Rahasia Terbongkar

548 58 16
                                    

Pukul 10.45 malam waktu London. Udara dingin menyergap menyelinap masuk melalui celah-celah jendela rumah sakit. Harris terbaring di ranjang rumah sakit. Lukanya cukup parah. Meski sudah dinyatakan dokter tidak ada luka dalam. Tulangnya baik-baik saja. Hanya saja dia harus dirawat setidaknya tiga hari. Keadaannya masih sangat lemah. Sisil yang berada tepat disebelahnya Harris pun tak henti-hentinya menangis dan berdoa kepada Tuhan.

"Sakit ...," Harris mengucap pelan. Suaranya terdengar sangat lemah.

"Ada apa, Harris? Mana yang sakit? Aku panggilin dokter, ya?" Sisil panik lalu bangkit dari posisi duduknya.

"Jangan! Jangan pergi. Di sini aja. Temenin aku." Harris menarik tangan Sisil. Melarangnya pergi.

"Aku gak akan pergi kemana-mana, kok. Aku akan selalu nemenin kamu, Harris. Kapanpun itu. Insya Allah." Sisil tersenyum. Menggenggam tangan Harris. Mana mungkin dia meninggalkannya. Sangat tidak tiga melihat Harris yang seperti ini. "Oh iya, kamu mau sesuatu?"

"Aku gak butuh apa-apa saat ini. Aku hanya butuh kamu, Sil."

Sisil kembali tersenyum. Warna pipinya berubah menjadi semburat merah. Dalam batinnya dia berkata, Ya Allah, perasaan ini benar-benar gak bisa kutahan. Jantungku seakan mau lepas gitu aja. Tangannya terluka, tapi dia menggenggamku sangat erat. Aku sangat mencintainya, Ya Allah.

"Maafkan aku," ucap Harris.

"Maaf? Buat apa?" tanya Sisil kebingungan.

"Kalau aja kita menghindari preman itu, dan mencari jalan lain, kamu pasti gak akan melihat perkelahian tadi, Sil."

"Itu bukan salahmu. Justru aku yang harusnya minta maaf. Kalau aja aku tadi minta bantuan lebih cepat, dan bukannya menangis melihat kamu dihajar kawanan preman tadi, pasti kamu gak akan terluka separah ini, Ris."

"Enggak, aku gak papa. Sisil ... aku mau ngomong."

"Dari tadi kamu udah ngomong banyak, Harris. Kamu lucu, deh." Sisil tertawa renyah.

"Bukan itu. Kali ini aku beneran serius. Aku mau mengatakan kalau aku—"

Drrrd drrrd drrrd drrrd drrrd

Belum selesai Harris berbicara, ponsel Sisil bergetar.

"Ah bentar, Ris! Ada telfon. Tante? Astaga! Aku sampai lupa belum ngasih kabar. Sebentar, ya. Aku jawab diluar aja. Gak akan lama, kok." Sisil keluar membawa ponselnya dari ruang dimana Harris dirawat.

Padahal aku hampir mengatakan semuanya, Sil. batin Harris.

****

Sisil: Halo assalaamualaaikum? Tante, maaf banget Sisil belum ngabarin Tante. Jadi, Harris sekarang di rumah sakit. Tadi ada komplotan preman mencegat kita di gang dekat taman pas mau pulang. Aku nya gak papa, Tan. Tapi Harris lukanya cukup parah.

Tante: Apa??! Terus dimana kamu sekarang? Rumah sakit mana?"

Sisil: Elizabeth Hospital, Tan.

Tante: Tante kesana sekarang.

Sisil pun menutup telepon. Didengarnya, ibu Harris terdengar sangat panik.

HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang