Hai!
Udah lama ya nggak ketemu..... maaf udah postpone selama 2 tahun lebih.
Yauda nggak mau ngomong panjang2, semoga kalian suka dengan chapter ini. Dan Insya Allah akanmengupdate chapter berikutnyasecepatnya.
Happy fasting and happy reading guys! <3
********************************************************************************************
Nintya POV
Mungkin tanpa aku sadari aku kurang berbakti kepada kedua orang tuaku, atau aku kurang berbakti dengan kakak laki-lakiku, atau mungkin ada seekor binatang yang tidak sengaja tersakiti oleh diriku sehingga aku memiliki nasib yang sangat menyenangkan (note my sarcasm) seperti hari ini.
Aku yang tidak pernah berpacaran dan tidak peduli akan hal itu, seakan direnggut statusnya dengan pernikahan yang dilaksanakan beberapa jam yang lalu.
Oke direnggut sepertinya agak terlalu berlebihan, tetapi yang membuatku semakin tertekan adalah, suamiku (ya mau tak mau aku harus menyebutnya sebagai suami) adalah Valdo, laki-laki keras kepala, dingin, tetapi dengan kepedean yang lebih tinggi dibandingkan Gunung Everest. Ya walaupun nggak bisa aku pungkiri kalau misalnya dia juga mengulurkan tangannya sebagai tanda perdamaian dengan diriku. Kagetbukan?
Ide akan tinggal serumah dengan Valdo mungkin sudah tidak asing ditelingaku, karena aku tau bahwa mamaku dan kedua orang tua Valdo pasti sangat menginginkan hal ini. Kekagetanku akan tinggal di suatu tempat berdua saja dengan Valdo sudah membuatku cukup kaget, tetapi ternyata tidak sampai di situ saja.....
"Jadi ini yang harus kita tempati?" Valdo akhirnya bersuara setelah kami berdua hanya terdiam memandang ruangan yang ada di depan kami setelah membuka pintu bernomor 1502.
Ya ternyata mobil membawa kami ke salah satu Apartemen yang cukup luas dibilangan Jakarta Selatan. Sebenarnya tidak terlalu masalah jika kami diharuskan untuk tinggal di Apartemen, toh kami bisa tinggal di kamar masing-masing, dan aku bisa meminimalisir untuk keluar dari kamar untuk berinteraksi dengan dia, tapi ternyata apa yang aku bayangkan sebelumnya berbeda dengan apa yang aku lihat sekarang. Ya, kami berdua harus berada di Apartemen berjenis studio yang hanya ada satu kasur dan sofa panjang di dalamnya (ya walau lemari dan lainnya ada, tapi tetap saja mau di mana aku akan tidur). Dan ini sama saja seperti aku mengatakan selamat tinggal kepada privacyku.
Setelah tersadar bahwa hanya akan ada satu kasur di depan kami, aku buru-buru berlari dan menjatuhkan diri di atasnya, "Yauda ini kasur aku, kamu di sofa aja. Lagipula sofanya juga keliatan agak empuk kok,"
"Nggak-nggak, kamu yang di sofa. Yang ada yang duluan masuk ke kamar yang berhak memilih yang mana," Valdo duduk di pinggiran kasur yang aku tempati, dan mendorong-dorong tubuhku dengan pelan agar aku mau mengalah dari dirinya.
"Kamu belajar gasih kalo misalnya laki-laki harus mengalah sama perempuan?"
"Ini udah tahun 2016 kali, perempuan sama laki-laki sederajat,"
"Ya iya tau, tapi khusus diri kamu ya kamu harus ngalah, lagi pula yang ada yang nyentuh duluan kali yang boleh milih, dan aku yang nyentuh duluan." Aku mendorong Valdo, "Jadi sekarang mendingan kamu sana jangan deket-deket sama kasur aku."
"Kenapa jadi cewe egois banget?"
"Siapa yang egois sih!!" Aku makin mendorongnya dengan kuat, tapi entah mengapa Valdo bergeming, "Kan aku duluan yang di sini, yang ada kamu yang egois dan mau menang sendiri."
"Oke,"
Valdo berdiri dari kasur dan berjalan ke arah sofa panjang berwarna krem yang berada di pojok ruangan. Ruangan ini sangat mungil dengan warna coklat muda yang lembut. Mungkin Valdo menyukai warna ini jadi kenapa warna ruangan ini berwarna coklat. Dan sangat tidak mungkin untuk tidak bersentuhan satu sama lainnya dengan ruangan yang begitu mungil ini.
