Sifat dingin Yoochun tidak akan pernah berlangsung lama. Sungjae tahu itu. Bagaimanapun mereka pernah bersahabat, dekat. Bahkan hubungan mereka lebih dari sebuah keluarga dan lebih kental dari hubungan darah walaupun pada kenyataannya, mereka tidak terikat dalam hubungan darah sama sekali. Pertengkaran tiga tahun terakhir, saling bungkam satu sama lain, membenci tanpa harus tahu apa yang sebenarnya harus dibenci, Sungjae yakin semuanya akan berakhir secepatnya. Semuanya akan kembali sebagaimana porsinya, selama Sungjae melakukan yang terbaik. Begitu anjuran yang selalu dikatakan orangtua Sungjae kepadanya. Hanya perlu sedikit waktu hingga ia dapat membuktikan, tidak hanya pada Sungjae dan Sooyoung namun pada dunia bahwa ego tidak akan selalu membawamu ke dalam kesuksesan, namun sebaliknya.
Sungjae tak sempat kembali ke apartemennya terlebih dahulu. Ia malah memacu mobilnya segera ke Mokpo, tepatnya ke alamat yang diberikan oleh Yoochun padanya. Tidak perduli bermalam dimana, tidak perduli baju apa yang harus ia kenakan besoknya, yang ia tahu sekarang ia tengah melawan waktu.
Mengetahui bahwa Sooyoung sudah memiliki calon tunangan adalah tamparan terkeras bagi Sungjae. Bagaimana calon tunangannya itu dapat mengalihkan dunia Sooyoung dari Sungjae adalah mimpi buruk bagi Sungjae. Tidak ada yang boleh, menggantikan posisi Sungjae di hati Sooyoung. Tidak ada seorang pun. Ruangan itu, hanya akan selalu menjadi milik Sungjae.
Kurang lebih sekitar jam sepuluh malam Sungjae sampai di daerah Mokpo. Seharusnya target Sungjae sampai ke tempat ini sekitar jam delapan malam, sehingga tidak terlalu bermalam apabila ingin bertamu. Namun kondisi jalan yang macet juga perjalanan dari Soeul ke Mokpo sendiri yang memakan waktu empat jam membuat Sungjae sampai sekitaran jam segini. Rasanya, untuk bertamu pun saja enggan.
Setelah melewati pergulatan batin yang panjang, Sungjae berniat turun dari mobil setelah hampir lima belas menit ia menatap sebuah bangunan rumah sederhana yang berada di hadapannya. Ini pertama kalinya ia mendatangi rumah Sooyoung. Selain karena arah pulang rumah mereka yang berbeda, jarak antara rumah Sungjae yang dulu berada di Mokpo dengan rumah Sooyoung juga sangat jauh membuat mereka berdua tidak pernah menghampiri rumah pasangan masing-masing. Mereka lebih memilih untuk bertemu di suatu tempat, bukan dirumah. Tentunya, salah satu faktor lain karena takut diganggu oleh orang-orang di rumah terutama Sungjae.
Sungjae memasuki pekarangan rumah tersebut dan berhenti di sebuah pintu jati yang merupakan pintu rumah Sooyoung. Tangannya ke angkat ke udara untuk menekan bel yang terletak di samping pintu. Namun, tangannya hanya menyentuh tombol tersebut, tidak berniat untuk menekannya. Nyalinya seakan ciut saat itu. Ia takut untuk menemui gadis itu kembali dan menghancurkan gadis itu lagi. Ia takut, apabila kedatangannya kesini tidak akan membuahkan hasil sebagaimana ia mengharapkan gadis itu untuk kembali ke pelukannya. Bagaimana jika, gadis itu memilih untuk bersama dengan calon tunangannya?
"Aggashi?" Panggil suara itu, suara yang membuat tubuh Sungjae membeku. Suara Sooyoung. "Anda siapa ya? Apa yang ingin anda lakukan di rumah saya?"
Kali ini Sooyoung meminta penjelasan. Perlahan, Sungjae memantapkan hatinya untuk berbalik. Lantas, mata mereka bertemu dan begitupula Sooyoung yang sama sekali tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Namun Sungjae lebih terkejut lagi karena tangan Sooyoung memeluk lengan laki-laki lain yang Sungjae yakini adalah calon tunangannya.
Calon tunangan Sooyoung, Lee Taehwan. Sahabatnya.
"Sungjae-ya? Itu kau?" Kali ini Taehwan angkat bicara.
Sungjae tidak tahu bagaimana ia harus bersikap sekarang. Dalam benaknya, ketika ia bertemu dengan Sooyoung, ia akan memeluk tubuh gadis itu, menatap mata indahnya kembali dan mengecup bibirnya untuk waktu yang lama. Membisikan kalimat-kalimat yang mungkin belum sempat terucapkan dulu, terutama kata maaf karena sudah menyia-nyiakan gadis itu. Kenyataannya sekarang, tidak bisa. Ia tidak mungkin mengatakan itu tepat di hadapan calon tunangannya, sahabatnya, Lee Taehwan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER THAT. [ ON HOLD]
FanfictionAfter all this time, i still love her like I did before. It hurts, yes it's fuckin hurt. I try to not think of her, as best I could do. Then, there's a point when all i could do is think of her, remind all of those things we had done and we should d...