini. Kau seperti bukan Sungjae Oppa yang aku kenal beberapa hari ini."
"Maksudnya?"
"Kau kembali." Kata Sooyoung dengan jeda. Ia menatap Sungjae penuh arti sambil tersenyum manis. "Persis seperti Sungjae tiga tahun lalu."
Deg.
Sungjae tidak tahu respon apa yang harus diberikannya pada Sooyoung. Ucapannya yang terlalu mendadak membuat Sungjae tertegun. Sebagian hatinya berteriak, bahwa mungkin ini adalah pertanda bahwa hubungan mereka perlahan membaik dan kabar baiknya lagi, mungkin saja ada kesempatan untuk mereka kembali. Tapi Sungjae tidak ingin berharap banyak, terutama karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Dia tidak tahu sampai kapan ia dapat hidup dan menyaksikan bagaimana indahnya saat Sooyoung tersenyum.
Ia ingin hidup lebih lama, tapi apa Tuhan mengijinkannya?
"Nah kan, baru dipuji sedikit udah balik lagi jadi sok gak perduli." Cibir Sooyoung membuat Sungjae tersadar dari lamunannya. "Hm?" Tanya Sungjae tak mendengar ucapan Sooyoung sedaritadi.
"Oppa, kau benar-benar tidak mendengarkan ucapanku satu pun?" Tanyanya sebal. Sungjae sedikit panik, namun ia berusaha mengatur gesturnya agar tetap terlihat tenang. "Dengar." Katanya, bohong.
"Apa?"
"Untuk apa aku ulang lagi kalau aku sudah dengar?"
"Huh! Sekalinya menyebalkan tetap menyebalkan."
Sooyoung berjalan mendahului Sungjae. Sungjae yang melihat itu hanya dapat tersenyum miris dalam hatinya. Ia tidak bisa menyembunyikan bagaimana bahagianya, masa-masa saat mereka SMA mulai kembali terasa. Perhatian itu, Sooyoung yang manja, yang selalu mengatakan kalau Sungjae adalah orang yang paling menyebalkan di dunia, tanpa harus ada sebuah dinding yang membatasi interaksi mereka.
Perlahan, kaki Sungjar tergerak untuk mengejar Sooyoung. Berusaha untuk menggapai tangan Sooyoung.
"Sooyoung." Ucap Sungjae sambil memegang erat kedua bahu Sooyoung erat. Sooyoung membelalakan matanya kaget. Ia kaget dengan kedua mata Sungjae yang menatap matanya intens. Bahkan, gadis itu bisa melihat pantulan dirinya pada bola mata Sungjae. "K-kalau aku bilang.."
TINNN.
Suara klakson mobil yang begitu nyaring membuat Sooyoung tidak dapat mendengar apa kalimat Sungjae selanjutnya. Hanya ada gerakan bibir tanpa suara, namun tetap saja Sooyoung tidak tahu apa yang diucapkan oleh Sungjae.
"... bagaimana?" Ucap Sungjae membuat Sooyoung mengerjapkan matanya beberapa kali. "Hm, Oppa ngomong apa? Tadi suara klaksonnya berisik sekali. Jadi aku tidak dengar." Katanya jujur membuat Sungjae terdiam tanpa ekspresi. Pegangannya pada bahu Sooyoung mengendur. Pria itu mendengus kecil, seakan menertawakan dirinya sendiri. Sooyoung yang kebingungan hanya menatap itu dalam diam sekaligus tidak enak. Bagaimana kalau misalnya Sungjae ingin mengatakan sesuatu yang penting? Tunggu, sejak kapan Sooyoung harus perduli?
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER THAT. [ ON HOLD]
Fiksi PenggemarAfter all this time, i still love her like I did before. It hurts, yes it's fuckin hurt. I try to not think of her, as best I could do. Then, there's a point when all i could do is think of her, remind all of those things we had done and we should d...