Biasanya mendapatkan apa yang aku mau akan membawaku merasakan euphoria yang sangat menyenangkan. Aku melirik Valdo yang bersandar pada sofa yang sekarang adalah tempat tidurnya. Apa benar aku terlalu egois sehingga aku tidak merasakan kebahagiaan itu?
"Valdo..." Kataku pelan. Takut bila aku berkata cukup keras akan membuat kami bertengkar kembali.
Tidak ada sautan. Apadiatertidur?
Aku mencoba untuk memanggilnya kembali lebih keras saat ini, "Valdo"
"Apasih? Kalau mau ngomong ya ngomong aja. Gausa manggil-manggil terus diam,"
"Ih kamu lagi PMS ya? Dari tadi ngomel terus,"
"...."
"Perasaan baru aja bilang mau temenan nggak sampe sejam yang lalu, tapi sekarang udah ngomel-ngomel lagi. Sebenernya niat temenan gasih?"
"Yang marahsiapa, yang dituduh nggak mau temenan siapa. Dasar cewe." Gumam Valdo sambil bergeleng kepala pelan.
"Ya emang aku cewe terus kenapa? Katanya nggak mau bawa-bawa masalah gender tapi kenapa ngomong kaya gitu?" Nadaku sedikit meninggi karena tidak suka dibilang perempuan yang suka marah-marah dan ngambek. Seakan semua imej perempuan akan seperti itu.
Seakan tidak mau memperpanjang masalah antara aku dan dirinya, Valdo tidak menjawab pertanyaanku dan menggantinya dengan pertanyaan yang lain, "tadi mau nanya apa?"
"Hm.... nggak sebenernya aku nggak enak sama kamu yang tidur di sofa," kataku pelan sambil tertunduk.
"Loh cepet banget berubah pikirannya? Labil."
"Dih orang kalau dikhawatirin mah berterima kasih gitu, ini kenapa malah ngeselin sih?" Kalau memang aku mempunyai bakat darah tinggi, mungkin aku sudah dilarikan ke rumah sakit karena terlalu banyak berantem dengan Valdo.
"Yaudaapa?"
"Hm..."
"Apa?"
"Kamu kalau di sana nggak enak, sekali-sekali tidur di sini gapapa," aku menunjuk ke space sebelahku, "tapi nggak boleh terlalu sering."
Valdo menatapku seperti tidak percaya, "kamu emang labil ya. Sekalibilang A terusbilang B."
"Tapi nggak lebih labil dari kamu. Kamu udah labil keras kepala. Terus ngeselin lagi," kataku kesal.
"Yakinakungeselin?"
Valdo berdiri dari sofa yang ia duduki dan berjalan mendekati ku, semakin mendekat dan terus mendekat.
"Ih ngapain sih deket-deket?" Aku sedikit menggeser dudukku karena tidak nyaman.
"Yakinakungeselin?"
Valdo POV
Memangkita nggak boleh judge a book by its cover, karena itu yang selalu gw lakuin ketikagw memberikan penilaian terhadap seseorang. Tapi entah karena pikiran gw yang sedang cape, tapi sih karena pasti emang lagi cape, gw menjadi sangat senang untuk mengganggu perempuan di hadapan gw ini. Tapi mungkin cuma karena makeup jadi dia menggemaskan. Wait what???? SEJAK KAPAN SEORANG VALDO MENGGUNAKAN KATA GEMAS???
"Apasih Valdo, ngapain deket-deket gini?" Kata Nintya kesal. Tangannya terlipat di depannya seakan ingin menutupi tubuhnya dari pandangan gw.
Gw menarik tubuh gw dan menjauhi dirinya. Sungguh bahaya bila seperti ini terus. Apalagi entah mengapa sepertinya gw perlu ke dokter karena sudah berpikiran bahwa dia menggemaskan, dan lucu.... dan .....Valdo.... ENOUGH MAN!
"Gapapa, biar akudi sofa. Terima kasih perhatainnya." Gw tersenyum tipis dan kembali ke sofa yang keliatannya cukup nyaman untuk tidur.
Sekarang kita bersahabat ya, akan lebih baik kalo gw di sini. Kalau kenapa-kenapa bisa panjang ceritanya....
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Mr. Arrogant
Romance"Lebih baik kita setujui saja pernikahan ini," Valdo menatapku dingin, "setelah itu aku ceraikan kau. lagipula aku tidak suka dan tidak mau bersama dengan istri yang kerjaannya cuma menangis dan menangis. bikin penat kepala saja!" Aku menatapnya den...