Chapter 12: I think He needs to see a doctor

39.2K 1.1K 24
                                    

Hi! Let's get started!

1) THIS WONT BE LONG OKAY? so forgive me if you disappointed w/ the length of this chapter.

2) I will update again on Thursday night, Kay?

3.) Forgive me if i take too long to update this story

4.) Vote and comment please?? To motivate me more to make the next chapter

4.) Any question? feel free to ask me on: http://ask.fm/fikamw

see you on Thursday!

xoxo,

Kyra

************************************************************************************************************

Valdo POV:

 

            Valdo... Oh Man...

            Oh Man...

            Oh Man....

            OH MAAAAAAAAAN....

            Sumpah apasih yang dipikirin tadi? Oh Man Valdo... tolol apa bego? Well, walaupun definisi antara tolol dan bego sama, tapi tetep apasih yang ada di otak ini tadi?

            Nggak pernah gw bertindak sesuatu yang tidak pernah gw pikirkan terlebih dahulu. Tidak pernah sama sekali seumur hidup gw, selama 18 tahun gw bernapas di dunia ini, bertindak bodoh yang sama sekali tidak dipikir terlebih dahulu dengan otak gw ini. Well, kecuali untuk malam ini.

            Yah, mungkin semua ini karena gw cape. Iya lelah dengan semua apa yang gw jalanin hari ini. Segala kegiatan yang tanpa henti dari pagi sampe malem gini. Siapasih yang nggak bakal cape? Lahir dan batin pasti juga cape. Alah banyak alasan lo Val! Banyak ngeles!

            Jujur, kalau memang boleh jujur, melihat ekspresi perempuan tersebut ketika gw merangkulnya secara tiba-tiba menimbulkan niat untuk mengganggunya lebih jauh lagi. Bukan hanya mengganggunya sebenarnya, tetapi agar membuat mama dengan mamanya percaya untuk menyudahi semua ini. Menyudahi apa yang gw anggep tidak penting. Gw juga tidak tahu mengapa tindakan badan ini lebih cepat dibandingkan dengan otak. Nyium Do?? Nyium??? Dari segala tindakan untuk mengganggu perempuan tersebut kenapa menjadikan ciuman sebagai solusinya?? Well, memang hanya ciuman pada pipi, tapi tetap saja...

            Sebenernya agak tidak menyesal melakukan tindakan yang bodoh tanpa dipikirkan itu. Ekspresinya.... ekspresi perempuan itu... bisa dibilang sungguh menggemaskan. Ya, perempuan yang awalnya gw katakan dibawah standar itu dapat dikatakan sebagai perempuan yang menggemaskan. Apalagi ketika ia menggerakkan bibirnya yang mungil itu untuk mengatakan sesuatu tanpa suara. Stop oke Valdo! Stop! You need to stop thinking ‘bout this!

            “Itu senyum nggak usah dipamerin terus juga kali,” suara perempuan itu membuyarkan lamunan dan gundah gulana gw dari tadi. Ia telah berdiri tepat didepan dengan jarak yang lumayan dekat. Jarak dimana penciuman ini bisa mencium aroma khasnya. Aroma segar dan manis, bukan aroma yang memuakkan seperti cewe-cewe yang biasa disekeliling gw, tetapi aroma yang sangat menenangkan.

Senyum? Ah benar... tanpa sadar memang dari tadi belum menghilangkan senyuman tiga jari dari bibir ini. Pasti ini gara-gara terlalu memikirkan pemikiran-pemikiran yang terlalu berfilosofi itu. Haha filosofi...

            “Ga usah geer,” lagi, gw menggunakan intonasi dingin terhadapnya. Tidak sengaja sebenarnya untuk menggunakan intonasi dingin.

            Perempuan tersebut mengerinyit jengkel, memperlihatkan garis-garis halus dihidungnya. “Halo, mas...” tangan mungilnya melambai-lambaikan kearahku. “Tolong mas, kepedeannya situ jangan terlalu tinggi kaya gunung Himalaya. Kalau jatoh entar sakit.”

            Gw mendengus pelan, menutupi tawa yang hampir saja terdengar. Lucu juga ini anak!

            Oh Man... Do, stop!

Nintya POV:

 

            Apakah aku bermimpi? Apakah aku berhalusinasi? Apakah aku salah mendengar?

            Aku yakin benar bahwa Valdo tadi tertawa pelan dan sebentar dan menutupinya dengan sebuah dengusan agar tidak terlihat bahwa memang ia tertawa. Sepertinya memang Valdo harus cepat-cepat dibawa kedokter. Semua yang ia lakukan hari ini berbeda dengan apa yang dia lakukan biasanya. Apa aja emangnya? Banyak!

1.)  Kata-kata yang Valdo gunakan lebih banyak dibandingkan biasanya.

2.)  Intonasi Valdo bukan intonasi dingin merendahkan, walaupun intonasi dingin masih terdengar jelas.

3.)  Dia lebih menghargaiku sebagai lawan bicara, dibandingkan dengan sebelumnya.

4.)  Valdo tertawa, walaupun hanya sebentar dan tidak terlalu jelas dan bukan yang pertamakalinya, tetapi tetap saja seorang Valdo tertawa merupakan hal yang langka.

5.)  Valdo tersenyum sangat lebar dan bukan hanya sedetik dua detik tetapi cukup lama.

Lima poin sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa Valdo memang tidak beres khususnya hari ini. Entah karena dia merasa capai atau merasa terlalu stress dengan beban pernikahan ini yang membuat Valdo menjadi seperti ini.

            Baru saja aku ingin menambahkan kata-kata terakhir yang aku lontarkan kepada Valdo, suara mama yang berdiri 10m terdengar ditelingaku. “Nintya, Valdo! Ayo cepat, mobilnya sudah datang! Biar kalian cepat sampai rumah dan mendekatkan diri bersama” teriak mama dari arah belakangku.

            Aku memutar bola mataku. Kenapa selalu mama yang begitu bersemangat mengenai hubunganku dengan Valdo...

            Aku membalikkan tubuhku, bermaksud untuk menuju mamaku yang sangat bersemangat tersebut. Tetapi tubuhku terhenti ketika merasakan beban tambahan di bahu kananku. Aku menatap beban tambahan tersebut lalu menatap Valdo yang berdiri disamping kiriku. Terus menengokkan kepalaku kiri dan kanan sampai berkali-kali. Sungguh kaget dengan apa yang Valdo lakukan.

Ketika aku hanya bisa menampilkan ekspresi kagetku, lain halnya dengan laki-laki disampingku ini. Senyum bahagia terpatri sangat jelas disana.

We’re coming, Tan!” sahutnya ceria.

Marrying Mr. ArrogantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang