Aku benci dengan segala hal yang ada disekolahku. Aku benci dengan kelompok-kelompok eksis yang hanya bisa mendeskriminasi orang berdasarkan penampilannya bukan dari hatinya. Jika ada yang bilang SMA adalah saat-saat terbahagia yang dimiliki oleh seseorang, maka aku akan membantahnya mentah-mentah. Aku benci dengan masa-masa SMA yang hanya mementingkan status dan berlagak sok dewasa padahal otak masih bisa dibilang seperti anak kecil.
Aku Chinintya Kyra, yang sangat membenci SMA, adalah siswi SMA negeri terkenal dan masih duduk dikelas 1 SMA. Memang aku baru menyandang status anak SMA selama 8 bulan, tetapi aku tidak menyukai semua yang ada di SMA. Mau pelajarannya kek, atau pertemanannya, semua aku nggak suka. Aku memang bukan dari kalangan kelompok-kelompok popular seperti Zacquine Alinna, si model yang tubuh dan wajahnya seperti boneka Barbie. Tetapi aku bukan pula dari golongan anak-anak kutu buku yang hanya menghabiskan waktunya di perpustakaan. Sebenarnya bisa dibilang aku sedikit tak terlihat karena aku sedikit (well, selalu sebenarnya) anti sosial. Aku pasti akan menghindari segala hal yang berbau kegiatan yang tidak berguna dengan hidupku. Aku tidak akan mau mengikuti segala kegiatan-kegiatan kepanitian yang hanya akan menyita waktu luangku saja.
Dan yang terakhir yang paling aku benci dari SMA adalah adanya moving class. Moving class itu nggak berguna sama sekali, yang ada bikin cape karena harus mengotong kemana-kemana tas yang berat. Selain cape, kita juga harus buru-buru mengambil tempat dikelas, supaya mendapat spot yang enak. Dan sekarang ini aku sedang berjalan menuju kelas selanjutnya. Kelas pertamaku berada dilantai satu, kelas kedua di lantai tiga, dan kelas ketiga dilantai satu, nggak praktis bukan?
Bruk…
Buku-buku yang aku bawa terjatuh semua. Demi Tuhan, siapapun yang menabrakku dan membuat barang-barangku berceceran serta membuang waktuku aku sumpahin dia mendapat masa-masa SMA yang lebih sengsara dibandingkan dengan masa SMAku.
Aku berjongkok untuk mengambil dan merapikan buku-buku dan kertas-kertas yang berserakan dilantai. Orang itu, orang yang menabrakku hanya berdiri tegap, seperti tidak berniat untuk membantuku atau bahkan meminta maaf. Rasa kesalku bertambah dan membuat aku mendongakkan wajahku untuk melihat siapa orang itu.
Lelaki itu tinggi. Badannya tegap dan atletis. Tetapi tidak selebay Ade Ray yang ototnya kemana-mana. Wajahnya tampan dan manis tetapi menyiratkan wajah keangkuhan dan sombong. Aku bukan orang yang mudah terpesona pada makhluk adam yang rupawan. Apalagi yang sebelumnya bermasalah denganku. Jadi ketika aku melihat lelaki didepannku, cih bukannya kagum aku malah kesal dengannya.
“Kenapa nggak bantuin? Atau nggak minta maaf gitu. Kamu kan yang nabrak aku, nggak ada sopan santunnya sama sekali sih!” omelku sambil berdiri dari posisi jongkokku dan meninggalkan buku-buku dan kertasku dilantai.
“Untuk apa?” suara serak yang dingin dan angkuh yang sangat menggambarkan kepribadian lelaki itu. Lelaki tersebut melipat lengannya kedepan dada, dan memandangku seperti meremehkan, atau bahkan mengintimidasi?
“Karena kamu udah nabrak dan ngebuat aku ngejatohin buku-bukuku, apa itu belum cukup untuk ngebuat kamu minta maaf sama aku?” suaraku meninggi. Untung saja ini letaknya berada di lorong sekolah yang jarang dilewati anak-anak dan pelajaran juga sudah dimulai sehingga lorong ini begitu sepi, sehingga hanya ada aku dan lelaki sombong ini.
“Untuk apa aku minta maaf sama cewe yang......” tatapannya menilaiku dari atas dan bawah, “dibawah standar.”
Memang aku bukan cewe cantik dan berbadan model, atau cewe imut yang lucu, tetapi tetap saja aku tidak suka dibilang dibawah standar. Memangnya kenapa memakai baju yang dua kali lebih besar dibandingkan dengan badanku, dan memangnya kenapa jika aku memakai rok yang panjangnya 15cm dibawah lututku? Menurutku berpakaian seperti ini membuatku nyaman dan tidak merasa sesak seperti cewe-cewe populer lainnya yang bajunya terlihat kesempitan.
“Eh dijaga ya kalau ngomong. Aku nggak tau kamu siapa, yang jelas kamu nyari masalah sama aku. Mulai dari ngejatohin bukuku, sampai ngatain aku. Sebenernya mau kamu apasih?”
“Mauku? Kamu minggir dari hadapanku, karena aku mau lewat!” lelaki itu mendorongku ketembok dengan kasar agar ia dapat berjalan. Aku memandangnya dengan sebal. Lorong ini begitu lebar kenapa dia ngotot hanya mau berjalan dalam satu garis?
“Eh cowo angkuh sok ganteng! Aku doain kamu bakal jatuh cinta sama sama cewe sejenis aku!” aku memaki dan menyumpahinya. Memang hal tersebut tidak baik tapi, perlakuannya padaku lebih tidak baik lagi. Dia hanya merespon dengan mengangkatkan tangannya dan menunjukkan jari tengahnya. Sungguh kasar nian lelaki sok ganteng ini, amit-amit cabang bayi kalau aku harus berurusan lagi dengannya.
Aku menghembuskan nafas kesal. Lebih baik aku diamkan dia, daripada aku mengejarnya dan mendapat masalah dari guru. Lebih baik aku masuk kedalam kelas. Aku mengambil seluruh barangku, dan berjalan menuju kelas pelajaran keduaku.
************************************************************************************************************
Gimana-gimana ceritanya? please comment dan vote ya kalau suka ;), vote dan comment kalian akan sangat membantuku untuk membuar chapter berikutnya.
xoxo,
kyra110393 ;*
ps: ini cerita ketigaku. baca, comment, dan vote ceritaku yang lain yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Marrying Mr. Arrogant
Romance"Lebih baik kita setujui saja pernikahan ini," Valdo menatapku dingin, "setelah itu aku ceraikan kau. lagipula aku tidak suka dan tidak mau bersama dengan istri yang kerjaannya cuma menangis dan menangis. bikin penat kepala saja!" Aku menatapnya den...