Haloooooooo para readers setiaku <3<3
aku mau minta maaf kalau misalnya aku lama banget ngepost chapter yang ketiga. bukannya aku males dan nggak mau ngelanjutin lagi, tapi karena lagi banyak uas dan tugas-tugas akhir yang ngebuat aku sibuk banget dan nggak bisa meluangkan waktu ke karanganku ini. pokoknya ditunggu comment sama votenya ya! karena comment dan vote kalian akan membantuku dalam membuat chapter berikutnya.
xoxo
Kyra110393 = FM :*
ps: gambar disamping adalah gaun yang dipakai oleh Nintya ;)
************************************************************************************************************
Nintya POVAku benar-benar tidak bisa tidur tadi malam. Bagaimana bisa tidur kalau pikiranku selalu tertuju oleh acara hari ini dan kenyataan bahwa calon suamiku merupakan orang yang sama dengan orang yang udah ngatain aku dibawah standar. Ya hari ini aku dan dia akan bertemu dalam acara makan malam disalah satu restaurant mewah yang sudah di booking oleh Om Hendra. Jika saja aku tidak bertemu dengan dirinya dua hari yang lalu, dan dia tidak mencari masalah denganku, atau orang yang akan dijodohkan denganku merupakan orang yang berbeda, mungkin aku tidak sampai tidak bisa tidur karena memikirkan betapa sialnya diriku. Tadipun aku memprediksi dia akan sekaget diriku, ketika melihat siapa yang akan menjadi calon istrinya apalagi setelah dia mengatai aku dua hari yang lalu. Jika bisa dibilang dunia itu tidak adil maka aku akan mengatakan dunia itu tidak adil kepadaku. Bagaimana bisa aku menikahi orang yang tidak berperasaan?
“Sayang, kamu udah siap kan?” Tanya mama sambil mengitip dari balik pintu kamarku. Tentu aku sudah siap karena aku hanya tinggal memakai dress berwarna biru yang mama pilihkan kepadaku. Selama seharian tadi, mama memaksaku untuk pergi kesalon agar rambutku ditata dan diberi makeup untuk mempercantik diriku. Aku heran untuk apa aku harus berdandan, toh aku juga tidak berniat untuk mengambil hati calon suamiku itu.
Aku membelakangi mama untuk melihat kearah kaca untuk melihat dress yang aku pakai. Dress itu panjangnya 20 cm diatas lutut, terlalu pendek bagiku karena aku tidak pernah berpergian menggunakan pakaian yang pendek-pendek. Untuk masalah dandananku, aku tidak terlalu memperdulikannya, mau aku terlihat cantik atau seperti badut, aku tidak akan memperdulikannya. Aku membalikkan badanku dan menggerutu “Aku nggak mau pake baju ini ma, terlalu pendek untukku!”
“Udah deh jangan mulai ngambek-ngambek lagi, kamu tuh udah besar sayang. Mama juga cape ngedengerin kamu ngambek melulu dari tadi siang” Mama melihatku dari atas sampe bawah, “lagi pula kamu terlihat sangat cantik dengan gaun itu,”
Aku mendengus dengan kesal. Kalau saja mama tau kalau orang yang bakal menikahi anaknya adalah orang terbrengsek sedunia maka mama pasti nggak bakal mau nikahin aku sama dia. Tapi mau aku beritahu mama atau tidak, tentu saja mama tidak akan membatalkan perjodohan konyol ini, jadi untuk apa aku cape-cape menceritakannya. “Ayo ma kita berangkat, lebih cepat lebih baik dibandingkan aku harus mengomel terus,” aku berjalan menuju pintu kamarku dan disambut dengan senyuman mama yang tampak sangat bahagia.
*********************************************************************************************************
Valdo POV
Jam dinding kamarku menunjukkan pukul setengah 7 malam. Tinggal setengah jam lagi dari acara pertemuan yang akan mempertemukan aku dengan calon istriku. Well walaupun aku tidak menyetujui perjodohan konyol ini (gimana nggak konyol coba? Ini tuh udah abad 21, era globalisasi, masa iya masih ada perjodohan-perjodohan kaya jamannya Siti Nurbaya?) tapi selama perjodohan ini belum dibatalkan maka cewe tersebut calon istriku bukan? Acara pertemuan ini akan diadakan disebuah restaurant favourite papa dan yang mengharuskan para pelanggannya menggunakan baju formal untuk masuk ke restaurant itu. Makin menyusahkan lagi bukan? Dengan begitu aku harus menggunakan baju formal. Karena malas untuk berpakaian terlalu formal, maka aku lebih memilih baju kemeja hitam yang lengannya aku gulung sampai kesiku.
“Valdo,” suara mama dari balik pintu kamar. Aku berjalan menuju pintu kamar dan membukakan pintu untuk mama. Mama menggunakan gaun panjang berwarna putih yang sangat cocok untuk dirinya. Walaupun mama sudah tampak terlihat tua dan sudah banyak keriput-keriput halus diwajahnya, tetapi kecantikan mama masih terpancar jelas diwajahnya. Mungkin aku mendapatkan wajah tampan karena aku mempunyai papa yang berwajah tampan dan mama yang berwajah cantik.
“Kamu sudah selesai bukan? Kalau sudah, ayo kita berangkat,” mama memperhatikan penampilanku dan menilai apakah bajuku sudah pantas apa belum, “kasian nanti Bu Anne dan Nintya harus menunggu kita kalau kita telat,”
Sebelum mama berbalik badan, ekspresi wajahnya berubah seperti hendak mengucapkan sesuatu. Yang pastinya berhubungan dengan makan malam ini. “Ohya mama hampir lupa! Kamu bawa mobil kamu ya,”
Aku menatap mama heran, tidak biasanya mama dan papa mau menaiki mobilku, biasanya mereka lebih memilih menggunakan mobil pribadi mereka dibandingan dengan mobilku. “Tumben, memangnya kenapa?”
“Ya kamu bawa mobil sendiri, mama sama papa naik mobil sendiri. Kita beda mobil,”
“Hah? Buat apa?” tanyaku semakin heran. Ide gila apalagi sebenarnya yang sedang dipirkan mama?
“Ya biar kamu nanti bisa nganterin Nintya pulang,”
“Buat?”
“Biar kamu bisa mendekatkan diri,” kata mama sambil tersenyum bahagia.
Aku hanya bergeleng-geleng kepala tetapi tetap mengikuti kata-kata mama untuk membawa mobilku sendiri. Terlalu malas bagiku untuk berdebat dengan mama apalagi saat ini, jadi lebih bai aku menuruti apa yang ia mau. Sebenarnya membahagiakan orangtua merupakan hal yang paling menyenangkan didunia ini, dibandingkan dengan segala hal yang telah kuperoleh. Andai saja ada cara lain selain pernikahan konyol ini, cara untuk membahagiakan orangtuaku, maka aku akan menempuh cara tersebut. Lagipula aku sudah memikirkan rencana terbaik dibandingkan berdebat untuk membatalkan rencana pernikahan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Mr. Arrogant
Romance"Lebih baik kita setujui saja pernikahan ini," Valdo menatapku dingin, "setelah itu aku ceraikan kau. lagipula aku tidak suka dan tidak mau bersama dengan istri yang kerjaannya cuma menangis dan menangis. bikin penat kepala saja!" Aku menatapnya den...